Pencarian

TERANSLIT

Rabu, 04 Februari 2015

PENGETAHUAN BAHAN HARAM DAN SYUBHAT



PENGETAHUAN BAHAN HARAM DAN SYUBHAT

            Apabila diamati sebetulnya makanan dan minuman yang haram itu hanya sedikit yaitu babi, bangkai, darah, hewan yang tidak disembelih atas nama Allah dan khamar.  Akan tetapi, pada saat ini teknologi pangan telah berkembang begitu pesat sehingga begitu banyak ingredien pangan (bahan utama maupun bahan tambahan) yang dibutuhkan dalam pembuatan produk pangan yang jenisnya banyak sekali dengan sifat-sifat tertentu yang dikehendaki dan berasal dari berbagai sumber termasuk bahan yang diharamkan yang telah disebutkan.  Hal ini karena banyak bahan ingredien pangan ini diproduksi di negara maju atau negara non muslim dimana masalah kehalalan kurang dipertimbangkan.  Oleh karena itu kita wajib mengetahui ingredien pangan apa saja yang sudah jelas haramnya dan mana yang syubhat (tidak bisa diketahui secara pasti kehalalannya dan ada kemungkinan haram).

I. Bahan Pangan Secara Umum

1.      Minuman yang memabukkan

Banyak sekali jenis-jenis minuman yang memabukkan ini.  Minuman jenis ini sering disebut juga dengan istilah minuman keras dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai alcoholic beverages.  Secara garis besar minuman yang memabukkan dikelompokkan menjadi wine, bir, dan spirit yang terdiri dari liquor dan liqueurs (cordials).
            Ada berbagai jenis jenis bir yang beredar di pasaran dengan kadar alkohol bervariasi dan dapat mencapai 5.5%, bahkan pada strong beer dapat mencapai 8%.  Ada juga salah satu jenis bir yang disebut lager yaitu bir yang disimpan sekitar 6 bulan sebelum dipasarkan.  Yang juga penting diketahui ialah ada produk minuman yang dibuat dari campuran bir (dapat pula bahan dasar bir), perisa (flavourings), air dan bahan lainnya yang ditambah lagi dengan gas karbon dioksida, yang di pasaran dikenal sebagai minuman shandy.  Minuman jenis ini sangat mengecoh konsumen yang tidak tahu asal usulnya karena kalau dilihat sifatnya memang tidak memabukkan karena kadar alkoholnya hanya 1%.  Akan tetapi, mengingat minuman tersebut mengandung unsur bir yang diharamkan maka seharusnya minuman jenis shandy ini juga haram (tidak tertutup kemungkinan ada yang menghalalkan minuman ini dengan dasar sifatnya yang tidak memabukkan, akan tetapi menurut penulis asal bahan harus dipertimbangkan, sehingga suatu bahan jika mengandung bahan yang haram maka haramlah ia.  Disamping itu, diperlukan pula usaha untuk tidak membuka peluang diproduksi dan beredarnya minuman haram).
            Yang membingungkan bagi awam adalah minuman yang namanya rootbeer.  Setelah penulis cek dari keterangan komposisinya ternyata minuman ini dibuat dari perisa (flavourings, dikenal juga dengan essens), air dan gas karbon dioksida.  Dilihat dari komposisinya maka rootbeer tidak dapat dikategorikan haram, akan tetapi mengingat sebagian namanya memakai nama minuman yang diharamkan, maka jenis minuman ini seharusnya dihindari karena dengan namanya tersebut dapat mengakibatkan kita menjadi dekat dengan barang-barang yang haram, atau dapat pula karena suatu saat akan tidak jelas lagi mana yang halal dan mana yang haram.  Sebagai contoh, rum adalah salah satu jenis minuman keras yang sangat memabukkan.  Akan tetapi, sekarang beredar rum sintetik yang tidak dibuat dengan cara fermentasi seperti rum aslinya, akan tetapi merupakan campuran bahan-bahan kimia sintetik.  Ibu-ibu rumah tangga sering menggunakan rum ini untuk membuat kue.  Orang awam jelas tidak dapat membedakan dengan mudah mana rum yang asli dan mana yang sintetik.  Oleh karena itu, semua bahan yang mempunyai nama sama dengan bahan yang diharamkan sebaiknya dihindari.
            Perlu pula diketahui bahwa sekarang ini beredar yang disebut dengan alcohol-free beer, yang sebenarnya tidak benar-benar bebas alkohol, bahkan kadar alkoholnya dapat mencapai 1%.  Bir jenis ini dapat dibuat dengan 2 cara yaitu cara pertama dengan mendistilasi bir sehingga kadar alkoholnya jauh menurun, sedangkan cara kedua yaitu membuat bir dari campuran perisa (flavor) bir dan bahan-bahan lainnya.  Bir yang dibuat dengan cara pertama jelas haram karena berasal dari bir, sedangkan bir yang dibuat dengan cara kedua juga sebaiknya dihindari bahkan diharamkan karena jika tidak dan kita mengkonsumsinya, maka dikhawatirkan nantinya kita akan cenderung untuk mencintai barang-barang yang diharamkan.
            Secara umum ada dua jenis wine yaitu white wine (anggur putih) dan red wine (anggur merah).  Secara lebih spesifik wine ini sangat banyak sekali ragamnya, sering dikenal dengan nama daerah asal atau varitas anggur yang digunakan sebagai bahan dasarnya.  Berdasarkan fungsinya wine dapat dibedakan menjadi dessert wines (Malaga, Portwine, Samos, Marsala, dll), wine-like beverages (minuman seperti wine) seperti berbagai jenis cider, sake, dll, dan jenis berikutnya yaitu malt wine.  Kadar alkohol wine berkisar antara 5.5 - 16.6%.  Jenis wine lainnya ialah apa yang disebut dengan wine-containing beverages (minuman yang mengandung wine) yang dibuat dengan bahan dasar wine dengan bahan tambahan lainnya seperti rempah-rempah, contoh wine jenis ini yaitu vermouth.  Yang patut diwaspadai ialah apa yang disebut dengan punches, minuman ini dibuat dari campuran wine, air soda dan buah-buahan.  Yang juga harus diwaspadai yaitu wine sering digunakan sebagai salah satu bahan tambahan suatu masakan (terutama masakan Barat, khususnya masakan Perancis), bahkan arak pun kadang digunakan pada pembuatan kambing guling.  Jelas hal ini akan mengakibatkan haramnya masakan yang dibuat dengan menambahkan wine atau arak tersebut.
            Spirit adalah minuman beralkohol yang dibuat dengan cara distilasi hasil fermentasi alkohol substrat karbohidrat sehingga kadar alkoholnya menjadi tinggi.  Seperti telah dijelaskan diatas minuman ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu liquor (kadar alkohol minimum 38%) dan liqueurs (cordial) dengan kadar alkohol 20 - 35%.  Yang termasuk kedalam liquor yaitu wine brandy, fruit brandy, rum, arak, gin, whiskey, whisky dan vodka.  Ada berbagai macam jenis liqueurs yang intinya campuran hasil distilasi seperti liqour dengan buah-buahan, rempah-rempah, ekstrak atau essens.  Perlu diperhatikan pada waktu membeli coklat impor karena cukup banyak pula yang mengandung bahan-bahan seperti rum, brandy atau wine (sherry wine), yang mengandung sherry wine ini biasanya coklatnya mengandung buah sherry tetapi di dalam buah sherry tersebut terkandung sherry wine.
            Ada jenis minuman yang seharusnya juga haram karena sifatnya yang memabukkan walaupun minuman jenis ini sering dikategorikan sebagai obat, tetapi karena sifatnya yang memabukkan maka minuman jenis ini termasuk khamar.  Yang termasuk kedalam minuman jenis ini yaitu anggur obat, minuman beras kencur, anggur kolesom, dll.  Kadar alkohol minuman jenis ini dapat mencapai 15%, sehingga tidak dapat diragukan lagi sifat memabukkannya.  Alasan bahwa minuman jenis ini sebagai obat sebetulnya tidak dibenarkan karena Rasulullah bersabda bahwa khamar itu bukan obat tetapi penyakit.

2.      Bahan hewani segar

Berdasarkan keharamannya ada tiga kelompok bahan pangan hewani segar yang haram yaitu bagian yang dapat dimakan (khususnya daging dan lemak) dari babi, bangkai, dan hewan yang tidak disembelih menurut syariat Islam (catatan: ikan, telur dan susu adalah bahan pangan hewani yang tidak termasuk kedalam bahan pangan haram).  Ketiga kelompok ini, khususnya bangkai dan hewan yang tidak disembelih menurut syariat Islam apabila terdapat di pasaran akan sulit sekali bagi awam mengenalinya, apalagi jika bercampur dengan daging yang halal.  Terlebih lagi apabila hewan yang disembelih secara tradisional, tetapi tidak memenuhi kaidah syariat Islam seperti tidak dibacakan basmallah, maka bisa dikatakan tidak mungkin dapat membedakannya dengan daging yang halal.  Oleh karena itu, konsumen harus pandai memilih mana yang kehalalannya terjamin, mana yang tidak, yaitu hanya membeli daging yang sudah mendapatkan sertifikat halal atau di tempat yang kita percaya.  Selain itu, memungkinkan mengenali beberapa daging hewan yang diharamkan walaupun sifatnya tidak dapat memastikan.
            Ada dua istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan bahwa bahan tersebut adalah daging babi yaitu ham dan bacon.  Ham yaitu daging babi bagian belakang, sedangkan bacon adalah iga babi asap.  Secara umum daging babi memiliki lapisan lemak yang tebal dengan serat yang cukup halus.  Akan tetapi, tidak mudah membedakan antara daging babi dengan daging sapi muda, keduanya sangat mirip, apalagi jika keduanya bercampur.
            Di negara Barat dikenal juga apa yang disebut dengan ham sapi, ini berarti bagian paha belakang daging sapi, juga ada beef bacon (iga asap daging sapi).  Istilah ini kemudian ada juga yang menirunya di Indonesia, padahal seperti telah dibahas sebelumnya, masalah nama ini sangat penting karena kalau kita biarkan nama-nama barang yang haram bercampur dengan nama-nama barang yang halal, dikhawatirkan akan menjadi rancu dan tidak jelas lagi mana yang halal dan mana yang haram, disamping itu jika kita memperkenalkan nama barang haram pada barang yang halal, maka hal ini dapat mendekatkan kita kepada mencintai barang yang haram tersebut.  Oleh karena itu penggunaan istilah-istilah ham dan bacon untuk daging yang halal seharusnya tidak diperkenankan.
            Lemak babi dikenal dengan istilah lard, sedangkan lemak sapi atau kambing disebut dengan tallow.  Akan tetapi, di perdagangan seringkali tallow berarti lemak hewani (termasuk lemak babi).  Bentuk fisik lard dan tallow yaitu padat.  Di negara Barat, lard dan tallow kadang digunakan sebagai minyak penggoreng atau dicampurkan dalam minyak goreng nabati dengan tujuan untuk mendapatkan flavor (rasa dan aroma) yang baik dari bahan yang digoreng.  Baru-baru ini McDonald dituntut oleh masyarakat vegetarian dan Hindu karena entah secara sengaja atau tidak, McDonald menggunakan lemak sapi dalam suatu produknya, akan tetapi lemak sapi tersebut diklaim sebagai natural flavour dalam informasi ingredien produk tersebut.  Walaupun dari segi peraturan penamaan natural flavour McDonald tidak salah akan tetapi hal ini jelas sudah masuk kategori penipuan konsumen karena banyak dari konsumen yang tidak bisa menerima lemak sapi yaitu konsumen vegetarian, Hindu dan Muslim.  Konsumen Muslim tidak bisa menerima lemak sapi ini karena sapinya tidak disembelih secara Islami.
            Bangkai, seperti ayam-ayam yang mati selama perjalanan seringkali tetap dijual ke konsumen, padahal jelas haramnya.  Daging bangkai dapat dikenali dari adanya bercak-bercak darah beku berwarna biru kehitaman yang terkumpul di beberapa bagian, hal ini terjadi karena tidak mati melalui penyembelihan maka darah ayam tidak keluar, sehingga akan terkumpul pada beberapa bagian daging.  Hal yang sama bagi hewan yang matinya tidak melalui penyembelihan normal tetapi melalui penusukan jantung misalnya.
            Berkaitan dengan masalah penyembelihan maka ada berbagai cara penyembelihan.  Secara umum dikenal dua jenis cara penyembelihan yaitu tradisonal dan moderen.  Penyembelihan tradisional yaitu seperti yang kita kenal dimana hewan dipegangi lalu dipotong urat lehernya, sedangkan penyembelihan moderen pada tahap akhir sama dengan yang tradisional tetapi diawali dengan memingsankan dulu hewan yang akan dipotong yaitu dengan cara pembiusan dengan bahan kimia, pemingsanan dengan aliran listrik, dan pemingsanan dengan penembakan.  Cara pemingsanan yang terakhir ini perlu perhatian yang seksama karena jika tidak cepat penyembelihannya maka hewannya keburu mati sebelum disembelih.  Cara-cara penyembelihan seperti dikemukakan diatas masih dibenarkan oleh syariat Islam (kecuali penyembelihan melalui penusukan jantung), asalkan pada waktu menyembelih dibacakan basmallah.  Masalahnya, secara fisik daging yang disembelih dengan cara yang sama tetapi dengan tidak dibacakan basmallah akan sama saja dengan yang dibacakan basmallah, tidak dapat dibedakan sama sekali.  Oleh karena itu, diperlukan proses sertifikasi dan pengawasan yang ketat terhadap rumah-rumah potong hewan, khususnya rumah potong ayam yang banyak tersebar dengan skala dari mulai kecil sampai besar, sedangkan rumah potong hewan besar seperti sapi relatif lebih terkontrol karena biasanya dilakukan di pejagalan dengan pengawasan yang cukup ketat dan penyembelihannya sesuai dengan syariat Islam walaupun rumah potong hewan pemerintah tersebut berada di daerah yang mayoritasnya non muslim seperti Bali.
            Apabila terjadi pencampuran daging, misal untuk kasus daging sapi yang dicampur dengan daging babi, maka seperti telah disebutkan diatas, akan sulit bagi awam untuk mengenalinya.  Akan tetapi, harga daging campuran sapi dan babi ini biasanya harganya lebih murah.  Oleh karena itu jangan terkecoh dengan harga yang murah, malah jika ada harga daging yang jauh lebih murah dari harga daging normal kita justru harus curiga.  Kecurigaan ini juga berlaku bagi daging impor seperti daging atau paha ayam impor, jeroan impor, dll karena seringkali masuknya bahan-bahan ini secara ilegal sehingga harganya jauh lebih murah tetapi kehalalannya tidak terjamin.

3. Bahan Pangan Hewani Olahan

            Banyak sekali produk olahan hewani (diluar ikan, telur dan susu olahan) ini, diantaranya: sosis, daging kaleng (kornet), salami, meat loaf, steak, dendeng (hati-hati sekarang sudah diproduksi dendeng babi di Indonesia, hanya saja penulis tidak mengetahui dengan pasti apakah produk ini khusus untuk impor atau juga beredar di Indonesia), dll.  Dengan demikian, kehalalan produk olahan ini tidak hanya bergantung pada bahan utamanya saja (dagingnya), akan tetapi sangat bergantung kepada bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan produk olahan tersebut.  Dari semua jenis produk olahan hewani tersebut, yang termasuk paling rawan dari segi kehalalannya ialah sosis.  Hal ini karena sosis di negara asalnya hampir selalu menggunakan unsur babi dalam pembuatannya, apakah itu daging babi, tetelan babi, hati babi, selongsong sosis terbuat dari gelatin babi atau lemak babi.  Dengan demikian, sedapat mungkin kita menghindari sosis impor dari negara Barat.

4. Produk Samping Pemotongan Hewan

            Produk samping pemotongan hewan dapat berupa darah, kulit, tulang, daging sisa dan turunan-turunannya. Seringkali keberadaan produk-produk ini menjadi masalah terhadap kehalalan produk olahan mengingat kebanyakan bahan-bahan ini adalah bahan impor dari negara non muslim sehingga kehalalannya diragukan karena bisa berasal dari babi atau hewan yang tidak disembelih secara Islami. Sayangnya, keberadaannya tidak dapat dilihat atau dirasakan secara fisik, juga tidak mudah atau sangat sulit sekali (nyaris tidak mungkin) untuk mendeteksinya melalui analisis laboratorium.  Dengan kemajuan teknologi sekarang ini, penggunaan produk-produk ini sudah sangat luas seperti akan dijelaskan pada tulisan berikut ini.


Darah

            Di beberapa daerah di Indonesia darah beku (dikenal dengan nama dadih atau marus) dimakan yaitu dengan digoreng atau direbus, padahal jelas haramnya.  Di negara-negara Eropa darah juga dimakan, namun jarang dalam bentuk dadih tetapi dibuat menjadi produk sejenis sosis.  Di Jerman dikenal berbagai bentuk sosis yang menggunakan bahan baku darah seperti sosis Thueringer, sosis lidah, sosis darah dan tetelan, dll.
            Disamping langsung diolah menjadi dadih dan sosis darah, darah dapat juga dikeringkan langsung dan diolah menjadi tepung darah yang berfungsi baik sebagai bahan pakan (makanan ternak) ataupun ditambahkan ke dalam pangan olahan tertentu dengan maksud untuk mempertinggi nilai gizinya (besi atau protein).  Disamping itu, tepung darah dapat berfungsi sebagai bahan pengikat atau bahan pengisi yang dapat memperbaiki flavor ataupun mutu pangan olahan, misalnya darah kering sering ditambahkan ke dalam sosis agar warna sosis dan daya ikat air sosis menjadi lebih baik.
            Darah juga dapat diproses lebih lanjut, misalnya dipisahkan plasma darah dan serum darahnya, lalu dikeringkan menjadi plasma darah kering yang siap digunakan sebagai bahan pembantu dalam proses pengolahan pangan selanjutnya  Dari darah juga dapat dihasilkan konsentrat globin yang dapat digunakan sebagai pengganti sebagian daging tanpa lemak pada produk patty (meat pie).  Darah, terutama darah kering juga dapat digunakan sebgai pewarna merah dalam makanan.



Kulit dan Tulang

            Untuk hewan besar seperti sapi, kerbau dan kuda, umumnya kulit bagian luar disamak dan selanjutnya dibuat menjadi barang-barang kerajinan.  Kulit bagian dalam (sisa dari penyamakan), umumnya dikumpulkan dan diproses lebih lanjut menjadi casing (selongsong sosis).  Untuk hewan kecil, terutama kulit babi, disamping diolah langsung menjadi bahan sejenis sosis yang transparan, juga sebagian besar diproses lebih lanjut menjadi gelatin.  Perlu diketahui, pada prinsipnya gelatin dapat dibuat dari bahan yang kaya akan kolagen seperti kulit dan tulang baik dari babi maupun sapi, bahkan sekarang telah ada pula yang dibuat dari tulang ikan.  Akan tetapi, apabila dibuat dari kulit dan tulang sapi, prosesnya lebih lama dan memerlukan air pencuci/penetral (bahan kimia) yang lebih banyak, sehingga kurang berkembang.  Akan tetapi, sekarang gelatin sapi halal pun sudah mulai beredar negara-negara muslim karena kebutuhannya semakin mendesak untuk menggantikan gelatin dari babi.
            Penggunaan gelatin sangat luas, bukan hanya pada produk pangan, tetapi juga pada  produk farmasi dan kosmetika.  Hal ini dikarenakan gelatin bersifat serba bisa, yaitu bisa berfungsi sebagai bahan pengisi, pengemulsi (emulsifier), pengikat, pengendap, pemerkaya gizi, sifatnya juga luwes yaitu dapat membentuk lapisan tipis yang elastis, membentuk film yang transparan dan kuat, kemudian sifat penting lainnya yaitu daya cernanya yang tinggi (lihat Tabel 1).


Tabel 1. Contoh-contoh produk yang biasa menggunakan gelatin*

Jenis Produk


Fungsi dan contoh produk
Produk pangan secara umum
sebagai zat pengental, penggumpal, membuat produk menjadi elastis, pengemulsi, penstabil, pembentuk busa, menghindari sineresis, pengikat air, memperbaiki konsistensi, pelapis tipis, pmerkaya gizi.
Daging olahan
Untuk meningkatkan daya ikat air, konsistensi dan stabilitas produk sosis, kornet, ham, dll.
Susu olahan
Untuk memperbaiki tekstur, konsistensi dan stabilitas produk dan menghindari sineresis pada yoghurt, es krim, susu asam, keju cottage, dll.
Bakery
Untuk menjaga kelembaban produk, sebagai perekat bahan pengisi pada roti-rotian, dll.
Minuman
Sebagai penjernih sari buah (juice), bir, dan wine.
Buah-buahan
Sebagai pelapis (melapisi pori-pori buah sehingga terhindar dari kekeringan dan kerusakan oleh mikroba) untuk menjaga kesegaran dan keawetan buah.
Farmasi
Pembungkus kapsul atau tablet obat.
Film
Membuat film menjadi lebih sensitif, sebagai pembawa dan pelapis zat warna film.
Kosmetika (khususnya produk-produk emulsi)
Digunakan untuk menstabilkan emulsi pada sampo, penyegar dan pelindung kulit (lotion/cream), sabun (terutama yang cair), lipstik, cat kuku, busa cukur, krim pelindung sinar matahari, dll.
*Keterangan: perlu diketahui bahwa fungsi gelatin pada produk pangan olahan pada kebanyakan kasus dapat digantikan dengan bahan lain, jadi untuk produk-produk yang disajikan dalam tabel tidak berarti pasti mengandung gelatin, hanya mungkin mengandung gelatin, untuk memastikannya diperlukan pemeriksaan yang teliti, dengan demikian produk yang sudah diteliti dan disertifikasi oleh LP-POM MUI misalnya, tentunya telah terjamin kehalalannya.

Daging Sisa

            Pada proses deboning (penghilangan tulang dari daging) masih cukup banyak daging yang menjadi limbah, demikian juga dari hasil pemotongan daging, seringkali masih tersisa daging yang masih dapat dimanfaatkan lebih lanjut.  Telah dilaporkan bahwa daging sisa tersebut dapat difraksinasi menjadi isolat-isolat protein seperti salt soluble protein (SSP), insoluble myofibrillar protein (IMP) dan connective tissue protein (CTP) yang masing-masing mempunyai sifat fungsional tertentu yang telah digunakan pada pembuatan sosis.  Isolat protein tersebut dapat pula berasal dari mince pork (daging babi giling).  Disamping itu, daging sisa ini dapat dibuat menjadi ekstrak daging (meat extract) yang dapat digunakan untuk pembuatan perisa (flavor) daging.
            Ada pula yang disebut dengan konsentrat protein daging yang dibuat dari daging sisa.  Selain itu ada pula protein hidrolisat yang dibuat dari kepala ayam dan digunakan untuk ingredien sosis, suplemen pada sup, minuman dan produk bakery.  Di Jerman telah dibuat hidrolisat protein kolagen (biasanya dari tulang) yang digunakan pada pate, spread dan ready meals.

5. Beberapa Produk yang Mengandung Lemak Hewani atau Turunan Lemak Hewani

            Pada produk-produk pangan dengan sistem emulsi (mengandung campuran minyak atau lemak dengan air disamping bahan-bahan lainnya) biasanya mengandung pengemulsi (emulsifier) karena sangat dibutuhkan untuk menstabilkan sistem emulsinya.  Contoh produk ini yaitu margarin, spread, es krim, desserts beku, cake, pudding, dll.  Pada margarin sering digunakan pengemulsi monogliserida, digliserida yang dapat berasal dari lemak hewani, akan tetapi akhir-akhir ini banyak pula yang menggunakan pengemulsi lesitin yang berasal dari kacang kedele.  Pada produk spread dapat mengandung gelatin dan monogliserida.
            Shortening adalah campuran berbagai jenis minyak dan lemak yang digunakan untuk melembutkan produk bakery, cake dan dry mix.  Bahan dasar pembuatan shortening yaitu minyak nabati, lemak hewani (lemak babi dan lemak sapi) dan minyak ikan.  Dengan demikian shortening sangat rawan dipandang dari segi kehalalannya.  Akan tetapi, bersyukur kita sekarang karena sudah ada shortening yang dibuat dari bahan dasar minyak kelapa sawit saja yang di pasaran dikenal dengan mentega putih.

6. Bahan Tambahan Pangan (Food Additives)

            Keraguan akan kehalalan bahan tambahan pangan (BTP) karena kemungkinan bahwa bahan tambahan tersebut berasal dari bahan hewani yang diharamkan atau hasil samping industri minuman keras.  Dibawah ini disajikan tabel beberapa BTP yang diragukan kehalalannya dimana beberapa diantaranya sudah dibahas sebelumnya (Tabel 2).  Nomor yang menyertai nama bahan tersebut adalah kode yang berlaku di negara European Union, dimana secara umum semua kode bahan tambahan makanan diawali dengan E, kemudian digit pertama menunjukkan kelompoknya, apakah pengawet, pengemulsi, antioksidan, dll, sedangkan digit berikutnya menunjukkan jenis bahan.

Tabel 2. Bahan tambahan pangan yang termasuk kelompok diragukan kehalalannya          (syubhat)

No.
Nama bahan dan kode
Asal/pembuatan
Fungsi
Contoh produk yang menggunakan
1
Potasium nitrat (E252)
Dapat dibuat dari limbah hewani atau sayuran
Pengawet, kuring, mempertahankan warna daging
Sosis, ham, Dutch Cheese
2a
L-(+)-asam tartarat (E334)
Kebanyakan sebagai hasil samping industri wine
Antioksidan, pemberi rasa asam
Produk susu beku, jelly, bakery, minuman, tepung telur, dll.
2b
Turunan-turunan asam tartarat E335, E336, E337, E353 (dari E334). Cream of tartar
Dapat berasal dari hasil samping industri wine.

antioksidan, buffer, pengemulsi, dll
sama dengan diatas
3
Gliserol/gliserin (E422)
Hasil samping pembuatan sabun, lilin dan asam lemak dari minyak/lemak (dapat berasal dari lemak hewani)
pelarut flavor, menjaga kelembaban (humektan), plasticizer pada pengemas
Bahan coating untuk daging, keju, cake, desserts, dll
4
Asam lemak dan turunannya, E430, E431, E433, E434, E435, E436
Dapat berasal dari turunan hasil hidrolisis lemak hewani
Pengemulsi, penstabil, E343:antibusa
Produk roti dan cake, donat, produk susu: es krim, desserts beku; minuman, dll
5
Pengemulsi yang dibuat dari gliserol dan/atau asam lemak (E470 - E495)
Dapat dibuat dari hasil hidrolisis lemak hewani untuk menghasilkan gliserol dan asam lemak
Pengemulsi, penstabil, pengental, pemodifikasi tekstur, pelapis, plasticizer, dll
Snacks, margarin, desserts, coklat, cake, puding
6
Edible bone phosphate (E542)
Dibuat dari tulang hewan
Anti caking agent, suplemen mineral
Makanan suplemen
7
Asam stearat
Dapat dibuat dari lemak hewani walaupun secara komersil dibuat secara sintetik
Anticacking agent

8
L-sistein E920
Dapat dibuat dari bulu hewan/unggas dan di Cina dibuat dari bulu manusia
Bahan pengembang adonan, bahan dasar pembuatan flavor daging
Tepung dan produk roti, bumbu dan perisa (flavor)
9
Wine vinegar dan spirit vinegar
Masing-masing dibuat dari wine dan distilled beverages (minuman keras)
pemberi flavor
bumbu-bumbu, saus, salad

            Dari Tabel 2 terlihat banyak sekali pangan olahan yang perlu diwaspadai kehalalannya.  Walaupun demikian, kembali perlu ditegaskan, tidak berarti pasti haram karena bahan-bahan pengganti yang halal juga sudah banyak dan pembuatannya tidak harus melalui jalan yang dijelaskan dalam tabel, karena masih mungkin ada berbagai alternatif seperti telah dibahas untuk kasus pengemulsi.  Daftar bahan tambahan pangan secara lengkap beserta status kehalalannya disajikan pada Lampiran 2.
            Ada satu jenis bahan tambahan pangan yang juga rawan kehalalannya, sayangnya bahan ini banyak dipakai pada makanan olahan, bahan tambahan tersebut yaitu perisa (flavourings).  Kekhawatiran ini disebabkan oleh karena beberapa hal, yaitu: 1) pelarut yang digunakan diantaranya etanol dan gliserol, 2) bahan dasar pembuatannya, 3) asal bahan dasar yang digunakan.  Sebagai contoh, untuk menghasilkan flavor daging diperlukan base yang dibuat dari hasil reaksi asam amino atau protein hidrolisat, gula dan kadang-kadang lemak atau turunannya.  Selain itu, pada waktu formulasi untuk flavor ayam misalnya (sering digunakan untuk mie instan, sup ayam, kaldu ayam, produk chiki (ekstrusi), dll), seringkali diperlukan lemak ayam, sehingga perlu jelas dari mana asalnya.  Contoh lain lagi, untuk flavor mentega diperlukan bukan hanya bahan-bahan kimia tunggal pembentuk aroma mentega, tetapi juga asam-asam lemak untuk membentuk rasa dan mouthfeel, tentu saja perlu jelas dari mana asam lemaknya.  Itu hanya dua contoh saja, perlu disadari bahwa jenis flavor ini jumlahnya ratusan, terbuat dari ribuan senyawa kimia sebagai bahan dasarnya, disamping pelarut, pengemulsi, enkapsulan, penstabil, dan aditif lainnya.




II. Bahan Pangan Khusus

1. Cuka

Tidaklah lengkap jika makan empek-empek tidak disertai dengan cuka, demikian juga makan bakso tanpa tambahan cuka.  Cuka adalah salah satu jenis pelengkap dalam pembuatan masakan dan makanan yang penggunaannya sangat luas, baik sebagai teman makanan diatas maupun sebagai bumbu pelengkap untuk jenis masakan dan makanan lainnya.
Mungkin sebagian dari kita tidak menyangka bahwa sebetulnya cuka sudah dikenal pada zaman Rasulullah saw yang dibuktikan dengan adanya hadis yang menyebutkan masalah cuka seperti hadis berikut: Dari Jabir Ibnu Abdullah ra katanya: "Pada suatu ketika aku sedang duduk di rumahku, tiba-tiba lewat Rasulullah saw, beliau memberi syarat kepadaku lalu aku berdiri menemui beliau. Beliau memegang tanganku (mengajakku pergi bersama beliau). Kami berjalan hingga sampai ke rumah salah seorang istri beliau. Beliau masuk dan menyilakanku pula masuk, karena itu aku masuk sampai ke ruangan dalam. Beliau bertanya kepada istrinya, "Adakah kamu sedia makanan?" Jawab mereka, "Ada!", maka dibawanya tiga buah roti lalu dihidangkannya ke hadapan Rasulullah saw. Beliau ambil sebuah lalu dipegangnya, kemudian diambilnya sebuah lagi lalu diletakkannya ke tanganku. Sesudah itu dipatahkan yang ketiga, separuhnya diambil oleh beliau dan separuhnya lagi diletakkannya ke tanganku. Kemudian beliau bertanya, "Tidak ada sambal?" Jawab mereka, "Tidak ada apa-apa selain cuka." Kata beliau, "Bawalah kemari! Sambal cuka juga enak!" (Hadis riwayat Muslim didalam buku Terjemahan Hadis Shahih Muslim terbitan Klang Book Centre).
Yang menarik perhatian adalah, bagaimana cuka pada zaman Rasulullah dibuat?  Pembuatan cuka pada zaman Rasulllah saw diperkirakan melibatkan proses fermentasi (suatu proses pengubahan suatu zat menjadi zat lain dengan melibatkan jasad renik atau mikroorganisme) dengan menggunakan starter (satu jenis atau satu kumpulan mikroorganisme) yang dibuat dengan memanfaatkan mikroorganisme yang ada di lingkungan sekitar. Bahan utama pembuatan cuka adalah bahan kaya gula, sedangkan fermentasi yang berlangsung adalah fermentasi alkohol (fermentasi yang hasil utamanya alkohol) dan fermentasi asetat (fermentasi yang hasil utamanya asam asetat, jenis senyawa asam yang paling banyak terdapat pada cuka) secara sinambung (kontinyu), maksudnya fermentasi alkohol dulu lalu dilanjutkan dengan fermentasi asetat secara bersambung.
Pada saat ini cuka atau disebut juga vinegar dibuat dari bahan kaya gula seperti buah anggur, apel, nira kelapa, malt; gula sendiri seperti sukrosa dan glukosa, dimana pembuatannya melibatkan proses fermentasi alkohol dan fermentasi asetat secara sinambung. Secara kimiawi perubahan utama yang terjadi adalah mula-mula gula diubah menjadi alkohol (etanol) kemudian alkohol ini diubah menjadi asam asetat, dan hal ini berlangsung secara sinambung (kontinyu). Jika cuka dibuat dari bahan-bahan yang disebutkan tersebut maka hasilnya biasanya disebut cuka atau vinegar saja. Sebagai
tambahan, malt vinegar adalah vinegar yang dibuat dari jus barley (sejenis biji-bijian).
Vinegar juga bisa dibuat dari minuman beralkohol (minuman keras) seperti cider dan wine dimana cider dan wine tersebut diubah menjadi vinegar secara fermentasi dengan menggunakan starter bakteri asetat (bakteri asetat adalah salah satu jenis mikroorganisme yang mampu mengubah alkohol menjadi asam asetat) dimana perubahan utama yang terjadi adalah pengubahan alkohol (etanol) menjadi asam asetat. Jika vinegar dibuat dari wine maka hasilnya adalah wine vinegar. Jika vinegar dibuat dari cider maka hasilnya disebut cider vinegar. Di pasaran, cider vinegar ini kadang disebut apple vinegar, padahal seharusnya dinamakan apple cider vinegar atau cider vinegar. Jenis jenis wine vinegar yaitu rice vinegar yang dibuat dari rice wine (wine yang dibuat dari beras); dan sherry vinegar yang dibuat dari sherry wine.
Wine vinegar biasanya digunakan dalam pembuatan saus-sausan seperti saus tomat.  Oleh karena itu, pada waktu membeli saus perhatian daftar ingrediennya, jika ada salah satu jenis wine vinegar maka jangan dibeli karena wine vinegar bisa masuk kedalam kategori tidak halal seperti akan dibahas dibawah ini.
Ada satu jenis vinegar lagi yang disebut dengan distilled vinegar, vinegar ini dibuat dengan cara fermentasi asetat menggunakan bahan dasar larutan encer "distilled alcohol" (etanol).
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa jika suatu bahan pangan mengandung etanol maka bahan pangan tersebut menjadi haram.  Pendapat ini lemah dan telah dibahas pada tulisan sebelumnya mengenai status kehalalan alkohol.  Disamping itu, jika pendapat itu benar maka semua jenis cuka akan masuk kedalam kategori haram mengingat dalam pembuatannya melibatkan pembentukan alkohol sehingga akan ada alkohol yang terisa setelah menjadi cuka, walaupun yang tersisa tentu hanya sedikit (dibawah 1%).  Yang lebih melemahkan pendapat tersebut adalah kenyataan bahwa Rasulullah makan cuka sehingga tidak mungkin cuka itu haram.  Masalahnya, cuka yang jenis mana yang halal dan mana yang haram, itulah yang perlu kita kaji seperti akan dibahas dibawah ini.
Jika cuka dibuat dari bahan-bahan halal seperti nira kelapa, gula, malt, maka insya Allah tidak bermasalah karena tidak ada yang mengkhawatirkan dalam proses pembuatan cuka, disamping cuka juga dikonsumsi oleh Rasulullah saw. Akan tetapi, jika cuka dibuat dari khamar (minuman keras) seperti wine dan cider yaitu wine vinegar, rice vinegar, cider vinegar dan sherry vinegar, maka tidak boleh digunakan oleh umat Islam. Hal ini didasarkan atas hadis berikut: Abu Daud telah meriwayatkan dari Anas bin Malik ra: Sesungguhnya Abu Thalhah telah bertanya kepada Nabi saw. Tentang anak-anak yatim yang menerima warisan khamar. Maka bersabdalah Nabi saw., "Tumpahkanlah dia." Abu Thalhah berkata, "Apakah tidak saya buat cuka saja?" Jawab beliau, "Tidak." (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid jilid 2, hal 348, terjemahan, diterbitkan oleh Asy-Syifa' Semarang).
Akan tetapi, menurut Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid, fuqaha telah sependapat bahwa apabila khamar berubah menjadi cuka dengan sendirinya, maka boleh dimakan. Fuqaha berselisih pendapat dalam hal khamar yang sengaja diubah menjadi cuka, dan disini terdapat tiga pendapat, yaitu pendapat yang mengharamkannya, pendapat yang memakruhkannya dan pendapat yang memubahkannya. Menurut penulis, disamping makna hadis diatas sudah jelas, juga harus dipertimbangkan hadis-hadis lain yang berkenaan dengan pemanfaatan khamar yang tidak boleh dimanfaatkan menjadi apapun, kecuali dibuang. Disamping itu, untuk mengubah minuman keras menjadi cuka, tetap saja tidak bisa dengan sendirinya, tanpa ada bantuan tangan manusia, yaitu khamar tersebut harus dikeluarkan dari wadahnya, dibiarkan dalam wadah terbuka dan dibiarkan pada suhu ruang, barulah khamar tadi bisa berubah menjadi cuka. Hal ini karena fermentasi asetat yang akan mengubah alkohol dalam minuman keras menjadi asam asetat adalah fermentasi aerobik (membutuhkan oksigen). Jika minuman keras tersebut tetap didalam botol yang tertutup saja maka kecil kemungkinannya akan berubah menjadi cuka. Dengan demikian, yang disebut berubah secara alami itu patut dipertanyakan definisinya. Oleh karena itu cenderung sependapat dengan para ulama yang tidak memperkenankan pemanfaatan khamar untuk dibuat cuka.
 Salah satu jenis minuman yang perlu diwaspadai adalah minuman cider seperti apple cider. Minuman cider masuk kedalam kedalam kelompok minuman beralkohol dengan kadar alkohol dapat mencapai 5.86%, dengan demikian minuman ini tidak boleh diminum oleh umat Islam. Di pasaran jenis minuman ini seringkali tidak dikenali dengan baik oleh konsumen karena seringkali dinamakan dengan minuman vinegar. Padahal, yang disebut apple vinegar (cuka apel) adalah vinegar dengan kadar asam asetat yang tinggi sehingga tidak dapat diminum, sama seperti cuka biasa yang kita kenal. Sayangnya cuka apel (apple vinegar) pun bisa dibuat dari apple cider (selain dari jus apel), sehingga jika ini yang terjadi (cuka apel dibuat dari cider apel) maka vinegar tersebut tidak dapat digunakan oleh umat Islam.
Pada saat ini banyak sekali beredar cuka apel yang dipercaya memiliki efek yang baik bagi kesehatan.  Akan tetapi sayangnya, cuka apel (apple vinegar) yang ada di pasaran ini tidak jelas asal usulnya.  Cuka apel insya Allah halal jika terbuat dari jus apel, tapi bisa menjadi tidak halal jika terbuat dari cider apel (apple cider).  Dengan demikian, sampai ada kejelasan asal usul cuka apel ini maka sebaiknya kita menghindari cuka apel yang tidak diketahui jelas bahan pembuatnya.

2. Tape

            Tape merupakan salah satu makanan terpopuler di Indonesia, banyak tersedia di mana mana, bahkan merupakan menjadi makanan favorit pada waktu lebaran di beberapa daerah.  Akan tetapi, banyak sekali pertanyaan di seputar kehalalan tape ini mengingat tape mengandung alkohol dan alkohol merupakan komponen yang paling banyak terdapat pada minuman keras, sedangkan minuman keras adalah salah satu bentuk khamar yang keharamannya jelas.  Dengan demikian, bagaimana dengan tape, apakah masuk kedalam kategori khamar?  Mari kita diskusikan masalah tape ini dari berbagai segi.
Mengenai khamar, dalam menetapkan hukumnya yang pertama dikemukakan adalah hukum syar'inya, sedangkan ilmiah atau empiris (seperti adanya alkohol atau kadar alkohol) hanya bersifat mendukung saja. Dalam menetapkan hukum pun tidak hanya diambil satu dua dalil saja akan tetapi harus dilihat keseluruhan dalil karena semua dalil tersebut bersifat saling menguatkan dan melengkapi.
Dalil yang pertama dalam masalah khamar berbunyi "setiap yang memabukkan adalah khamar (termasuk khamar) dan setiap khamar adalah diharamkan” (Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Abdullah bin Umar), selanjutnya dalil yang kedua berbunyi “khamar itu adalah sesuatu yang mengacaukan akal" (pidato Umar bin Khattab menurut riwayat Bukhari dan Muslim). Dalam memahami kedua dalil ini maka yang harus disadari adalah ini berlaku bagi segala sesuatu yang biasa dikonsumsi seperti minuman beralkohol (alcoholic beverages), ganja (dilinting dan dirokok), hasis, morfin (disuntikkan), bubuk narkoba (dihirup), dll. Untuk sesuatu yang tidak biasa dikonsumsi seperti alkohol dalam bentuk murninya dan pelarut pelarut organik lainnya (alkohol atau etanol adalah salah satu jenis pelarut organik) seharusnya tidak terkena hukum ini karena mereka tidak dikonsumsi.
Akan tetapi, masalahnya jika dalilnya hanya yang dua itu saja maka akan banyak timbul pertanyaan diantaranya kalau hanya sedikit saja bagaimana? Nah, untuk itu ada kaidah fiqih lainnya yang dasarnya adalah hadis yang berbunyi "jika banyaknya memabukkan maka sedikitnya juga haram".  Jadi, kalau dalam kondisi biasa dikonsumsi bersifat memabukkan maka sedikitnya pun haram. Ada pertanyaan lagi, kan banyak orang yang kalau pun minum satu gelas tidak akan mabuk? Jawabannya adalah kaidah fiqih lainnya yaitu "Islam mencegah segala sesuatu ke arah haram" atau "Islam selalu berusaha menutup lubang ke arah haram", dengan demikian maka yang dijadikan patokan adalah orang yang paling sensitif terhadap mabuk, bukan orang yang paling tahan. Ingat "la takrobu zinna", janganlah engkau mendekati zina, mendekati saja tidak boleh apalagi berbuat zina.  Dengan demikian, mencegah ke arah haram itu yang harus kita lakukan.
Masalahnya, ada hal-hal lain yang berpotensi untuk berubah menjadi minuman memabukkan, mungkin saja pada kondisi diharamkan tersebut tidak bersifat memabukkan, akan tetapi sesuai dengan prinsip Islam yang mencegah ke arah haram maka ditetapkanlah hukum yang menjaga ke arah haram tersebut.  Hal ini misalnya berlaku untuk jus, berdasarkan hadis maka jus buah (atau yang sejenis) yang disimpan pada suhu kamar dalam kondisi terbuka selama lebih dari dua hari termasuk kedalam khamar. Mengapa hal ini ditetapkan?, kelihatannya lagi-lagi tujuannya untuk mencegah terjadinya perdebatan di kemudian yang ternyata benar yaitu kalau batasannya hanya "mengacaukan akal" maka orang akan berdebat jus buah yang difermentasi alkohol selama 3 hari kan masih belum bersifat memabukkan?  Nah, dengan batasan dua hari itu maka dari sisi proses seharusnya sudah tidak perlu diperdebatkan lagi karena begitu melibatkan fermentasi alkohol jus buah lebih dari 2 hari, hasilnya adalah khamar.  Ada jenis fermentasi lain tetapi biasanya memerlukan kondisi khusus, jika spontan begitu saja dan terjadi pada jus buah maka kemungkinan besar itu adalah fermentasi alkohol.
Apa cukup dalil-dalil itu? Ternyata masih ada dalil lain, hal ini juga untuk memudahkan untuk mengenali khamar, dasarnya adalah hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw sewaktu berbuka puasa disodori jus yang sudah mengeluarkan gelembung (gas), ternyata Rasulullah saw menolaknya dan menyebutkan itulah minuman ahli neraka (khamar).  Dari sini bisa disimpulkan salah satu ciri khamar yang dibuat dari jus buah atau yang sejenisnya adalah adanya gas yang keluar dari jus tersebut (bukan gas karbondioksida atau CO2 yang sengaja ditambahkan seperti pada minuman berkarbonasi/carbonated beverages) yang berarti telah terjadi fermentasi alkohol dan telah mencapai batas memabukkan berdasarkan batasan proses dan ciri-ciri produk.
Nah, masih ada lagi pertanyaan lain, jika begitu kalau kadar alkoholnya hanya 1 persen seperti pada minuman shandy, apakah halal? Lagi-lagi hukum syar'i disini yang lebih kena untuk menjawab pertanyaan tersebut, akan tetapi untuk menerapkannya harus tahu dulu bagaimana proses pembuatan minuman shandy tersebut. Ternyata minuman shandy dapat terbuat dari bir ditambah air, flavor dan karbon dioksida. Bir jelas haramnya karena termasuk kedalam kelompok minuman beralkohol (alcoholic beverages), hal ini ditetapkan atas dasar kesepakatan yang merujuk pada dalil-dalil yang telah disebutkan diatas. Karena minuman shandy dibuat dari bir maka hukumnya haram berdasarkan kaidah fiqih "apabila bercampur antara yang halal dengan yang haram maka akan dimenangkan yang haram", jadi suatu makanan atau minuman jika tercampur atau dibuat dengan barang yang haram maka berapapun campurannya atau berapapun sisanya maka makanan dan minuman tersebut hukumnya tetap haram.  Hal ini berlaku karena dalam pembuatan makanan pencampuran tersebut bisa berlangsung merata ke seluruh bagian makanan.
Bagaimana dengan tape? Coba kita kaji dengan dalil-dalil yang telah dijelaskan diatas:

1. Apakah tape yang baru jadi (masih segar) bersifat memabukkan? Belum ada yang melaporkan bahwa tape yang baru jadi ini memabukkan.

2. Apakah tape dibuat dari jus yang diperam lebih dari dua hari? Memang bukan dibuat dari jus, akan tetapi begitu tape (khususnya tape ketan, tidak berlaku bagi peuyeum bandung yang selalu keras) disimpan pada suhu ruang maka akan terbentuk jus yang bisa dianalogikan dengan jus buah-buahan yang tidak boleh diperam lebih dari dua hari, dengan demikian tape ketan juga sama, tidak boleh disimpan pada suhu ruang lebih dari dua hari (dihitung dari mulai jadi tape) karena pada hari ketiga sudah bisa digolongkan
kedalam khamar.

3. Apakah terbentuk gelembung? Jika tape ketan disimpan lebih dari dua hari biasanya terbentuk cairan yang mengeluarkan gelembung dan busa.  Ini merupakan tanda bahwa tape tersebut sudah tidak boleh dikonsumsi lagi karena bisa dianalogikan dengan jus yang ditolak oleh Rasulullah saw karena sudah terlihat adanya gelembung.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tape ketan tidak boleh disimpan pada suhu ruang lebih dari 2 hari karena lebih dari itu bisa dimasukkan kedalam kategori khamar.  Akan tetapi, bagaimana dengan kadar alkoholnya?  Baru-baru ini ada hasil penelitian mengenai tape ketan yang dilaporkan di jurnal ilmiah International Journal of Food Sciences and Nutrition volume 52 halaman 347 – 357 pada tahun 2001.  Pembuatan tape ketan dilakukan di lab mengikuti cara tradisional, tapi terkontrol dimana 200 g beras ketan dicuci, direndam selama 2 jam, dikukus 10 menit.  Beras ketan lalu dibasahi dengan air dengan cara merendamnya sebentar dalam air, dikukus lagi 10 menit, didinginkan, lalu diinokulasi (ditaburi) dengan 2 g starter (ragi tape merek Tebu dan NKL), dimasukkan kedalam cawan petri steril, lalu difermentasi pada suhu 30 derajat Celsius selama 60 jam. Berikut adalah kadar etanol yang diperoleh  berdasarkan pengukuran dengan menggunakan kit yang diperoleh dari Boehringer Mannheim: kadar etanol (%) pada 0 jam fermentasi tidak terdeteksi, setelah 5 jam fermentasi kadar alkoholnya 0.165%, setelah 15 jam 0.391%, setelah 24 jam 1.762%, setelah 36 jam 2.754%, setelah 48 jam 2.707% dan setelah 60 jam 3.380%.  Dari data tersebut terlihat bahwa setelah fermentasi 1 hari saja kadar alkohol tape telah mencapai 1.76%, sedangkan setelah 2.5 hari (60 jam) kadarnya menjadi 3.3%, bisa dibayangkan jika dibiarkan terus beberapa hari, bisa mencapai berapa %? (memang tidak akan naik terus secara linear, akan mencapai kadar maksimum pada suatu saat).  Padahal, komisi fatwa MUI telah berijtihad dan menetapkan bahwa minuman keras (khamar) adalah minuman yang mengandung alkohol 1% atau lebih, sedangkan tape ketan yang dibuat dengan fermentasi 1 hari saja kadar alkoholnya telah lebih dari 1%.  Jika batas kadar alkohol yang diterapkan pada minuman ini diterapkan pada tape maka jelas tape ketan tidak boleh dimakan karena kadar alkoholnya lebih dari 1%.  Tentu saja nanti akan ada yang mempertanyakan, bukankah tape itu makanan padat sedangkan minuman keras itu suatu cairan sehingga tidak sama antara makanan padat dan minuman.  Pertanyaan ini sah sah saja, akan tetapi jika digabungkan antara kaidah kaidah yang berlaku pada khamar terhadap tape dan fakta kadar alkohol tape ketan maka tetap saja tape ketan ini rawan dari segi kehalalannya.
Walaupun demikian, perlu diketahui bahwa belum ada fatwa mengenai tape ini. Oleh karena itu pilihan ada di tangan masing-masing, mana pendapat yang akan diikuti. Apabila ingin menjaga dari hal-hal yang meragukan maka menghindari makanan yang meragukan (syubhat) adalah yang utama.
Jadi, yang dipermasalahkan disini khususnya adalah tape ketan, kalau peuyeum Bandung insya Allah tidak bermasalah karena selalu keras. Tape singkong (peuyeum) akan lebih banyak kandungan alkoholnya bila dibuat dengan cara ditumpuk, dengan cara ini kondisi lebih bersifat anaerobik; jadi sesuai dengan fenomena "Pasteur Effect" maka produksi alkohol menjadi lebih banyak. Bila dibuat dengan cara digantung seperti yang terjadi pada peuyeum Bandung, maka cenderung lebih manis, karena lebih aerobik. Pada kondisi yang lebih aerobik ini, yeast (ragi) cenderung lebih banyak menghasilkan amilase dan atau amiloglukosidase, dua enzim yang bertanggung jawab dalam penguraian karbohidrat menjadi glukosa dan atau maltosa. Oleh sebab itu relatif lebih aman membeli tape gantung atau peuyeum Bandung.  Akan tetapi, untuk jenis tape singkong lainnya ya perlu hati-hati, khususnya kalau sudah berair, itu sudah meragukan karena mungkin sudah mengandung alkohol yang relatif tinggi.  Menghindari tape singkong yang sudah berair adalah yang sebaiknya.

3. Daging Organik (Organic Meat)

            Akhir-akhir ini konsumen semakin memperhatikan bahan pangan yang dimakannya akibat semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya makanan dalam menjaga kesehatan tubuh.  Baru-baru ini konsumen mulai mempertanyakan daging yang dikonsumsinya, bukan hanya dari segi kehalalannya bagi konsumen muslim, akan tetapi dari segi kesehatannya mengingat wabah penyakit sapi gila (mad cow disease) yang dapat bersifat mematikan sudah menjalar kemana-mana.  Di Eropa pemeriksaan daging impor menjadi ekstra ketat karena dikhawatirkan terjadinya penyebaran wabah penyakit ini.  Penyakit ini mula-mula diributkan di Inggris, kemudian sekarang Jerman mulai pula menemukan penyakit ini.  Di Amerika, orang mulai mengkhawatirkan wabah penyakit ini dan mulai mempertanyakan apakah pemberian makanan ternak yang selama ini dilakukan ternyata dapat menimbulkan masalah.  Di Indonesia, akibat terlalu banyak masalah yang sedang dihadapi maka permasalahan seperti ini masih kurang mendapat perhatian, walaupun pemerintah sudah berusaha agar daging sapi yang mengandung penyakit sapi gila tidak masuk ke Indonesia.  Walaupun demikian, sebagai konsumen kita berhak tahu apa penyebab timbulnya penyakit ini dan bagaimana cara mencegahnya.  Selain itu, perlu pula mengetahui apa itu organic meat yang dipromosikan dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit sapi gila ini.

Apa itu organic meat?

            Istilah organic meat muncul seiring dengan munculnya istilah organic food (makanan organik).  Yang dimaksud dengan organic food adalah bahan pangan nabati dimana tanaman yang menghasilkannya ditumbuhkan dengan menggunakan pupuk organik dan tidak menggunakan pestisida kimia selama penanamannya.  Pada waktu istilah organik ini diterapkan pada daging maka yang dimaksud dengan daging organik (organic meat) adalah daging yang diperoleh dari hewan ternak yang dipelihara dengan memberi ransum makanan (pakan) yang berasal dari sumber-sumber nabati seperti rumput-rumputan, biji-bijian dan kacang-kacangan.  Disamping itu, selama pemeliharaan hewan, tidak menggunakan hormon-hormon pertumbuhan yang dapat mempercepat pertumbuhan seperti porcine somatotropin (berasal dari babi).  Pada dasarnya untuk menghasilkan daging organik tidak diperkenankan memberi bahan-bahan kimia buatan pada waktu pemeliharaan dan pembesaran hewan ternak, makanan hewan ternak hanya berasal dari yang nabati.

Mengapa organic meat?

            Praktek pemberian makan hewan ternak yang selama ini dilakukan di beberapa negara maju pada saat ini dipertanyakan mengingat akibat yang ditanggung.  Akibat semakin mahalnya bahan-bahan nabati seperti biji-bijian dan semakin sempitnya padang penggembalaan serta menginginkan pertumbuhan hewan yang cepat maka hewan-hewan ternak besar diberi ransum makanan protein hewani yang berasal dari bangkai hewan.  Bangkai ini bisa terdiri dari berbagai jenis bangkai hewan seperti ayam, sapi, kambing, babi, dll, bahkan pernah di Amerika beberapa waktu yang lalu menggunakan bangkai anjing dan kucing yang sekarang sudah dilarang.  Munculnya penyakit sapi gila ditengarai akibat hewan-hewan ternak diberi makan bangkai binatang ini.  Itulah sebabnya konsumen sekarang menuntut agar hewan ternak tidak diberi makan bangkai atau sumber protein hewani, hanya diberi makanan nabati saja sehingga muncullah istilah organic meat tadi, disamping tuntutan agar selama pembesaran ternak tidak digunakan hormon apapun atau bahan kimia buatan apapun.  Dengan demikian diharapkan organic meat lebih sehat dari daging yang diperoleh dari hewan yang diberi pakan protein hewani dari bangkai dan menggunakan hormon selama pertumbuhannya.

Status kehalalan organic meat

            Sepanjang organic meat diperoleh dari hewan ternak halal (sapi, kambing, ayam, dll) yang disembelih secara Islami (mengikuti kaidah hukum Islam) maka organic meat jelas halal bagi umat Islam.  Akan tetapi yang menjadi masalah justru daging yang diperoleh dari hewan ternak halal yang selama pertumbuhannya diberi makan bangkai.  Sampai saat ini di Indonesia belum banyak yang mengkaji hal ini (termasuk menetapkan hukumnya secara pasti), akan tetapi banyak muslim Amerika sudah mulai menolak daging hewan ternak halal yang walaupun disembelih secara Islami akan tetapi pada waktu pertumbuhannya diberi makan bangkai.  Mereka lebih memilih organic meat yang halal, bukan sembarang daging.  Pada saat ini di hampir di seluruh negara di dunia masalah ini belum diperhatikan benar, pokoknya asal berasal dari hewan halal dan disembelih secara halal maka dagingnya halal.  Penulis setuju jika pemberian pakan selama pemeliharaan hewan halal ini dipertimbangkan, bukan hanya karena alasan kesehatan (menghindari terjangkitnya penyakit sapi gila), tapi juga dari segi hukum Islam patut dipertanyakan kehalalannya, apalagi jika dipertimbangkan bahwa jika sesuatu tidak thoyyib maka bisa masuk kedalam kategori tidak halal.
            Dalam hukum Islam dikenal apa yang disebut dengan hewan jallalah.  Hewan jallalah adalah hewan ternak (sapi, kambing, unta, ayam, dll) yang mengkonsumsi kotoran.  Selama hewan ternak tersebut mengkonsumsi kotoran maka disebut jallalah.  Jallalah haram dimakan, ditunggangi, bahkan susu yang diperah dari hewan jallalah pun haram diminum.  Status jallalah menjadi hilang manakala hewan tersebut dijauhkan dari mengkonsumsi kotoran dan diberi makanan yang bersih dari kotoran sampai pengaruh makanan kotoran tersebut hilang, dengan demikian statusnya menjadi hewan halal, jika disembelih secara Islami maka dagingnya halal.  Interpretasi mengenai istilah kotoran bisa bermacam-macam, bisa kotoran berarti feses, bisa juga secara qias bangkai (kecuali bangkai ikan dan belalang) atau darah masuk kedalam kategori kotoran.  Jika hewan diberi pakan bangkai selain bangkai ikan dan belalang atau darah secara terus menerus, tidakkah hewan tersebut masuk kategori jallalah?, dengan demikian hewan tersebut menjadi haram dimakan walaupun disembelih secara Islami.  Hal ini tentu saja bukan kewenangan penulis untuk menetapkannya, akan tetapi menjadi PR bagi para ahli fiqih atau para ulama yang ada di MUI.  Walaupun demikian, mengingat bukti-bukti yang ada, penulis menganjurkan agar konsumen lebih memilih organic meat yang halal karena lebih sehat dan kehalalannya tidak diragukan sepanjang disembelih secara Islami.

4. Susu Fermentasi

Di pasaran Indonesia produk fermentasi susu yang sudah dikenal dengan baik adalah yoghurt dan yakult, sedangkan produk fermentasi lain seperti kefir dan koumiss belum banyak dikenal.  Alasan mengapa tidak banyak kefir dan koumiss beredar disini boleh jadi karena masalah kehalalan kefir dan koumiss seperti akan dijelaskan dalam artikel ini.  Yoghurt, khususnya yang telah diolah lebih lanjut disamping memiliki flavor (aroma dan rasa) yang disukai ternyata juga memiliki dampak kesehatan yang baik.  Bahkan, bioyoghurt, salah satu contohnya yakult, dipercaya mampu mengatasi diare disamping khasiat khasiat lainnya seperti meningkatkan imunitas tubuh terhadap penyakit, menyeimbangkan populasi mikroflora yang ada didalam saluran pencernaan, dll. 
Secara sederhana fermentasi didefinisikan sebagai proses menghasilkan suatu produk dengan memanfaatkan jasa mikroorganisma (sering disebut juga dengan mikroba).  Telah diakui bahwa fermentasi merupakan metode tertua pengolahan susu yang mampu memperpanjang masa simpan susu.  Kapan praktek fermentasi susu ini dimulai sulit ditentukan akan tetapi dipercaya sudah dimulai sekitar 10 – 15 ribu tahun yang lalu dimana pada saat itu manusia mulai berubah kegiatannya dari pengumpul makanan menjadi produsen makanan.  Besar kemungkinan yoghurt pertama kali dikenal di Timur Tengah.  Bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa bangsa bangsa seperti Sumaria, Babilonia dan Indian telah mengenal dengan baik proses pembuatan yoghurt.
Pada intinya pembuatan susu fermentasi melibatkan mikroba.  Berdasarkan jenis mikroba yang digunakan dalam pembuatan susu fermentasi maka susu fermentasi dikelompokkan menjadi tiga golongan besar yaitu: 1) yang dibuat dengan menggunakan khamir dan bakteri asam laktat, contohnya kefir dan koumiss; 2) yang dibuat dengan menggunakan bakteri asam laktat, dan 3) yang dibuat dengan menggunakan kapang dan bakteri asam laktat, contohnya villi.  Susu fermentasi yang dibuat dengan menggunakan bakteri asam laktat dibagi lagi menjadi tiga golongan yaitu yang dibuat dengan menggunakan bakteri asam laktat yang mesofilik (tumbuh optimum pada suhu 25-35oC), contohnya cultured buttermilk, buttermilk; yang dibuat dengan menggunakan bakteri asam laktat yang termofilik (tumbuh optimum pada suhu diatas 50oC dengan kisaran suhu pertumbuhan 30-80oC), contohnya yoghurt, labneh; yang dibuat dengan bakteri asam laktat yang memiliki khasiat kesehatan, contohnya yakult dan bioyoghurt lainnya.

Proses pembuatan yoghurt

            Bahan utama pembuatan yoghurt adalah susu segar, sedangkan untuk tujuan tertentu dapat pula dibuat dari susu rekonstitusi (susu yang dibuat dengan mencampurkan air, tepung susu skim dan lemak/minyak baik lemak susu ataupun minyak nabati).  Secara umum pembuatan yoghurt melibatkan tahap tahap berikut:
1.      Penyesuaian komposisi susu, khususnya penyesuaian kadar total padatan dimana yang diinginkan adalah sekitar 14-16 gram per 100 gram.  Tujuan penyesuaian kadar total padatan adalah agar dihasilkan yoghurt dengan kekentalan yang sesuai dan konsistensi/tekstur yang disukai.
2.      Pemanasan susu, dengan menggunakan berbagai metode sehingga susu dapat dipanaskan pada suhu relatif tinggi selama 5-30 menit.  Tujuan pemanasan ini adalah untuk pasteurisasi (membunuh mikroba patogen/mikroba berbahaya) dan menurunkan jumlah mikroba agar starter (pada pembuatan tape dibutuhkan ragi, ragi inilah yang disebut dengan starter yang isinya adalah mikroba yang diinginkan tumbuh) yang ditambahkan dapat tumbuh dengan baik.
3.      Penambahan starter kedalam susu dimana mikroba yang dominan adalah Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus dan Streptococcus thermophilus.
4.      Inkubasi susu yang telah diinokulasi (ditambah) dengan starter pada suatu wadah besar atau wadah wadah dengan ukuran yang disesuaikan dengan porsi pada waktu yoghurt ini dipasarkan.  Kondisi inkubasi diatur, khususnya suhu dan waktu agar mikroba yang diinginkan dapat tumbuh dengan baik sehingga dihasilkan koagulum (susu yang menggumpal) yang lembut dan cukup kental serta flavor (aroma dan rasa) yang disukai.
5.      Pendinginan dan, jika diinginkan, penambahan buah-buahan dan ingredien lain, pasteurisasi atau pemekatan.
6.      Pengkemasan (menempatkan yoghurt pada kemasan yang sesuai) untuk didistribusikan kepada konsumen dimana selama distribusi yoghurt disimpan pada suhu rendah.
Di Indonesia kebanyakan yoghurt dibuat dari susu sapi, akan tetapi di belahan dunia lain yoghurt dapat dibuat dari susu kambing (terkenal di Yunani), susu kerbau, susu onta, dll.  Ada perbedaan flavor yang diperoleh dengan menggunakan asal susu yang berbeda.  Susu kambing dan kerbau lebih banyak mengandung lemak sehingga yoghurt yang dihasilkan akan terasa lebih rich, creamy dan mouthfeel yang baik (terasa lebih enak karena adanya lemak yang lebih banyak).
Untuk menghasilkan yoghurt dengan kekentalan yang cukup dan konsistensi/tekstur yang baik maka total padatan susu harus sesuai.  Hal ini secara tradisional dicapai dengan mendidihkan susu sampai volume susu menysut menjadi dua pertiga dari semula.  Sekarang, untuk mencapai total padatan susu yang diinginkan biasanya dicapai dengan penambahan tepung susu (skim atau full cream), tepung susu mentega (buttermilk powder), whey, konsentrat whey, atau kasein (kasein asam, kasein rennet, garam kaseinat dan kasein hidrolisat).  Cara-cara moderen untuk menaikkan total padatan susu biasanya dilakukan dengan evaporasi vakum (penguapan dengan menggunakan tekanan vakum) atau filtrasi membran (pemisahan cairan dengan menggunakan membran).  Dari bahan bahan yang biasa ditambahkan untuk meningkatkan total padatan yang diragukan kehalalannya (syubhat) adalah whey, konsentrat whey dan kasein.  Whey, konsentrat whey dan kasein dapat diperoleh dari susu dengan menggunakan enzim yang bisa berasal dari hewan (babi, sapi atau kambing), tapi bisa juga tidak bermasalah karena tidak menggunakan enzim dari hewan, itu sebabnya maka statusnya syubhat.
Penstabil (stabiliser) sering ditambahkan kedalam yoghurt dengan maksud untuk mempertahankan karakteristik yoghurt yang disukai, khususnya tekstur, konsistensi/viskositas (sebagai pengental), penampakan dan mouthfeel (rasa enak yang berkaitan dengan adanya lemak).  Jenis jenis penstabil yang biasa digunakan diantaranya adalah yang berasal dari tanaman seperti berbagai jenis gum, pektin; dari rumput laut seperti alginat, karagenan; dari hewan seperti gelatin dan kasein; hasil modifikasi kimia seperti turunan selulosa (salah satunya CMC, carboxymethyl cellulose); dan hasil fermentasi seperti dekstran dan gum xanthan.  Yang berstatus syubhat adalah gelatin, kasein, dekstran dan gum xanthan.  Gelatin bisa berasal dari babi, sapi atau ikan.  Kehalalan dekstran dan gum xanthan tergantung pada media yang digunakan pada waktu fermentasi untuk menghasilkan kedua bahan aditif tersebut.
Bahan bahan aditif dan ingredien lain yang sering ditambahkan kedalam yoghurt adalah pemanis, pengawet, perisa (flavourings), buah, dan pewarna.  Penambahan ini tergantung kepada jenis yoghurt yang akan dihasilkan.  Jenis yoghurt sendiri yang umum ada di pasaran Indonesia ada 3 jenis yaitu plain yoghurt (yoghurt tanpa ada tambahan buah atau perisa), flavoured yoghurt (yoghurt yang ditambah buah atau perisa) dan minuman yoghurt (drnking yoghurt) yaitu yoghurt yang diencerkan dengan air dan biasanya ditambah perisa, contohnya adalah minuman calpico.  Pemanis, buah, pewarna dan perisa sering ditambahkan pada flavoured yoghurt, sedangkan pemanis, pewarna, pengemulsi dan perisa sering ditambahkan pada minuman yoghurt.
Dari segi kehalalan aditif yang patut diwaspadai adalah pemanis, perisa dan pengemulsi.  Diantara pemanis yang biasa digunakan, pemanis yang dibuat dengan cara hidrolisis pati (glukosa, fruktosa, atau sirupnya yaitu sirup glukosa, sirup fruktosa) bisa masuk kedalam kategori syubhat mengingat dalam pembuatannya ada yang menggunakan enzim alfa-amilase yang bisa berasal dari hewan.  Hampir semua perisa berstatus syubhat (pernah dibahas pada Ummi beberapa edisi yang lalu).  Pengemulsi juga masuk kedalam kategori syubhat mengingat pengemulsi dapat dibuat dari bahan yang berasal dari nabati atau hewani.
Penggunaan starter dalam pembuatan yoghurt menambah daftar bahan yang perlu diwaspadai kehalalannya karena starter ditumbuhkan dalam suatu media dimana media yang digunakan berpotensi untuk tidak halal.  Beberapa bahan media yang biasa digunakan dalam pembuatan starter yoghurt yang berpotensi untuk tidak halal yaitu whey dan hidrolisat protein (bisa berasal dari hewan atau berasal dari nabati yang dihidrolisa dengan menggunakan enzim yang berasal dari hewan seperti kasus MSG Ajinomoto beberapa waktu yang lalu).
            Dari informasi mengenai bahan bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan yoghurt lagi-lagi kita harus waspada karena yoghurt yang ada di pasaran bisa tidak halal, oleh karena itu perhatikan adanya label halal yang menunjukkan bahwa yoghurt tersebut telah diperiksa kehalalannya dan tidak bermasalah.  Jika tidak ada label halalnya maka harus dihindari.

Kefir

            Kefir berasal dari daerah pegunungan kaukasia yang dingin.  Bahan utama pembuatan kefir adalah susu segar.  Starter yang digunakan dalam pembuatan kefir biasanya dalam bentuk butiran berwarna putih yang berisi kasein dan berbagai mikroba yaitu bakteri asam laktat (yang penting adalah Leuconostoc, Lactobacillus dan Streptococcus) dan khamir (yeast) dari jenis Torula dan Saccharomyces.  Karena menggunakan khamir dalam pembuatan kefir dan susu mengandung gula maka kefir mengandung alkohol (etanol) sebanyak 0.5 sampai dengan 1.5 persen.  Dalam hal ini khamir akan mengubah gula menjadi utamanya alkohol disamping senyawa aroma.  Oleh karena bisa mengandung alkohol lebih dari 1% maka kefir harus kita hindari karena jika kadar alkoholnya lebih besar atau sama dengan 1% suatu minuman masuk kedalam kategori minuman keras (berdasarkan hasil ijtihad Komisi Fatwa MUI).

Koumiss

            Koumiss serupa dengan kefir yaitu suatu minuman susu asam beralkohol.  Pada awalnya koumiss dibuat dari susu kuda dan digunakan untuk mengobati penyakit tuberkulosis.  Sekarang karena susu kuda sudah langka maka koumiss dibuat dari campuran susu sapi dan susu kuda atau dari susu sapi saja.
            Seperti halnya starter yang digunakan untuk pembuatan kefir, starter untuk pembuatan koumiss juga campuran bakteri asam laktat dan khamir, yang penting adalah Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus dan khamir Torula.  Seperti kefir, koumiss juga mengandung alkohol, bahkan kadarnya bisa mencapai 2.5%, oleh karena itu koumiss tidak dapat dikonsumsi oleh umat Islam.

5. Keju

             Keju sudah dikenal lama.  Indikasi tertua tentang pembuatan keju ditemukan pada lukisan yang ada di gua yang dibuat pada tahun 5000 sebelum masehi.  Diperkirakan awal mula pembuatan keju ditemukan secara tidak sengaja dimana pada saat itu para nomaden (suku yang suka berpindah pindah) yang sedang melakukan perjalanan di musim panas menyimpan susu pada kantong kulit yang terbuat dari perut hewan ruminansia (hewan yang makan rumput-rumputan).  Tanpa disadari ternyata susu yang dibawa tersebut menggumpal dan berubah menjadi produk yang kita kenal sebagai keju sekarang ini.
            Keju sangat populer di Amerika dan Eropa dimana 80% konsumsi keju dunia ada di kedua daerah ini.  Akan tetapi pada saat ini terdapat perkembangan kenaikan konsumsi keju di Jepang, Amerika Selatan dan Asia Tenggara.  Di Indonesia, walaupun keju tidak terlalu populer, akan tetapi keju digunakan pada cukup banyak produk seperti roti-rotian, kueh-kuehan, dll, bahkan makanan asal Itali yang banyak menggunakan keju seperti pizza dan spageti juga sudah populer disini.  Oleh karena itu bagi konsumen muslim perlu mengetahui bagaimana keju dibuat, apa hasil samping pembuatan keju dan dimana titik kritis kehalalannya.

Cara Pembuatan Keju

            Bahan utama untuk membuat keju adalah susu, paling banyak susu sapi, setelah itu susu kambing sebagai kedua terbanyak.  Jenis keju sangat banyak sekali bisa mencapai puluhan, bahkan mungkin ratusan, oleh karena itu cara pembuatannya sangat bervariasi sekali.  Walaupun demikian, pada dasarnya keju dibuat melalui  5 tahap yaitu: 1) persiapan susu, 2) koagulasi atau penggumpalan susu dengan menggunakan enzim atau asam yang akan menghasilkan curd (bagian susu yang terkoagulasi atau tergumpalkan) dan whey (bagian susu yang dalam bentuk cairan setelah curd terbentuk dan dipisahkan), 3) pemisahan whey untuk mendapatkan curd, 4) pengolahan curd dan 5) pematangan keju.
            Pada tahap persiapan susu dilakukan penjernihan susu agar diperoleh susu yang bebas dari kotoran, standarisasi komposisi susu, dan pasteurisasi (pemanasan pada suhu dan waktu tertentu) untuk membunuh bakteri patogen (kuman yang dapat menyebabkan penyakit) dan sebagian bakteri yang dapat merusak susu.
            Tahap koagulasi atau penggumpalan susu adalah tahap yang kritis dari segi kehalalan keju.  Hal ini karena untuk menggumpalkan susu diperlukan bahan yang bisa membuat keju menjadi tidak halal seperti akan dijelaskan berikut ini.  Pada dasarnya ada tiga metoda yang biasa dilakukan pada tahap koagulasi susu ini.  Metoda pertama, metoda yang paling banyak digunakan dalam pembuatan berbagai jenis keju, yaitu dengan menggunakan enzim (enzim adalah suatu protein yang mempunyai kemampuan mempercepat reaksi biologis) yang mampu menggumpalkan susu (disebut juga sebagai koagulan).  Koagulan yang pertama-tama digunakan adalah yang berasal dari perut sapi muda (anak sapi) yang disebut dengan rennet.  Pada saat ini rennet diperoleh dari bukan hanya perut sapi muda akan tetapi juga perut sapi dewasa, anak kambing, kambing dewasa, domba dan babi.  Disamping itu, koagulan juga ada yang berasal dari mikroorganisma, tumbuh-tumbuhan dan hasil fermentasi GMO (Genetically-Modified Organism, mikroorganisma yang telah diubah genetiknya).  Sebagai tambahan, pada prakteknya penggunaan koagulan rennet ini biasanya dilakukan bersama-sama dengan penambahan bakteri asam laktat yang digunakan pada metode kedua.  Penambahan bakteri asam laktat ini ditujukan bukan hanya untuk menghasilkan asam yang akan memudahkan proses penggumpalan susu akan tetapi juga dimaksudkan untuk menghasilkan flavor (citarasa) tertentu.
            Dari segi kehalalan, penggunaan koagulan yang berasal dari hewan jelas rawan menghasilkan keju yang tidak halal karena disamping bisa berasal dari babi juga bisa berasal dari sapi atau kambing yang tidak disembelih secara Islami (sebagian besar koagulan diproduksi oleh negara maju non muslim).  Hal ini karena koagulan dari hewan ini disamping bisa tidak halal juga bercampur dengan keju yang dihasilkan.  Oleh karena itu yang relatif aman adalah jika koagulannya berasal dari tumbuh-tumbuhan, mikroorganisma atau hasil fermentasi GMO dimana pada fermentasinya digunakan media (tempat pertumbuhan dan sumber makanan mikroorganisma) yang halal.  Sayang sekali, pada saat ini yang paling banyak digunakan adalah koagulan yang berasal dari hewan, akan tetapi seiring dengan permintaan, koagulan yang berasal dari mikroorganisma meningkat penggunaannya.  Di pasaran, khususnya di luar negeri, keju yang dibuat dengan menggunakan koagulan yang berasal dari mikroorganisma (dalam bahasa Inggris disebut microbial rennet) dapat dikenali dengan membaca informasi di kemasan keju tersebut, di daftar ingredien akan disebutkan microbial rennet.  Informasi ini diperlukan bagi mereka yang menghindari koagulan yang berasal dari hewan yaitu kalangan vegetarian dan muslim.
            Metoda kedua yang digunakan untuk menggumpalkan susu yaitu dengan menggunakan asam yang dapat dihasilkan oleh bakteri asam laktat yang ditambahkan kedalam susu, atau dengan menggunakan asam organik seperti asam sitrat, asam asetat, asam tartarat atau whey yang telah diasamkan.  Metoda kedua ini diterapkan dalam produksi keju Cottage dan keju Cream.  Bakteri asam laktat mula-mula ditumbuhkan dulu dalam suatu media (tempat pertumbuhan dan sumber makanan mikroorganisma), dipekatkan, dibekukan atau dikeringbekukan, kemudian bakteri yang masih mengandung media inilah yang akhirnya dicampurkan kedalam susu.  Dari segi kehalalan perlu dicermati media yang digunakan karena biasanya terdiri dari komponen susu dan nutrien lain seperti ekstrak khamir (yeast extract), mineral dan vitamin.  Komponen susu yang perlu dicermati adalah whey karena bisa tidak halal seperti akan dijelaskan kemudian.  Ekstrak khamir bisa tidak halal jika diperoleh sebagai hasil samping industri bir, atau jika untuk memproduksinya menggunakan media yang mengandung bahan yang tidak halal.
            Metode ketiga yang digunakan untuk menggumpalkan susu yaitu dengan menggunakan asam dan pemanasan yang tinggi.  Metoda ini diterapkan misalnya dalam pembuatan keju Ricota dan Queso blanco.
            Setelah tahap koagulasi dimana akan dihasilkan curd maka tahap selanjutnya adalah pemisahan curd dengan cairan yang disebut dengan whey.  Ada beberapa cara yang dilakukan untuk pemisahan curd ini yaitu menempatkan curd pada kain lalu whey dibiarkan menetes keluar dari kain atau memasukkan curd kedalam suatu cetakan dan whey keluar dari cetakan.  Untuk mengeluarkan whey dari kain atau cetakan dapat digunakan tekanan.  Banyaknya pengeluaran whey dari curd disesuaikan dengan jenis keju yang akan dibuat, sebagai contoh untuk pembuatan keju lunak maka pengeluaran whey tidak sebanyak pada pembuatan keju keras.  Cara lain untuk mengeluarkan whey yaitu dengan cara memotong-motong curd yang masih ada didalam tangki penggumpalan terlebih dahulu, dilakukan pengadukan (sering dibarengi dengan pemanasan sampai suhu sedang), baru curd dipindahkan kedalam cetakan dan whey dikeluarkan lebih lanjut dengan menggunakan tekanan.
            Tahap pengolahan curd dilakukan tergantung pada jenis keju yang akan dihasilkan.  Pada tahap ini dapat dilakukan penambahan garam atau perendaman dalam larutan garam; penambahan kapang (jamur) seperti pada pembuatan keju Camembert/Brie; pengepresan (untuk menghasilkan keju Gouda dan Edam); pemanasan, pengadonan dan penarikan (stretching) seperti pada pembuatan keju pasta filata (keju pizza atau Mozarella), dll.
            Tahap terakhir pada pembuatan keju yaitu tahap pematangan.  Tahap ini tidak dilakukan untuk beberapa jenis keju seperti keju pasta filata (Mozarella), cottage dan cream.  Untuk kebanyakan jenis-jenis keju lainnya tahap pematangan dilakukan dimana pada tahap ini keju disimpan pada suhu rendah dan kelembaban tinggi dengan kisaran waktu pemeraman dari mulai 1-2 minggu sampai 8 bulan, tergantung jenis keju yang diproduksi.  Pada intinya pemeraman dimaksudkan untuk menumbuhkan mikroorganisma yang diinginkan dan menghambat yang tidak diinginkan.  Hal ini berkaitan dengan pembentukan flavor (citarasa) yang diinginkan disamping juga tekstur (kekerasan) yang sesuai.
            Pada pembuatan keju juga sering ditambahkan enzim selama pembuatannya dengan maksud untuk menghasilkan flavor yang disukai.  Enzim yang ditambahkan kebanyakan proteinase (enzim yang memecah protein) dan kadang-kadang lipase (enzim yang memecah lemak).  Kedua jenis enzim ini dapat berasal dari hewan selain dapat diperoleh juga dari mikroorganisma.  Dengan demikian, penambahan enzim ini menambah titik kritis kehalalan keju.


Keju Olahan (Processed Cheese)

            Yang dimaksud dengan keju olahan adalah keju yang diolah lebih lanjut dengan menambahkan bahan bahan lain sehingga menjadi bentuk yang lebih siap pakai yaitu dalam bentuk lembaran dan dalam bentuk pasta yang mudah dioleskan.  Kedua bentuk ini sering dimakan bersama-sama dengan roti, roti ditambah dengan keju lembaran atau roti yang dioles dengan keju pasta.  Keju olahan dibuat dengan cara mencampurkan keju (yang telah digiling) dengan pengemulsi (emulsifier) dan bahan komponen susu seperti lemak susu, krim, whey atau susu bubuk.  Bahan campuran ini dipanaskan (suhu 70-80oC) sampai teraduk homogen lalu dijadikan lembaran atau pasta.  Kehalalan keju olahan tergantung pada keju, pengemulsi dan whey yang digunakan.  Ketiga bahan ini bisa tidak halal tergantung dari cara pembuatannya.

Hasil samping industri keju

            Hasil samping indutsri keju yang utama yaitu whey dan laktosa.  Whey banyak digunakan di industri pangan, diantaranya pada produk-produk susu (susu bubuk, makanan bayi, yoghurt, dll), biskuit, sup, saus, confectionary, produk daging (sosis, hamburger), dll.  Fungsi whey pada produk produk ini yaitu menambah gizi (protein), pembentuk gel, memperbaiki tekstur, pengemulsi, pengental, pengikat air, dll.  Laktosa adalah salah satu jenis gula yang berasa manis, banyak digunakan pada produk-produk susu.  Kehalalan whey dan laktosa tergantung pada jenis koagulan yang digunakan dalam proses penggumpalan susu untuk menghasilkan curd dan whey (laktosa terkandung didalam whey, setelah whey diperoleh kemudian laktosa dipisahkan dari whey).  Jika menggunakan koagulan yang berasal dari hewan maka whey dan laktosa ini bisa tidak halal.  Oleh karena itu baik keju, whey maupun laktosa termasuk kedalam kategori bahan pangan yang status kehalalannya syubhat karena bisa halal, bisa juga tidak halal seperti dijelaskan dalam proses pembuatan bahan bahan ini.

6. Mentega dan Margarin

            Mentega dan margarin banyak digunakan dalam pembuatan kueh-kuehan, roti-rotian, bahkan digunakan pula sebagai teman roti.  Bisa dibayangkan bagaimana lezatnya roti tawar yang dipanggang ditambah mentega dan jam, menu yang bisa digunakan untuk makan pagi.  Tapi, tahukah bahwa mentega dan margarin ternyata dua bahan yang bisa tidak halal?  Cobalah simak bagaimana seluk beluk pembuatan kedua bahan ini.

Mentega

            Tidak dinyana ternyata proses pembuatan mentega dari susu sapi telah dikenal ribuan tahun yang lalu.  Gambar proses pembuatan mentega misalnya ditemukan pada lukisan dinding bagian atap rumah bangsa Sumeria yang diperkirakan dibuat pada tahun 4000 sebelum masehi.  Selain itu didalam kitab Hindu Weda yang ditulis sekitar 3500 tahun yang lalu tercatat bagaimana orang Hindu menghargai sapi berdasarkan pada berapa banyak mentega yang bisa diperoleh dari susu yang dihasilkan dari sapi tersebut.  Hebatnya, secara prinsip cara pembuatan mentega dari dulu sampai sekarang sama, yang berbeda hanya bahan asalnya, jika dulu menggunakan susu segar, sedangkan sekarang menggunakan krim (susu jika dipisahkan dengan alat pemisah krim akan dihasilkan krim yang kaya lemak dan skim, suatu larutan yang banyak mengandung protein).
            Bahan utama pembuatan mentega adalah krim yang memiliki kadar lemak antara 25 – 45%.  Krim diperoleh dari susu sapi dengan menggunakan alat separator.  Tahap pertama pembuatan mentega adalah standarisasi komposisi krim yang dilanjutkan dengan proses pasteurisasi krim (pasteurisasi adalah proses membunuh mikroorganisme patogen dan sebagian mikroorganisme perusak dengan menggunakan pemanasan).  Setelah dipasteurisasi maka krim didinginkan, setelah itu tergantung pada jenis mentega yang akan dibuat, akan ada tiga jalur proses.  Proses pertama yaitu fermentasi krim dengan cara menumbuhkan bakteri asam laktat (diantaranya Lactococcus lactis subsp. lactis, Lactococcus lactis subsp. cremoris, Lactococcus lactis subsp. diacetylactis, dan Lactococcus lactis subsp. cremoris bv. citrovorum) pada krim.  Pada jalur kedua krim tidak difermentasi.  Baik krim yang sudah difermentasi maupun tidak kemudian dikocok dengan teknik tertentu secara mekanis dalam wadah tertentu sampai terbentuk butiran-butiran lemak mentega dengan diameter sekitar 2 mm.  Proses pengocokan ini disebut dengan churning.  Dari proses churning selain dihasilkan butiran lemak mentega dengan kadar air sekitar 30% juga susu mentega (buttermilk) yang berupa cairan.  Proses churning kemudian dilanjutkan sampai terbentuk mentega dengan kadar air antara 15 – 19% dan kadar lemak 81 – 85%.  Setelah itu, mentega yang diperoleh diuleni (kneading) dengan cara diaduk aduk dengan menggunakan suatu alat (lebih baik jika dilakukan dalam keadaan vakum untuk menghindari terperangkapnya udara kedalam mentega), hal ini dilakukan agar terjadi penyeragaman komposisi dan tekstur (kelembutan) mentega yang baik.  Selama proses pengulenan ini bisa ditambahkan garam dan pewarna (biasanya annato atau karoten).  Setelah mentega jadi kemudian mentega dicetak dan dibungkus atau langsung ditempatkan pada kemasan yang sesuai.
            Pada jalur ketiga prosesnya seperti proses jalur kedua akan tetapi setelah butiran mentega jadi (dengan kadar air 13.5 – 14.5%) kemudian ada proses tambahan yaitu fermentasi butiran mentega dimana dalam hal ini sebanyak 3-4% starter (berisi bakteri asam laktat) ditambahkan kedalam butiran mentega.  Variasi dari proses ini yaitu menumbuhkan starter pada media yang cocok seperti whey (hasil samping pembuatan keju) atau susu skim, setelah cukup menghasilkan aroma yang diinginkan dilakukan pemisahan dan pemekatan kemudian pekatan aroma ditambahkan kedalam butiran mentega.  Proses selanjutnya sama dengan proses pada jalur satu dan dua.
            Fermentasi krim maupun mentega dengan menggunakan bakteri asam laktat dimaksudkan untuk menghasilkan mentega dengan aroma yang enak, tercium wangi dan gurih.  Mentega yang di pasaran dikenal dengan nama roombotter diduga dibuat dengan melibatkan proses fermentasi.  Nama room (rum) disitu tidak ada sangkut pautnya dengan minuman keras rum, nama ini berasal dari bahasa Belanda.  Dilihat dari baunya yang wangi dan tajam, mentega Wijsman kemungkinan besar juga dibuat melalui jalur satu atau tiga yang melibatkan fermentasi.  Masalahnya, kehalalan mentega yang dibuat dengan melibatkan proses fermentasi ini diragukan mengingat media tumbuh bakteri asam laktat rawan kehalalannya dan media ini bisa tercampur kedalam mentega.  Jika mentega dibuat melalui proses jalur kedua yang tanpa fermentasi maka kehalalannya tidak bermasalah, kecuali jika ditambahkan pewarna karoten karena pewarna karoten biasanya berada dalam suatu carrier (penyalut), salah satu bahan yang bisa digunakan sebagai carrier adalah gelatin (bisa terbuat dari babi, sapi atau ikan).

Margarin

            Margarin pertama kali ditemukan di Perancis oleh seorang ahli Kimia bernama Hippolyte Mege-Mouries pada tahun 1869.  Penemuan margarin sebetulnya dipicu oleh keadaan di Perancis pada saat itu dimana harga mentega sangat mahal sehingga banyak masyarakat yang tidak mampu membelinya.  Hal ini terjadi sebagai akibat pengaruh revolusi industri dimana banyak petani yang meninggalkan lahan pertaniannya lalu mereka menuju kota dan bekerja di industri industri.  Akibatnya, terjadi kekurangan produksi mentega sehingga harga mentega menjadi mahal karena permintaan mentega tinggi.  Untuk mengatasi keadaan ini maka pada tahun 1869 Napoleon III sebagai penguasa Perancis pada saat itu mengadakan sayembara dan akan memberikan hadiah kepada siapa saja yang dapat menemukan pengganti mentega yang murah, tentu pengganti tersebut memiliki sifat-sifat seperti mentega.  Hippolyte Mege-Mouries memenangkan sayembara itu karena beliau mampu menemukan apa yang diinginkan oleh Napoleon III yaitu pengganti mentega yang murah.  Mege-Mouries menamakan hasil penemuannya dengan nama margarin, nama ini berasal dari kata Yunani margarites yang memiliki arti mutiara.  Disebut mutiara karena lemak margarin ketika membentuk butiran padat berbentuk seperti kristal yang mengkilap seperti mutiara.
            Mege-Mouries mengembangkan margarin dengan menggunakan bahan baku lemak sapi.  Dengan menggunakan proses tertentu dia memisahkan bagian lemak sapi yang memiliki sifat-sifat seperti mentega.  Pada perkembangan selanjutnya bukan hanya lemak sapi yang digunakan untuk membuat margarin, juga lemak babi.  Setelah itu mulailah penggunaan minyak kelapa dan minyak biji sawit ditambahkan kedalam lemak hewani dalam pembuatan margarin.  Pada tahun 1910 mulai digunakan minyak yang dijenuhkan (maksudnya asam lemak minyak yang tadinya tidak jenuh atau mengandung ikatan rangkap kemudian sebagian atau seluruhnya dijenuhkan, artinya yang tadinya ikatan rangkap diubah menjadi ikatan tunggal) menggunakan proses hidrogenisasi (penambahan hidrogen kedalam ikatan rangkap).  Setelah itu, penggunaan minyak nabati seperti minyak kedele, minyak jagung, minyak sawit, minyak kelapa, minyak biji sawit, dll pada pembuatan margarin meningkat.  Disamping itu, minyak ikan dan lemak susu pun dapat digunakan dalam pembuatan margarin.
            Secara umum margarin adalah bahan semipadat yang mempunyai sifat dapat dioleskan yang mengandung lemak minimal 80% dan maksimum 90%.  Bahan untuk membuat margarin secara umum adalah minyak dan lemak, baik yang berasal dari nabati (tumbuh-tumbuhan), hewani maupun ikan.  Berdasarkan definisi yang ditetapkan oleh badan yang berwenang di Eropa, margarin adalah produk yang berasal dari lemak padat atau cair yang berasal dari nabati dan/atau hewani, artinya bisa seluruhnya berasal dari minyak/lemak nabati, seluruhnya dari lemak hewani atau campuran minyak/lemak nabati dan lemak hewani.  Di Amerika, margarin dapat dibuat dari lemak makan dan/atau minyak makan atau campuran minyak dan lemak dimana asal minyak dan lemak tersebut adalah nabati, karkas hewan dan hewan laut (minyak ikan).  Di Kanada margarin dapat dibuat dari minyak dan lemak apa saja asalkan bukan dari lemak susu.  Dari definisi margarin dan bahan baku pembuatnya terlihat sekali bahwa margarin termasuk bahan yang status kehalalannya syubhat, bahkan rawan sekali kehalalannya karena bisa mengandung lemak hewani dimana jenisnya bisa lemak babi atau lemak sapi yang sapinya tidak disembelih secara Islami karena di negara maju atau nonmuslim kebanyakan sapi tidak disembelih secara Islami.  Untungnya, pada saat ini semakin banyak margarin dibuat dari minyak/lemak nabati dan di Indonesia sendiri kebanyakan margarin dibuat dari minyak/lemak nabati dan sudah banyak magarin yang telah diperiksa kehalalannya oleh pihak yang berwenang (MUI).
            Seiring dengan anjuran menurunkan konsumsi lemak/minyak untuk mengurangi resiko berbagai penyakit diantaranya jantung dan kegemukan maka pada saat ini berkembang produk serupa margarin yang kadar lemaknya dibawah 80% (antara 10 – 79%), produk ini disebut dengan spread.  Disamping itu, ada juga margarin yang mengandung lemak susu, juga ada yang disebut dengan butter spread, mentega yang kadar lemaknya kurang dari 80%.  Untuk membuat spread maka dibutuhkan bahan pengisi sebagai penganti lemak dan/atau bahan pengental seperti gelatin, sodium alginat, pektin dan karagenan.  Sering pula ditambahkan whey dalam jumlah sedikit untuk memperbaiki flavornya.  Gelatin dan whey adalah dua bahan yang status kehalalannya syubhat seperti sudah dibahas sebelumnya.  Untuk membuat butter spread sering digunakan sodium kaseinat, bahan ini statusnya syubhat karena dalam pembuatannya dapat melibatkan enzim yang berasal dari hewan.
            Margarin dan spread adalah produk emulsi air dalam minyak, suatu campuran air dengan minyak dimana fase minyak lebih banyak dari air.  Air diharapkan terdistribusi didalam minyak secara merata dan tidak memisah dari minyak, untuk itu diperlukan suatu emulsifier (pengemulsi), suatu bahan yang mampu mempertahankan suatu emulsi yang stabil, tidak terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase air.  Kebanyakan emulsifier dibuat dengan melibatkan asam lemak atau gliserida dimana kedua bahan ini bisa berasal dari tanaman atau hewan.  Oleh karena itu status kehalalan emulsifier adalah syubhat.
            Fase minyak dari margarin dan spread biasanya terdiri dari: minyak (30 – 79.5%), emulsifier (0.1 – 0.5%), lesitin (0.0 – 0.3%), pewarna (beta-karoten atau anato), perisa (flavouring) dan vitamin.  Fase air (aqueous) mengandung air, garam (1.0 – 2.0%), padatan susu (whey, nonfat dry milk, padatan sweet cream buttermilk sebanyak 0.0 – 1.6%), pengawet (0.2%, biasanya potasium sorbat dan sodium benzoat), asam (asam fosfat, sitrat atau laktat), pengental (0.0 – 0.5%, maltodekstrin, gelatin, pektin dan gum lainnya), perisa (flavouring).
            Dari bahan bahan tambahan yang mungkin ada didalam margarin dan spread yang perlu dicermati kehalalannya adalah emulsifier, lesitin, beta-karoten, perisa (flavouring), whey dan gelatin.  Status kehalalan emulsifier, beta-karoten, whey dan gelatin sudah dijelaskan sebelumnya.  Lesitin sendiri secara komersial berasal dari kedele, akan tetapi jenis lesitin ini cukup banyak, salah satu jenis lesitin dibuat dengan melibatkan enzim fosfolipase A yang diperoleh dari pankreas babi.  Sayangnya, semua jenis lesitin ini di pasaran dinamai dengan lesitin saja, tidak bisa dibedakan antara yang satu dengan lainnya sehingga status lesitin adalah syubhat.  Perisa yang digunakan untuk produk susu-susuan (dairy) banyak jenisnya dan tersusun dari banyak sekali komponen, akan tetapi dari segi kehalalan rawan karena bisa mengandung asam lemak (bisa dari tanaman atau hewan) dan hasil hidrolisis (penguraian) lemak susu dengan menggunakan enzim lipase (bisa dari tanaman, hewan dan mikroorganisme, banyak yang berasal dari hewan).  Sehingga, status perisa untuk produk dairy adalah syubhat.
            Proses pembuatan margarin melibatkan tahap: persiapan fase air (aqueous), pencampuran minyak/lemak, pembuatan emulsi, pendinginan dan pengulenan (kneading).  Di industri besar proses ini biasanya dilakukan secara kontinyu (sinambung).
            Sebagai kesimpulan, setelah mengetahui bagaimana mentega dan margarin dibuat, kita harus hati-hati dengan produk mentega berbau wangi yang tajam dan margarin, keduanya berstatus syubhat.  Pilihlah mentega dan margarin yang telah diperiksa kehalalannya (yang sudah berlabel halal), didalam negeri produk halal bisa dikenali dengan adanya nomor MD dan label halal, untuk produk luar negeri ada nomor ML dan label halal.  Produk (mentega wangi yang tajam dan margarin), baik lokal apalagi impor, yang tidak berlabel halal harus dihindari, jika ingin selamat dari produk yang syubhat dan haram.

7. Susu Cair dan Susu Bubuk

            Pada saat ini di pasaran banyak sekali ditemukan berbagai jenis produk olahan susu, baik dalam bentuk cair maupun bubuk.  Untuk susu cair kita bisa temukan dari mulai jenis susu pasteurisasi, susu sterilisasi, susu evaporasi, susu kental manis, susu dengan berbagai jenis flavor seperti strawberry, coklat, vanila, dll.  Susu dalam bentuk bubuk banyak ragamnya, susu untuk bayi khususnya banyak yang berbentuk bubuk.  Pertanyaannya, bagaimana dengan status kehalalannya?  Untuk menjawab pertanyaan tersebut mari kita kaji bagaimana produk produk ini dibuat, apa bahan dan proses yang digunakan.

Susu Cair

            Susu pasteurisasi adalah susu (biasanya susu sapi) yang dipasteurisasi (dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu untuk tujuan membunuh kuman yang menimbulkan penyakit/patogen) dan dikemas dalam wadah tetrapack atau wadah lainnya yang sesuai.  Jika tidak ada tambahan apa-apa, khususnya perisa (flavor) maka kehalalan susu pasteurisasi tidak bermasalah.  Yang harus diperhatikan adalah bahwa susu pasteurisasi harus disimpan di lemari es (suhu dingin) karena tidak awet dan keawetan susu pasteurisasi yang disimpan di lemari es tidak lebih dari 4 hari.  Masalahnya, cukup banyak pada saat ini susu pasteurisasi yang sudah ditambah perisa (flavor) seperti flavor coklat, vanila dan strawberry, padahal sudah dibahas sebelumnya bahwa perisa (flavor) statusnya adalah syubhat, sehingga susu pasteurisasi berflavor yang tidak dijamin kehalalannya berstatus syubhat.
            Susu sterilisasi adalah susu yang disterilisasi (sebagian besar mikroorganisme yang ada didalam susu dibunuh) biasanya dengan menggunakan proses UHT (Ultra High Temperature) yaitu suhu yang relatif tinggi dan waktu yang relatif singkat.  Itu sebabnya di pasaran susu sterilisasi dikenal juga dengan nama susu UHT.  Dengan menggunakan proses ini maka susu menjadi awet di satu sisi, di sisi lain flavor susu masih relatif terjaga, tidak terlalu menyimpang (tidak mengalami off-flavour).  Status kehalalan susu sterilisasi sama dengan susu pasteurisasi.  Yang harus diperhatikan adalah jika susu sterilisasi ini sudah dibuka kemasannya maka harus disimpan di lemari es dan tidak boleh disimpan di lemari es lebih dari 3 hari karena dalam keadaan terbuka menjadi tidak awet lagi mengingat mikroorganisme dapat tumbuh pada susu sterilisasi yang telah dibuka kemasannya.
Ada hal lain yang perlu diwaspadai pada susu sterilisasi karena dalam pembuatan susu sterilisasi tidak selalu menggunakan susu murni segar, akan tetapi bisa menggunakan apa yang disebut dengan susu rekombinasi atau campuran susu murni dengan bahan bahan lain (biasanya susu skim dan lemak susu).  Susu rekombinasi adalah susu yang dibuat dengan cara mencampurkan susu skim dengan lemak susu, tidak tertutup kemungkinan susu rekombinasi dibuat dengan mencampurkan bukan hanya susu skim dan lemak susu tapi juga whey.  Seperti pernah dibahas sebelumnya status kehalalan whey adalah syubhat.  Disamping itu, pada produk susu sterilisasi disamping ada penambahan perisa, juga ada penambahan pengemulsi (emulsifier) dan penstabil (stabiliser).  Status kehalalan kedua bahan aditif ini syubhat karena dalam pembuatan emulsifier kebanyakan melibatkan asam lemak yang bisa berasal dari hewan, sedangkan salah satu jenis penstabil adalah gelatin yang berstatus syubhat.  Walaupun demikian, tentu saja produk susu sterilisasi yang telah dijamin kehalalannya (ada tanda halalnya) tidak bermasalah karena menggunakan pengemulsi dan penstabil yang halal.
Disamping adanya penambahan bahan aditif seperti pengemulsi dan penstabil pada produk susu sterilisasi, juga ada penambahan vitamin seperti vitamin A, B1, B6 dan D.  Vitamin vitamin yang larut lemak seperti vitamin A dan D biasanya memerlukan bahan aditif agar vitamin tersebut dapat tersebar merata didalam bahan pangan emulsi (susu adalah salah satu contoh bahan pangan emulsi minyak dalam air), bahan tersebut adalah pengemulsi.  Disamping itu, untuk vitamin yang mudah rusak selama penyimpanan oleh reaksi oksidasi karena adanya cahaya dan suhu yang relatif tinggi, khususnya vitamin A, maka masih memerlukan bahan aditif lain yaitu antioksidan (belum diketahui ada antioksidan yang tidak halal).  Sebagai tambahan, karena mudah rusak maka seringkali vitamin A dienkapsulasi (disalut) dimana dalam hal ini vitamin A dimasukkan kedalam suatu bahan penyalut.  Banyak jenis bahan penyalut yang dapat digunakan seperti gum yang berstatus halal, akan tetapi ada bahan penyalut yang bisa digunakan yang statusnya syubhat yaitu gelatin.
Susu evaporasi adalah susu yang dikentalkan dengan cara evaporasi (penguapan) dimana dalam hal ini sebagian air yang ada didalam susu dihilangkan.  Jika hanya menggunakan susu murni maka tidak ada masalah dengan kehalalan susu evaporasi, akan tetapi jika menggunakan susu rekombinasi atau pencampuran susu murni dengan bahan lain maka seperti yang terjadi pada susu sterilisasi maka status susu evaporasi yang dibuat dengan cara tersebut menjadi syubhat.
Susu kental manis hampir sama dengan susu evaporasi hanya saja dalam pembuatannya ada penambahan gula pasir.  Hampir sama dengan produk produk susu cair sebelumnya, susu kental manis dapat dibuat dengan menggunakan susu murni, susu rekombinasi atau campuran berbagai bahan, bahkan pada saat ini banyak sekali susu kental manis yang dibuat dengan bahan utama susu skim dan lemak nabati.  Penggunaan lemak nabati dimaksudkan agar harganya lebih murah dan dari segi gizi lebih sehat karena banyak mengandung asam lemak tidak jenuh.  Perlu diketahui bahwa lemak susu lebih banyak mengandung lemak jenuh dibandingkan dengan lemak nabati.  Dengan demikian, perlu kita cermati ingredien yang digunakan dalam pembuatan susu kental manis, jika ada menggunakan whey maka statusnya syubhat.
Jika dalam pembuatan susu kental manis digunakan susu murni maka dalam proses pemekatan seringkali terjadi pembentukan kristal laktosa yang besar yang berakibat susu kental manis yang dihasilkan bersifat grainy (sewaktu dikonsumsi seperti ada butiran butiran besar).  Untuk menghindari pembentukan kristal yang besar maka perlu ada penambahan laktosa pada waktu proses pemekatan supaya terjadi kristal laktosa yang halus.  Penambahan laktosa menimbulkan masalah dari segi kehalalan karena status kehalalan laktosa adalah syubhat mengingat laktosa dapat diperoleh sebagai hasil samping pembuatan keju dimana dalam pembuatan keju dapat terjadi penggunaan enzim yang berasal dari hewan.

Susu Bubuk

            Kebanyakan susu bubuk yang ada di pasaran Indonesia tidak lagi murni dibuat dari susu segar, akan tetapi dibuat dari campuran berbagai bahan seperti susu skim, whey, lemak susu, laktosa, dll.  Disamping itu, banyak sekali aditif yang ditambahkan pada susu bubuk ini dari mulai vitamin, asam lemak omega-3, probiotik, perisa (flavor), dll.  Oleh karena itu, status kehalalan susu bubuk sangat bergantung pada ingredien yang digunakan dalam pembuatan susu bubuk ini.
            Beberapa ingredien yang patut mendapat perhatian dari segi kehalalan yaitu disamping yang sudah disebutkan sebelumnya seperti whey, laktosa, pengemulsi, perisa dan vitamin, maka ingredien lain yang perlu mendapat perhatian yaitu asam lemak omega-3.  Penambahan asam lemak omega-3 dimaksudkan untuk mendapatkan nilai tambah susu bubuk karena asam lemak omega-3 dipercaya dapat meningkatkan kecerdasan otak, khususnya bagi anak-anak, sedangkan bagi orang dewasa diharapkan mampu membantu menurunkan kadar kolesterol dan membantu mencegah penyakit jantung koroner.  Akan tetapi, asam lemak omega-3 bersifat tidak stabil, mudah rusak karena reaksi oksidasi.  Oleh karena itu, untuk menghindari kerusakan karena reaksi oksidasi asam lemak omega-3 biasanya dienkapsulasi (disalut) dimana dalam hal ini asam lemak omega-3 akan berada didalam suatu penyalut (enkapsulan).  Ada banyak jenis penyalut yang dapat digunakan, kebanyakan dari bahan tanaman seperti pati termodifikasi, gum dan maltodekstrin yang kesemuanya berasal dari tanaman dan tidak bermasalah, sedangkan salah satu jenis penyalut yang juga bisa digunakan yaitu gelatin berstatus syubhat.
            Penambahan bahan probiotik kedalam susu bubuk dimaksudkan agar ketika dikonsumsi oleh manusia, bahan probiotik ini bisa menjadi makanan bakteri yang menguntungkan yang berkembang didalam saluran pencernaan manusia.  Dengan adanya makanan untuk bakteri yang menguntungkan ini maka si bakteri baik akan tumbuh lebih baik dibandingkan dengan bakteri jahat sehingga pengaruh bakteri jahat akan dikurangi atau dihambat.  Pengaruh bakteri jahat misalnya dalam memproduksi toksin bagi tubuh.
            Proses pembuatan susu bubuk melibatkan tahap pencampuran ingredien, pembuatan emulsi dan pengeringan dimana proses pengeringan yang paling banyak digunakan adalah pengeringan semprot (spray drying).
            Dari urairan diatas, kecuali susu evaporasi dan susu sterilisasi yang plain (dibuat dengan tanpa penambahan apa-apa selain bahan utama susu murni) yang tidak dipermasalahkan kehalalannya, maka baik susu cair dan susu bubuk berstatus syubhat, kehalalannya tergantung pada ingredien yang digunakan.  Oleh karena itu, pilihlah produk yang telah mendapatkan sertifikat halal yang ditandai dengan adanya label halal pada kemasan produk tersebut.

8. Alkohol

            Sampai saat ini masih banyak yang menanyakan masalah status kehalalan alkohol dan bingung dalam menetapkannya.  Hal ini dapat terjadi akibat adanya suatu kekeliruan dalam mendefinisikan secara tepat apa yang dimaksud alkohol dan dalam mengambil suatu analogi antara fakta dengan hukum.
            Banyak informasi yang beredar baik di buku maupun internet bahwa alkohol itu statusnya haram.  Masalahnya, apa yang dimaksud dengan alkohol disini.  Dalam bahasa Inggris kata “alcohol” memiliki dua arti, arti yang pertama adalah minuman beralkohol atau minuman keras, sering disingkat dengan “alcohol” saja.  Arti yang kedua “alcohol” adalah etanol, nama suatu bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai pelarut organik.  Dari segi ilmu kimia, alkohol artinya adalah golongan senyawa kimia yang memiliki gugus fungsional hidroksi (OH), dengan demikian ada banyak sekali senyawa kimia yang termasuk kedalam golongan alkohol dan etanol adalah salah satunya.  Etanol sendiri adalah senyawa kimia yang memiliki rumus molekul C2H5OH.
            Sekarang, jika dikatakan alkohol itu haram maka yang dimaksud alkohol disini apa? atau yang mana dari beberapa arti alkohol yang dijelaskan diatas?  Banyak yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan alkohol dalam hal ini adalah etanol, hal ini didasarkan atas fakta bahwa alkohol bersifat memabukkan dan kandungan minuman keras yang terbesar adalah etanol (selain air).  Benarkah demikian?  Mari kita kaji!
            Yang pertama-tama harus diketahui adalah bahwa toksisitas (sifat racun) suatu senyawa kimia utamanya tergantung kepada jumlahnya.  Sifat ini bervariasi antara satu bahan kimia dengan bahan kimia yang lain, ada yang dalam jumlah kecil saja dapat menyebabkan keracunan bahkan kematian, ada yang baru menimbulkan efek racun pada jumlah yang terkonsumsi yang relatif tinggi.  Etanol memang bersifat narkosis (memabukkan), akan tetapi tentu saja tergantung pada berapa banyak yang dikonsumsi, jika hanya dikonsumsi sedikit saja, misal hanya 0.01 ml maka kemungkinan besar tidak menimbulkan efek apa-apa.  Di sisi lain, banyak komponen-komponen yang ada didalam minuman keras sebetulnya memiliki sifat memabukkan bahkan lebih toksik (beracun) dibandingkan dengan etanol.  Sebagai contoh, metanol, propanol, isobutilalkohol dan asetaldehida terdapat didalam red wine dan senyawa-senyawa kimia tersebut bersifat memabukkan.  Oleh karena itu, sifat memabukkannya suatu minuman keras bukan semata-mata disebabkan oleh etanol saja, akan tetapi merupakan pengaruh dari semua senyawa kimia yang ada didalam suatu minuman keras.  Sehingga, tidak tepat jika yang diharamkan itu etanol, karena jika etanol haram mengapa senyawa senyawa kimia yang lain yang juga bersifat memabukkan seperti sudah disebutkan diatas tidak diharamkan?  Logikanya, jika etanol haram maka semua senyawa kimia yang bersifat memabukkan juga haram.
            Jika kita perhatikan ayat-ayat Al Qur’an dan hadis-hadis yang berkenaan dengan khamar maka sebetulnya yang dimaksud khamar adalah suatu sesuatu yang memabukkan, dalam banyak contoh adalah minuman yang memabukkan.  Alkohol, pada zaman Rasulullah bahkan belum dikenal.  Jika kita perhatikan lebih lanjut hukum halal haram ini ternyata berlaku bagi sesuatu yang dikonsumsi, sesuatu yang diminum atau dimakan atau dimasukkan kedalam tubuh, sedangkan terhadap sesuatu yang tidak dikonsumsi maka tidak dikenai hukum.  Sekarang mari kita lihat senyawa senyawa kimia secara keseluruhan, apakah layak dikenai hukum halal haram, padahal kebanyakan dari senyawa senyawa kimia ini tidak dikonsumsi.  Ambil contoh yang sering dikenai hukum haram selama ini yaitu etanol.  Pada kenyataannya etanol sebagai senyawa murni (etanol absolut) tidak pernah ada yang meminumnya karena dapat mengakibatkan kematian, demikian halnya dengan senyawa senyawa kimia lain.  Sehingga, seharusnya senyawa senyawa kimia murni ini tidak dikenai hukum halal haram karena bukan sesuatu yang dikonsumsi.
            Apabila etanol dianggap sama dengan khamar dan haram hukumnya maka dampaknya akan luas sekali dan akan menjadi kontradiksi dengan hukum kehalalan bahan pangan lain.  Telah diketahui bahwa banyak bahan pangan mengandung etanol, baik terdapat secara alami (sudah ada didalam bahan pangan sejak dipanen dari pohon) seperti buah-buahan, atau terbentuk selama pengolahan seperti kecap, cuka dan roti.  Akan tetapi, buah-buahan jelas halalnya.  Kecap dan roti tidak menyebabkan mabuk.  Cuka sepanjang tidak dibuat dari khamar maka hukumnya halal.  Bukankah menjadi bertentangan jika etanol hukumnya haram?  Mengapa walaupun etanol terdapat didalam buah-buahan, akan tetapi buah-buahan tersebut halal?  Dengan demikian maka yang keliru adalah penetapan hukum terhadap etanol itulah kelihatannya.  Roti dan cuka halal, dalam hadis dijelaskan bahwa Rasulullah saw juga makan roti dan cuka, padahal cuka dan roti mengandung etanol.  Sekali lagi, ini menunjukkan bahwa penetapan haram terhadap etanol itu keliru.  Jika sesuatu sudah ditetapkan sebagai khamar maka banyak atau sedikit tetap haram, jadi alasan bahwa buah-buahan hanya mengandung sedikit etanol sehingga halal menjadi tidak tepat jika status etanolnya haram.  Alasan bahwa etanol yang ada di buah-buahan alami sehingga halal itu juga tidak tepat mengingat kehalalan bukan didasarkan pada alami atau bukan. Jika bahan tersebut adalah sesuatu yang dikonsumsi dan bersifat memabukkan maka statusnya haram apakah bahan tersebut alami atau buatan sama saja hukumnya.
Ada yang berpendapat bahwa yang diharamkan adalah alkohol yang sengaja ditambahkan kedalam bahan pangan atau ingredien pangan, sedangkan yang sudah ada dalam bahan secara alami tidak haram. Ketentuan ini lemah karena keharaman sesuatu zat bukan didasarkan atas apakah bahan tersebut terbentuk dengan sendirinya atau sengaja ditambahkan, tetapi zatnya itu sendiri, jika khamar itu haram maka, apakah khamar itu sengaja ditambahkan kedalam bahan pangan atau terbentuk dengan sendirinya (misal bila nira kelapa kita biarkan pada suhu kamar lebih dari 3 hari maka akan terbentuk tuak), tetap saja bahan pangan atau minuman tersebut haram. Ketentuan ini juga menjadi aneh manakala dalam pembuatan ingredien pangan tidak boleh menggunakan atau mengandung alkohol sedikitpun, sementara kita makan roti yang mengandung alkohol sekitar 0.3%. Sebagai tambahan, ganja adalah bahan alam yang sifatnya sudah diketahui memabukkan dan dapat digolongkan kedalam khamar, jadi yang berasal dari alam pun jika bersifat memabukkan dan dikonsumsi maka masuk kedalam golongan khamar.
Ada pula yang berpendapat bahwa suatu ingredien (misal flavor) yang mengandung alkohol (kurang dari 1%) dapat digunakan dalam pembuatan produk pangan, asalkan dalam produk pangan yang dibuat, alkohol sudah tidak terdeteksi lagi. Hal ini juga tidak tepat karena kalau suatu zat sudah mengandung bahan haram maka haramlah dia, apabila zat tersebut ditambahkan kedalam bahan pangan, maka bahan pangan tersebut menjadi haram. Hal ini dilihat dari kaidah fiqih bagi pencampuran bahan pangan yang kesemuanya dapat bercampur dengan merata, “manakala bercampur antara yang halal dengan yang haram maka akan dimenangkan yang haram”.
Jika etanol haram maka etanol tidak boleh digunakan sama sekali karena begitulah hukum yang berlaku yang berkenaan dengan khamar dimana khamar tidak boleh dimanfaatkan sama sekali, tidak boleh juga dijual kepada Yahudi sekalipun, khamar harus dibuang.  Sebagai contoh, etanol tidak boleh digunakan sebagai bahan untuk desinfektasi alat-alat kedokteran, tidak boleh digunakan dalam parfum, tidak boleh digunakan sebagai bahan untuk sanitasi alat-alat pengolahan pangan, sebagai pelarut, bahkan harus enyah dari laboratorium laboratorium.
Apabila etanol diharamkan maka hal ini bukan hanya bertentangan dengan hal-hal yang sudah disebutkan diatas, ternyata bertentangan juga dengan penjelasan Rasulullah saw tentang jus buah-buahan dan pemeramannya seperti tercantum dalam hadis-hadis berikut ini (hadis-hadis ini tercantum dalam kitab Fiqih Sunnah tulisan Sayid Sabiq):
1.      Minumlah itu (jus) selagi ia belum keras.  Sahabat-sahabat bertanya: Berapa lama ia menjadi keras?  Ia menjadi keras dalam tiga hari, jawab Nabi. (Hadis Ahmad diriwayatkan dari Abdullah bin Umar).
2.      Bahwa Ibnu Abbas pernah membuat jus untuk Nabi saw.  Nabi meminumnya pada hari itu, besok dan lusanya hingga sore hari ketiga.  Setelah itu Nabi menyuruh khadam menumpahkan dan memusnahkannya.  (Hadis Muslim berasal dari Abdullah bin Abas).
            Karena buah-buahan secara alami mengandung etanol maka jus buah-buahan pun mengandung etanol.  Jika jus ini diperam atau dibiarkan pada suhu kamar dan pada kondisi terbuka maka kadar etanolnya akan meningkat karena akan mengalami fermentasi alkohol spontan yaitu dengan tumbuhnya khamir (yeast) pada jus yang akan mengubah gula menjadi etanol dan senyawa-senyawa lain.  Akan tetapi, kadar alkohol jus sampai pada pemeraman hari kedua belum sampai pada taraf yang dapat memabukkan, baru setelah diperam selama 3 hari jus tersebut telah bersifat memabukkan atau tidak layak diminum karena telah mengalami kerusakan.  Hadis ini menunjukkan bahwa pendapat yang mengatakan bahwa etanol haram keliru karena pada kasus pemeraman jus etanol kadarnya bahkan meningkat sampai batas tertentu, akan tetapi Rasulullah mengatakan jus yang disimpan sampai 2 hari masih boleh diminum, setelah diperam 3 hari barulah ia telah berubah menjadi khamar dan tidak boleh diminum lagi. Hadis ini juga menunjukkan bahwa peubahan sifat jus menjadi memabukkan itu ada waktunya, jika hal ini dikaitkan dengan kandungan etanol dalam jus maka berarti ada batas tertentu dimana kadar etanol dalam jus diperbolehkan dan ada batas dimana diatas batas itu jus sudah tidak diperbolehkan diminum lagi.
            Majelis Ulama Indonesia telah lama mengkaji masalah alkohol (etanol) ini.  Pada tahun 1993 MUI mengadakan muzakarah Nasional tentang alkohol dalam minuman dengan mempertemukan para ulama dan ilmuwan untuk membahas status kehalalan alkohol.  Pada saat itu telah disepakati bahwa yang diharamkan adalah minuman beralkohol atau minuman keras, bukan alkohol (etanol)nya itu sendiri.  Akan tetapi, apabila sesuatu sudah masuk kedalam kategori minuman beralkohol (ada definisinya) maka berapapun kadar alkoholnya (etanolnya) tetap saja haram (lihat Lampiran 1).  Setelah muzakarah, ternyata diantara para ulama dan ilmuwan masih terdapat perbedaan pendapat, apakah minuman beralkohol haram atau alkohol (etanol) juga haram.  Oleh karena itu, MUI terus melakukan kajian sehingga pada bulan Agustus 2001, komisi fatwa MUI mampu memutuskan bahwa minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol (etanol) minimal satu persen.  Dengan adanya hasil ijtihad ini maka semakin kuatlah pendapat bahwa yang diharamkan itu bukan karena keberadaan etanol (alkohol) dalam bahan pangan semata, akan tetapi lebih kepada berapa kadarnya.  Adanya batas 1% ini akan sangat memudahkan dalam penetapan status kehalalan minuman.  Minuman yang mengandung alkohol (etanol) sebanyak 1% atau lebih masuk kedalam minuman keras dan masuk kedalam golongan khamar.  Akan tetapi, minuman yang mengandung alkohol (etanol) dibawah 1% tidak otomatis halal karena untuk menetapkannya harus dilihat bahan-bahan yang digunakan dan cara pembuatannya.  Sebagai contoh, minuman Shandy mengandung etanol kurang dari 1%, akan tetapi minuman ini terbuat dari bir dimana bir masuk kedalam kategori minuman keras sehingga masuk kedalam golongan khamar.  Dengan demikian, minuman Shandy jelas haram karena terbuat dari khamar yang diencerkan, sesuai dengan kaidah “jika banyaknya memabukkan maka sedikitnya pun haram”.
            Oleh karena itu jelaslah bahwa kehalalan suatu bahan pangan bukan ditentukan oleh ada atau tidaknya etanol atau alkohol, akan tetapi ditentukan oleh berapa banyak etanol yang terkandung disamping, tentu saja, adanya bahan-bahan haram lainnya dan cara pembuatannya.

Etanol sebagai pelarut dan desinfektan
Mari kita lihat kembali bagaimana dengan hukum bahan-bahan kimia seperti etanol, aseton, heksan, kloroform. Seharusnya asal hukum zat-zat ini adalah halal, akan tetapi manakala mereka digunakan untuk membuat minuman yang memabukkan (etanol dicampur air misalnya, dengan catatan pada kenyataannya hampir tidak ada minuman yang dibuat dengan cara ini) maka minuman yang dibuatnya itu menjadi haram, demikian pula dengan kloroform, jika kloroform digunakan untuk membius diri dengan tujuan supaya teler, maka ia menjadi haram. Dengan demikian, semua bahan kimia selama ia tidak digunakan untuk membuat minuman yang memabukkan atau digunakan untuk "fly" (mabuk narkotika) seharusnya halal. Sehingga, etanol yang digunakan untuk desinfektasi alat-alat kedokteran, pereaksi kimia di lab-lab, pelarut parfum, dll adalah halal dan boleh digunakan. Jika ini tidak boleh, bagaimana dengan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk sanitasi, mereka itu racun jika dimakan, apakah juga tidak boleh digunakan? Jika etanol untuk desinfektasi alat-alat kedokteran diganti dengan aseton (lebih toksik dari alkohol) apakah menjadi boleh karena bukan etanol (alkohol)?.  Penulis yakin seharusnya tetap boleh karena disini haram atau tidaknya dalam konteks dikonsumsi (dimakan atau diminum) atau digunakan untuk membuat kita fly.
Masalah lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah masalah najis. Khamar bersifat najis, walaupun ada yang berpendapat bahwa khamar tidak najis tapi hanya haram. Jika etanol tidak sama dengan khamar maka status etanol sama dengan status bahan-bahan kimia lain yang sejenis yaitu tidak najis sehingga dapat digunakan untuk pelarut parfum karena parfum tidak dimakan dan etanol tidak najis.

Penggunaan etanol dalam pengolahan pangan


Walaupun etanol sebagai bahan kimia seharusnya tidak haram, akan tetapi seperti halnya penggunaan bahan-bahan kimia yang sengaja ditambahkan kedalam bahan pangan, maka penggunaan etanol dalam pengolahan pangan dan pembuatan produk pangan harus dibatasi. Bahan-bahan kimia lain (seperti bahan tambahan pangan) penggunaannya harus dibatasi karena masalah keamanannya dari segi kesehatan. Penggunaan pelarut organik (bahan kimia cair yang sering digunakan untuk melarutkan bahan-bahan kimia lainnya atau untuk mengekstraksi/ mengambil bahan-bahan dari suatu bagian tanaman) yang bersifat lebih beracun dari etanol masih diperkenankan dalam pengolahan bahan pangan seperti pada pembuatan oleoresin  (ini adalah bahan seperti minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi rempah-rempah atau herba.  Pelarut orgaik selain etanol yang digunakan adalah heksana, diklorometan, propanol, aseton, dll.
Akan tetapi apabila oleoresin sudah diperoleh maka pelarut organik ini harus dihilangkan sampai tersisa hanya sedikit sekali (dalam satuan ppm, bagian per sejuta).
Penggunaan pelarut organik seperti etanol pada proses lainnya yaitu untuk mengambil/mengekstraksi minyak dari kacang-kacangan seperti kacang kedele. Dengan demikian, etanol seharusnya juga masih boleh digunakan dalam pengolahan pangan, asalkan pada proses selanjutnya dihilangkan sama halnya seperti penggunaan pelarut organik lainnya.
Etanol seharusnya boleh digunakan sebagai pelarut pengekstrak senyawa-senyawa flavor (senyawa yang digunakan untuk memberi aroma dan rasa makanan), komponen bioaktif (senyawa senyawa kimia yang bermanfaat dalam kesehatan), dan lainnya, asalkan etanol tersebut dihilangkan, atau pada formulasi akhir (dalam essens misalnya) kadar etanolnya tidak lebih dari 1 %. Pada pengolahan pangan lainnya seperti pada pembuatan surimi, etanol juga seharusnya boleh digunakan, asalkan pada produk akhir konsentrasinya tidak lebih dari 1 %.
Batas kadar etanol harus dibawah 1 % yang tersisa atau sengaja ditambahkan untuk suatu keperluan yang belum dapat digantikan dengan yang lain pada ingredien pangan (bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat produk pangan) atau produk pangan ini diusulkan dengan pertimbangan: a) kadar etanol serendah ini tidak akan membuat ingredien atau produk pangan bersifat memabukkan; b) lebih rendah atau sama dengan kadar etanol beberapa produk pangan seperti roti (0.3%), kecap asin Jepang (1%) dan cuka (dibawah 1%); c) sama dengan batas yang ditetapkan oleh MUI dalam menetapkan minuman keras; d) ingredien pangan tidak langsung dikonsumsi, tetapi digunakan dalam pembuatan produk pangan bercampur dengan bahan-bahan lain, sehingga kadar etanol produk pangan akan lebih rendah dari batas diatas. Akan tetapi, etanol tidak boleh digunakan sebagai pelarut akhir suatu ingredien pangan seperti flavor (contohnya essens) dan pewarna. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penyalahgunaannya, walaupun jika eseens ini digunakan untuk membuat produk pangan (maksimum 1%) maka tidak akan membuat produk pangan yang dibuat tersebut bersifat memabukkan.

9. L-Sistein

            Baru-baru ini konsumen baru menyadari bahwa tepung terigu pun bisa tidak halal karena ternyata tepung terigu dapat mengandung L-sistein.  L-sistein yang murah yang banyak tersedia di pasaran adalah L-sistein yang dibuat dari rambut manusia, khususnya yang diproduksi di Cina.  Tentu saja karena berasal dari bagian tubuh manusia maka L-sistein ini haram sehingga tepung terigu yang menggunakan L-sistein dari rambut manusia haram hukumnya bagi umat Islam.  Walaupun demikian perlu diketahui bahwa L-sistein selain dari rambut manusia, bisa juga diperoleh dari bulu unggas.  Seperti diketahui rambut dan bulu banyak mengandung L-sistein.  L-sistein dari bulu unggas pun masih dipertanyakan kehalalannya karena bila diperoleh pada waktu hewan masih hidup maka tidak diperbolehkan, jika diperoleh dari hewan yang sudah mati, dipertanyakan apakah matinya disembelih secara Islami?  Untungnya sekarang sudah ada L-sistein yang diproduksi secara fermentasi dan boleh digunakan, hanya saja harganya memang lebih mahal.  Jadi, sebetulnya tepung terigu yang ada di pasaran belum tentu haram walaupun menggunakan L-sistein, tergantung darimana L-sistein berasal.  Selain itu, L-sistein hanya salah satu pilihan saja dalam pengolahan tepung terigu, bisa digunakan yang lain seperti yang akan dijelaskan dibawah ini.

Apa itu L-sistein?

            L-sistein adalah salah satu jenis asam amino, yaitu unit terkecil pembangun protein.  Secara alami, L-sistein ada di hampir semua bahan pangan, kebanyakan merupakan bagian dari peptida atau protein.  Asam amino secara kimiawi adalah senyawa yang mengandung gugus karboksilat (COOH) dan gugus amino (NH2), itulah sebabnya dinamakan asam (dari asam karboksilat) amino (dari gugus amino).  Penamaan L didepan kata sistein berhubungan dengan struktur tiga dimensi sistein yaitu gugus aminonya berada di sebelah kiri apabila sistein diproyeksikan seperti tiang yang berdiri diatas tanah dimana gugus karboksilatnya berada diatas (kepala) dan gugus aminonya di sebelah kiri (L), jika gugus aminonya ada di kanan maka menjadi D-sistein.  Hanya sistein yang bentuk L yang dicerna oleh tubuh manusia.
           

Fungsi L-sistein pada pembuatan tepung terigu


            Pada pembuatan tepung gandum seringkali ditambahkan bahan-bahan aditif yang berfungsi untuk meningkatkan sifat-sifat tepung gandum yang dihasilkan.  Pada pembuatan tepung gandum, L-sistein (biasanya dalam bentuk hidrokloridanya) berfungsi sebagai improving agent (meningkatkan sifat-sifat tepung gandum yang diinginkan).  Sistein dapat melembutkan gluten (protein utama gandum yang berperan dalam pengembangan adonan yang dibuat dari tepung gandum), dengan demikian adonan tepung gandum menjadi lebih lembut.  Disamping melembutkan, adanya sistein dapat mengakibatkan pengembangan adonan yang lebih besar.

Selain L-sistein, bahan aditif apalagi yang mungkin digunakan dalam pengolahan tepung terigu?

            Selain L-sistein ternyata cukup banyak bahan aditif lain yang mungkin digunakan dalam pengolahan tepung terigu.  Penambahan aditif ini disamping untuk memperbaiki sifat-sifat alami tepung terigu, khususnya sifat-sifat tepung yang sesuai dengan proses pemanggangan (misalnya memendekkan waktu penanganan dengan input energi rendah), juga untuk menjaga keseragaman mutu tepung terigu serta sesuai dengan standar yang berlaku.  Penambahan asam askorbat, bromat alkali atau enzim lipoksigenase dari kedele akan meningkatkan kualitas gluten tepung gandum yang lemah, misalnya pada pembuatan roti.  Dalam hal ini, adonan menjadi lebih kering, resistensi terhadap ekstensi meningkat, lebih toleran pada pencampuran dan lebih stabil selama fermentasi.  Selain itu, volume adonan selama pemanggangan meningkat dan struktur crumb (bagian dalam roti) menjadi lebih baik.  Penambahan enzim proteinase pada tepung terigu dapat mengakibatkan adonan yang dibuat menjadi lebih lembut.  Penambahan enzim alfa-amilase dalam bentuk tepung malt atau tepung enzim hasil kerja mikroorganisme dapat meningkatkan kemampuan menghidrolisa pati yang dikandung dalam tepung terigu, dengan demikian khamir yang tumbuh pada pembuatan adonan mendapat energi yang cukup sehingga pembentukan karbon dioksida optimal dan pengembangan adonan menjadi optimal.

Dimana lagi L-sistein digunakan dalam pengolahan pangan?


L-sistein selain digunakan dalam pengolahan tepung terigu, banyak digunakan dalam pembuatan bahan pemberi rasa dan aroma (perisa, dalam bahasa Inggris: flavourings) daging-dagingan.  Dalam hal ini sistein direaksikan dengan gula atau senyawa berkarbonil (mengandung gugus karbonil) dengan bantuan pemanasan sehingga dihasilkan berbagai senyawa (bisa puluhan atau ratusan) yang secara keseluruhannya memiliki bau yang mengarah ke bau daging masak.  Hasil reaksi ini disebut sebagai meat flavour base.  Untuk mendapatkan bau dan rasa daging ayam misalnya, maka meat flavour base ini dicampur dengan lemak ayam, beberapa senyawa kimia khusus yang bisa meningkatkan intensitas bau daging atau bau lemak ayam.  Selain itu ditambahkan pula rempah-rempah, garam, MSG, dll, seringkali ditambah dengan sistein dengan maksud agar pada waktu dipanaskan sistein bereaksi dengan gula atau senyawa karbonil menghasilkan aroma daging yang lebih mengintensifkan aroma daging yang sudah ada.  Perisa daging (meat flavour) inilah yang sering digunakan dalam bumbu mie instan atau makanan snack.

10. Ingredien Berasal Dari Darah

            Darah merupakan salah zat yang haram dimakan seperti ditegaskan didalam Al Qur’an surat Al Maaidah ayat 3.  Akan tetapi, di beberapa daerah di Indonesia masih ada yang mengkonsumsi darah dengan nama daerah marus.  Di Jerman dikenal pula sosis darah yang cukup populer.  Sekarang ini, bukan hanya darahnya saja yang dimanfaatkan untuk makanan seperti yang telah disebutkan, akan tetapi ingredien yang berasal dari darah juga telah banyak digunakan khususnya pada industri daging.  Hal ini karena ketersediaan darah dari hasil pemotongan hewan, khususnya di negara maju, berlimpah (kira-kira 4% dari berat hewan) dan pembuangannya dapat menimbulkan masalah lingkungan.  Oleh karena itu banyak usaha-usaha untuk memanfaatkan darah dengan membuat ingredien dari darah dan sekarang telah sampai ke tahap komersial.  Penggunaan protein darah semakin populer karena dapat sebagai sumber besi yang penting, meningkatkan kadar protein produk dan sebagai pengganti sebagian daging karena lebih murah.  Keadaan ini semakin menyulitkan umat Islam saja karena akan semakin banyak produk pangan yang menjadi rawan kehalalannya.  Dengan demikian, umat Islam perlu berhati-hati dan perlu mempelajari ingredien apa saja yang bisa dibuat dari darah.

Komposisi darah


            Kira-kira dua-pertiga dari berat darah adalah cairan transparan yang dikenal sebagai plasma.  Plasma ini adalah koloid yang terdiri dari 90% air dan 7% protein.  Protein plasma ini terdiri dari albumin (4 –5%), globulin (2 – 2.5%) dan fibrinogen (0.3 – 0.4%).  Selain itu plasma mengandung garam anorganik (0.9%) dan senyawa organik terlarut lainnya (2.1%).  Sepertiga bagian darah sisanya terutama terdiri dari hemoglobin.  Hemoglobin ini sebetulnya adalah protein yang paling banyak terdapat dalam darah, kira-kira terdapat sebanyak 10% dalam darah, atau kira-kira 50% dari bahan kering darah.

Plasma sapi


            Secara komersial plasma sapi di pasaran negara maju dapat diperoleh dalam bentuk tepung dengan warna putih kekuningan.  Plasma ini mengandung 75% protein, 4% lemak dan memiliki profil asam amino yang baik.  Protein yang ada pada plasma ini memiliki nilai gizi yang baik dengan PER 1.94 dan daya cerna 92% (bandingkan dengan kasein yang memiliki PER 2.5 dan daya cerna 96%).
            Plasma darah mengandung berbagai jenis protein, terutama albumin dan globulin yang dapat bertindak sebagai emulsifier (pengemulsi).  Selain itu, sifat penting yang lebih penting dalam aplikasinya pada produk daging adalah kemampuannya membentuk gel jika dipanaskan.  Gel akan menangkap lemak dan air yang keluar dari matriks protein daging pada saat pemasakan.  Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan kekompakan daging olahan.
            Pada saat ini plasma sapi telah digunakan di negara maju untuk berbagai jenis produk daging dengan berbagai fungsi (lihat Tabel 3  dibawah).  Oleh karena itu produk-produk yang serupa yang terbuat dari daging sapi sekalipun, perlu diwaspadai kehalalannya karena dapat mengandung unsur darah yang diharamkan.



Tabel 3.  Beberapa produk yang dapat mengandung ingredien berasal dari darah
Kategori produk
Jenis produk
Fungsi plasma sapi
Produk tidak matang dan giling

Hamburgers patties, meat balls, Bratwurst (German sausage)

Meningkatkan daya ikat lemak dan air, fat replacer pada produk rendah lemak, menurunkan pengerutan produk
Produk emulsi
Frankfurters, Vienna sausage, bologna, retort ham sausage
Meningkatkan stabilitas emulsi, kualitas (tekstur, flavor, juiciness), peelability dan rendemen pemasakan
Whole muscle products
Boneless ham, restructured ham
Meningkatkan rendemen pemasakan, mengikat serat daging dan meningkatkan tekstur

            Plasma darah (dalam bentuk isolat protein plasma) dapat digunakan pada pembuatan roti sebagai pengganti sebagian tepung gandum, juga sebagai pengganti putih telur pada pembuatan angel food cake.  Pada cake lainnya plasma darah dapat menggantikan fungsi albumen telur.

Hemoglobin


            Hemoglobin yang terdapat dalam konsentrat darah merah setelah serumnya dipisahkan dengan menggunakan sentrifugasi, dapat digunakan sebagai protein fungsional.  Jika pigmen hem dihilangkan dari hemoglobin maka akan tersisa globin yang masih berwarna merah muda.  Konsentrat globin memiliki sifat aktivitas permukaan yang tinggi dan memiliki sifat pembentukan busa yang baik.  Globin komersial telah digunakan untuk menggantikan sebagian daging bebas lemak pada produk patty.  Globin dalam produk ini memiliki sifat fungsional yang serupa dengan protein kedele dan protein susu.

Fibrinogen


            Fibrinogen dapat diubah menjadi fibrin dengan bantuan enzim trombin sehingga terbentuk gel.  Proses ini tidak memerlukan panas.  Untuk membuat reformed meat (daging dengan sifat-sifat tekstur yang baik), potongan daging dicampur dengan larutan fibrinogen yang telah ditambahkan trombin sesaat sebelum dicampurkan dengan potongan daging.  Campuran daging kemudian ditempatkan kedalam cetakan dan dibiarkan sampai terbentuk daging dengan sifat-sifat yang diinginkan.  Pembentukan gel pada daging ini terjadi pada suhu rendah (2–10oC adalah suhu optimumnya), hal ini menguntungkan karena proses pembuatan produk ini dapat dilakukan pada suhu rendah sehingga kerusakan daging akibat pertumbuhan mikroorganisme dapat dihambat.  Setelah jadi, daging diangkat dari cetakan dan dipotong-potong.
            Dengan menggunakan cara diatas, reformed steaks dapat dibuat tanpa pembekuan dan penambahan garam atau fosfat.  Selain itu tidak diperlukan tahap pemasakan sehingga steak dapat dipasarkan dalam bentuk segar.  Di Inggris produk steak yang dibuat dengan menggunakan gel fibrin dipasarkan dengan nama superglue steaks.
            Sebagai tambahan, selain unsur-unsur yang terdapat dalam darah, darah sendiri dalam bentuk tepungnya juga dapat digunakan sebagai pewarna dan suplemen untuk meningkatkan gizi (sebagai sumber yang kaya Fe dan protein).

11. Perisa (Flavourings)

            Pada waktu kita minum sirup, pernahkah kita berpikir bahan bahan apa saja sebenarnya yang kita minum, demikian juga pada waktu kita minum minuman ringan semacam coca cola.  Ada tersedia berbagai rasa sirup, ada rasa jeruk, rasa cocopandan, rasa melon, dll.  Tidakkah terbersit pertanyaan dalam diri kita, terbuat dari apa sirup dan coca cola ini?  Sirup ternyata terbuat dari larutan gula ditambah perisa (flavourings) atau disebut juga essens dan pewarna, mungkin pula ada bahan aditif lain seperti pengasam atau penstabil.  Coca cola juga dibuat seperti sirup yaitu gula ditambah perisa, bahan bahan lain lalu ditambah lagi gas karbon dioksida (ini yang membuat coca cola jika dibuka tutup botolnya akan keluar gas).  Masalahnya, bagaimana status kehalalan sirup dan coca cola ini?  Salah satu titik kritis kehalalan minuman jenis ini adalah terletak pada perisa yang ditambahkan yang seringkali tidak disadari karena banyak yang belum mengetahui cara pembuatannya.
            Perisa, yang dalam bahasa Inggris disebut flavourings, adalah bahan tambahan pangan (food additives) yang digunakan untuk memberikan flavor (aroma dan rasa) yang menyenangkan pada makanan atau minuman, sering juga disebut flavor.  Dalam bahasa sehari-hari sering pula disebut sebagai essens, hanya saja istilah essens hanya ditujukan bagi flavor dalam bentuk cair.  Akan tetapi sebenarnya bentuk perisa atau flavor bukan hanya cair, bisa dalam bentuk padat (dalam bentuk tepung atau butiran) dan emulsi (perisa atau essens jeruk biasanya dalam emulsi yang biasanya terlihat keruh).  Bentuk perisa yang padat sering digunakan untuk membuat bumbu rasa daging dagingan seperti bumbu berbagai rasa daging pada mie instan (daging sapi, daging ayam goreng, ayam bawang, bakso, dll).  Untuk membuat bumbu mie instan ini biasanya perisa dalam bentuk tepung ditambah dengan garam, MSG dan rempah rempah agar memiliki rasa yang enak.  Banyak produk pangan lain juga menggunakan perisa agar memiliki flavor yang diinginkan seperti produk ekstrusi semacam Chiki, produk-produk susu seperti susu rasa strawberry, yoghurt rasa moka, dll. Dengan demikian penggunaan perisa ini sudah sangat meluas dan umum dalam pembuatan produk pangan.

Bagaimana perisa dibuat?

Secara umum perisa dibuat melalui dua cara yaitu:

a. Pencampuran bahan-bahan kimia yang disebut dengan aroma chemicals yang biasanya terdiri dari character impact odorant, middle notes dan base notes (penggolongan ketiga kelompok bahan kimia tersebut didasarkan atas sumbangsih bahan kimia tersebut terhadap aroma perisa yang dibuat dan kecepatan bahan kimia tersebut tercium), kemudian bahan-bahan kimia ini dilarutkan dalam suatu pelarut yang sesuai. Untuk perisa yang nantinya akan digunakan dalam bahan pangan aqueous (banyak mengandung air) maka pelarut yang biasa dipakai adalah propilen glikol dan alkohol, kadang kadang gliserol dan triasetin. Untuk perisa yang akan digunakan dalam bahan pangan berlemak maka pelarutnya biasanya minyak nabati atau mygliol (trigliserida dengan asam lemak rantai sedang). Ada pula perisa emulsi yang biasanya tersusun dari bahan-bahan kimia yang kurang larut air sehingga harus dibuat menjadi emulsi agar bisa larut air, untuk itu diperlukan bahan pengemulsi (emulsifier). Bahan lain seperti pewarna, pengawet, antioksidan bisa ditambahkan jika diperlukan.
Ada pula perisa yang dibuat melalui pencampuran flavor alami (minyak atsiri, oleoresin, dll) dengan aroma chemicals. Ini biasanya dilakukan untuk membuat perisa jeruk-jerukan karena aroma jeruk sulit diperoleh jika hanya mengandalkan aroma chemicals saja. Karena minyak atsiri tidak larut dalam air, maka perisa yang dibuat biasanya dalam bentuk perisa emulsi (supaya bisa digunakan untuk bahan pangan aqueous) dimana untuk ini diperlukan bahan pengemulsi.

b. Pembuatan senyawa-senyawa flavor melalui suatu reaksi, biasanya dibuat dengan cara enzimatis atau reaksi kimia menggunakan pemanasan. Flavor yang dihasilkan sering disebut process flavour. Dengan cara inilah base flavor daging dibuat yaitu dengan cara mereaksikan asam amino (diantaranya L-sistein yang terpenting) dengan gula (xilosa, glukosa, dll) atau senyawa karbonil. Perisa daging kemudian dibuat dengan cara menambahkan aroma chemicals kedalam base, dan bahan-bahan pembantu lainnya seperti garam, rempah-rempah dan MSG. Untuk membuat flavor keju maka lemak susu dipecah-pecah dengan menggunakan enzim seperti enzim protease dan lipase sehingga terbentuk berbagai senyawa diantaranya kelompok 2-alkanon yang terpenting yang berperan dalam pembentukan flavor keju.

Titik kritis kehalalan perisa

            Kekhawatiran ketidakhalalan perisa (flavor) dapat disebabkan oleh karena tiga hal, yaitu: 1) pelarut, 2) bahan dasar, dan 3) bahan aditif yang digunakan dalam pembuatan perisa.
            Etanol tidak diperkenankan digunakan sebagai pelarut akhir komponen-komponen flavor, akan tetapi masih memungkinkan dibolehkan ada dalam formulasi akhir perisa dengan kadar kurang dari 1%.  Penggunaan etanol kadang diperlukan untuk melarutkan beberapa komponen tertentu yang hanya bisa larut dengan baik didalam etanol.  Sebagai ganti etanol sebagai pelarut akhir dapat digunakan propilen glikol, walaupun toksisitas propilen glikol tidak lebih baik dari alkohol.  Gliserol yang digunakan sebagai pelarut tidak boleh berasal dari hasil hidrolisis lemak hewani (kecuali berasal dari hewan yang halal, akan tetapi mengingat kebanyakan gliserol adalah produk impor maka besar kemungkinan jika berasal dari hewan maka hewannya adalah hewan yang tidak halal), untungnya secara komersial kebanyakan gliserol merupakan hasil sintesis organik dengan menggunakan bahan dasar yang berasal dari minyak bumi.  Mygliol yang digunakan untuk pelarut komponen flavor yang larut lemak bisa natural atau hasil sintesis dengan menggunakan asam lemak.  Tentu saja mygliol yang berasal dari hewan atau dibuat dari bahan yang berasal dari hewan harus dihindari dengan alasan yang sudah dikemukakan sebelumnya, untungnya kebanyakan berasal dari nabati (tanaman).
Beberapa bahan flavor diperoleh dari hewan, contohnya adalah civet (dari kucing civet yang banyak hidup di pegunungan Himalaya, diambil dari mamary gland kucing civet pada waktu hewan ini masih hidup), musk oil (dari rusa hidup) dan castoreum (dari hewan berang-berang).  Dengan demikian, perisa tidak boleh mengandung civet, musk oil atau castoreum.  Walaupun sudah jarang ditemukan dalam formulasi flavor, akan tetapi kadang-kadang penggunaan bahan flavor dari hewani ini masih ditemukan pada flavor yang dibuat dengan menggunakan formula lama.
Untuk menghasilkan flavor daging diperlukan base yang dibuat dari hasil reaksi asam amino atau protein hidrolisat, gula dan kadang-kadang lemak atau turunannya (bahan bahan pembuat perisa daging ini sering disebut pula dengan prekursor).  Oleh karena itu asam amino dan lemak yang digunakan harus yang halal karena keduanya dapat tidak halal seperti akan dijelaskan kemudian.   Dalam pembuatan flavor daging kadang digunakan pula ekstrak daging sehingga harus jelas pula jenis daging (tidak boleh babi) dan cara penyembelihan hewannya (harus penyembelihan Islami untuk daging sapi dan kambing).
Salah satu prekursor yang dapat digunakan dalam pembuatan perisa daging adalah lemak, baik itu lemak ayam, sapi atau lemak babi. Untuk membuat perisa daging ayam (sering digunakan untuk mie instan, sup ayam, kaldu ayam, produk ekstrusi, dll), seringkali digunakan lemak ayam, khususnya untuk memberi flavor daging ayam rebus yang aromanya banyak ditentukan oleh komponen-komponen yang berasal dari hasil degradasi (pemecahan) lemak. Disamping lemak, ada pula perisa yang dibuat dengan menggunakan ekstrak dagingnya sendiri, yang dapat dibuat dengan memanfaatkan daging sisa hasil pengolahan daging dimana daging tersebut biasanya dihidrolisa dulu agar menghasilkan rasa daging yang sesuai.  Dari segi kehalalan, seperti dijelaskan pada cara pembuatannya diatas, perisa daging termasuk kedalam bahan yang harus dicermati karena dapat mengandung lemak hewani, bahkan lemak babi dan ekstrak daging. Seperti diketahui sebagian perisa adalah produk impor dimana bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatannya diperoleh dari negara-negara maju. Di negara maju banyak lemak dan sisa-sisa daging babi yang digunakan untuk pembuatan perisa. Disamping itu, daging dan lemak sapi, kambing atau ayam diperoleh dari hewan yang kebanyakan tidak disembelih secara Islami. Oleh karena itu, perlu pemeriksaan yang teliti terhadap perisa daging ini karena kemungkinan tidak halalnya tinggi. Masalahnya, perisa daging dalam label hanya ditulis perisa daging seperti perisa daging ayam, daging sapi, bakso, dll tanpa diketahui bahan pembuatnya apa. Dengan demikian, untuk menentukan kehalalan perisa daging tidak dapat dilakukan hanya dengan membaca komposisi pada label saja, harus ditelusuri bagaimana perisa itu dibuat, sebuah pekerjaan yang tidak mudah.
Salah satu asam amino yang banyak digunakan dalam pembuatan dan campuran perisa daging adalah L-sistein.  L-sistein yang murah yang banyak tersedia di pasaran adalah L-sistein yang dibuat (diekstrak) dari rambut manusia, khususnya yang diproduksi di Cina.  Tentu saja karena berasal dari bagian tubuh manusia maka L-sistein yang ini haram sehingga perisa daging yang menggunakan L-sistein dari rambut manusia haram hukumnya bagi umat Islam.  Walaupun demikian perlu diketahui bahwa L-sistein selain dari rambut manusia, bisa juga diperoleh dari bulu unggas.  Seperti diketahui rambut dan bulu banyak mengandung L-sistein.  L-sistein dari bulu unggas pun masih dipertanyakan kehalalannya karena bila diperoleh pada waktu hewan masih hidup maka bisa jadi tidak diperbolehkan, jika diperoleh dari hewan yang sudah mati, maka akan dipertanyakan apakah matinya disembelih secara Islami?  Untungnya sekarang sudah ada L-sistein yang diproduksi secara fermentasi dan boleh digunakan, hanya saja harganya memang lebih mahal.
Dalam flavor dairy (produk susu dan turunannya seperti susu segar, mentega, keju, dll) diperlukan bukan hanya bahan-bahan kimia tunggal pembentuk aroma, tetapi juga asam-asam lemak untuk membentuk rasa dan mouthfeel (rasa yang diantaranya berhubungan dengan keberadaan lemak seperti pada waktu merasakan beda antara es krim yang mengandung banyak lemak dengan yang kurang lemak, pada yang kurang lemak terasa ringan rasanya dan sebaliknya), tentu saja perlu jelas dari mana asam lemaknya.  Selain itu, banyak komponen-komponen pembentuk aroma produk dairy ini dibuat dengan cara enzimatis dengan menggunakan lemak sebagai substrat.  Dengan demikian baik substrat (lemak) maupun enzimnya harus jelas sumbernya, tidak diperkenankan berasal dari babi atau hewan yang disembelih tidak secara Islami.
Yang sering menjadi masalah adalah fusel oil dan turunannya.  Fusel oil diperoleh terutama sebagai hasil samping industri pembuatan minuman beralkohol, khususnya distilled beverages (minuman keras yang dihasilkan dari proses distilasi produk fermentasi alkohol), yaitu diperoleh sebagai salah satu fraksi dalam distilasi hasil fermentasi alkohol.  Karena diperoleh dengan memanfaatkan hasil samping minuman beralkohol (khamar) maka jelas fusel oil tidak diperkenankan digunakan oleh umat Islam.  Komponen utama fusel oil diantaranya adalah isoamil alkohol, isobutil alkohol, propanol dan etanol.  Isoamil akohol yang banyak digunakan dalam pembuatan perisa buah-buahan, banyak yang berasal dari fusel oil ini.  Celakanya lagi, fusel oil ini sering digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan beberapa senyawa aroma lain seperti berbagai jenis ester, diantaranya adalah isoamil asetat.  Isoamil asetat juga banyak digunakan dalam pembuatan flavor buah-buahan.  Ada yang mengklaim bahwa fusel oil yang digunakan berasal dari hasil samping pembuatan etanol, akan tetapi informasi ini masih perlu dikonfirmasi lebih lanjut.
Bahan lain yang menjadi masalah dari segi kehalalannya adalah cognac oil.  Cognac oil sering digunakan di industri flavor sebagai salah satu ingredien dalam pembuatan perisa.  Cognac oil dikenal pula dengan nama Wine Lees Oil atau Weinhefeoel (Jerman) dan merupakan produk samping dari distilasi Cognac (Brandy), salah satu jenis minuman beralkohol.  Oil ini terdapat di cognac dengan kadar sekitar 2 mg%.
Dari uraian diatas terlihat bahwa perisa atau flavor atau essens ternyata rawan kehalalannya, padahal pada daftar ingredien produk pangan yang tertera di label komposisi perisa tidak pernah dilaporkan.  Padahal pula, perisa banyak digunakan dalam produk pangan, sebagian besar produk pangan menggunakan perisa.  Hal ini menjadi salah satu alasan kuat mengapa pemeriksaan kehalalan suatu produk pangan menjadi suatu keharusan agar status kehalalan produk pangan menjadi jelas.  Untuk itu, peran MUI menjadi sangat vital dalam pemeriksaan kehalalan produk pangan ini.  Pencantuman label halal pada produk yang telah diperiksa kehalalannya oleh MUI menjadi sangat penting untuk membedakan mana produk yang telah dijamin kehalalannya dan mana yang belum.




Perisa Babi Sintetik

            Seperti telah dijelaskan diatas perisa daging termasuk kedalam kelompok process flavour yaitu perisa yang utamanya dibuat dengan reaksi kimia dari bahan-bahan prekursornya.  Salah satu prekursor yang dapat digunakan adalah lemak, baik itu lemak ayam, sapi atau lemak babi.  Untuk membuat perisa daging ayam sering digunakan lemak ayam, khususnya untuk memberi flavor daging ayam rebus yang aromanya banyak ditentukan oleh komponen-komponen yang berasal dari hasil degradasi lemak.  Disamping lemak, ada pula perisa yang dibuat dengan menggunakan ekstrak dagingnya sendiri, yang dapat dibuat dengan memanfaatkan daging sisa hasil pengolahan daging dimana daging tersebut biasanya dihidrolisa dulu agar menghasilkan rasa daging yang sesuai.
            Dari segi kehalalan, seperti dijelaskan pada cara pembuatannya diatas, perisa daging termasuk kedalam bahan yang harus dicermati karena dapat mengandung lemak hewani, bahkan lemak babi dan ekstrak daging.  Seperti diketahui sebagian perisa adalah produk impor dimana bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatannya diperoleh dari negara-negara maju.  Di negara maju banyak lemak dan sisa-sisa daging babi yang digunakan untuk pembuatan perisa.  Disamping itu, kebanyakan daging dan lemak sapi, kambing atau ayam diperoleh dari hewan yang kebanyakan tidak disembelih secara Islami.  Oleh karena itu, perlu pemeriksaan yang teliti terhadap perisa daging ini karena kemungkinan tidak halalnya tinggi.  Masalahnya, perisa daging dalam label hanya ditulis perisa daging seperti perisa daging ayam, daging sapi, bakso, dll tanpa diketahui bahan pembuatnya apa.  Dengan demikian, untuk menentukan kehalalan perisa daging tidak dapat dilakukan hanya dengan membaca komposisi pada label saja, harus ditelusuri bagaimana perisa itu dibuat, sebuah pekerjaan yang tidak mudah.  Apabila dari hasil pemeriksaan perisa daging terbuat dari bahan-bahan yang halal maka halallah dia dan sebaliknya.
            Perisa daging babi dibuat sama seperti dengan yang dijelaskan diatas.  Dengan demikian, perisa babi bisa dibuat dengan tanpa menggunakan unsur-unsur dari babi itu sendiri apakah lemaknya atau ekstrak dagingnya.  Dengan kata lain hanya menggunakan bahan-bahan kimia saja, atau kalaupun ada dapat ditambahkan lemak sapi atau ekstrak daging sapi dari sapi yang disembelih secara Islami.  Jika dibuat dari bahan-bahan yang halal seperti ini apakah perisa daging babi boleh digunakan?  Untuk menjawab pertanyaan ini maka kita harus ingat bahwa kehalalan suatu bahan tidak hanya tergantung pada bahannya saja, ada prinsip-prinsip atau kaidah lain yang harus pula diterapkan.  Salah satu kaidah yang harus diterapkan adalah Islam menutup lubang-lubang ke arah haram.  Jadi, apa saja yang akan membawa kepada yang haram adalah haram (Yusuf Qardhawi dalam bukunya Halal dan Haram dalam Islam).  Walaupun perisa daging babi dibuat dengan tidak menggunakan bahan yang haram sekalipun maka perisa daging babi jenis ini seharusnya tidak boleh digunakan sama sekali (haram) karena jika dibolehkan maka akan membawa kita menyukai apa-apa yang Allah haramkan.  Secara awam saja kita tidak dapat membedakan perisa daging ayam yang halal dengan yang tidak halal (menggunakan bahan yang tidak halal dalam pembuatannya), apalagi perisa daging babi yang kemungkinan menggunakan bahan yang tidak halalnya lebih tinggi lagi.  Disamping itu, jika kita telah terbiasa mengkonsumsi bahan pangan berflavor daging babi sintetik (walaupun dibuat dari bahan-bahan yang halal), maka kita akan cenderung untuk menyukainya dan suatu saat tidak dapat lagi membedakan mana yang sintetik dan mana yang alami serta mana yang dibuat dengan bahan yang tidak halal.  Dengan prinsip mencegah ke arah haram maka penggunaan perisa babi, bagaimanapun dibuatnya, tidak diperkenankan sama sekali.
            Permasalahan lain juga timbul yaitu dalam pembuatan perisa daging sering dilakukan dengan pencampuran berbagai perisa yang sebelumnya sudah dibuat disamping base.  Untuk membuat perisa daging sapi misalnya, dapat digunakan perisa daging babi sebagai salah satu bahan dasarnya disamping base dan bahan-bahan lain.  Dengan menggunakan prinsip mencegah ke arah haram maka penggunaan perisa daging babi untuk pembuatan perisa daging (ayam, sapi, dll), walaupun dibuat dari bahan-bahan yang halal, tetap tidak diperkenankan.

12. Bahan Haram Dalam Obat

Masyarakat muslim saat ini sangat membutuhkan adanya jaminan kehalalan produk yang biasa mereka konsumsi.  Kesadaran masyarakat muslim terhadap wajibnya mengkonsumsi produk yang halal sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, karena sudah merupakan bagian dari keyakinan agama yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Sebagai negara yang mayoritas muslim, tentu saja kepastian halal suatu produk wajib dipenuhi.  Adalah ironis sekali bila masyarakat mayoritas tidak mampu berbuat untuk kebaikan dirinya sendiri.

Salah satu produk yang hingga sekarang belum menjadi perhatian masyarakat muslim tentang kehalalannya adalah produk obat-obatan, khususnya obat yang dipakai dengan cara memasukannya lewat pintu rongga mulut. 
Bagaimanapun juga obat adalah bagian dari makanan.  Sebagaimana yang dikatakan oleh para perintis ilmu kedokteran seperti Hipokrates ataupun Ibnu Sina (Avisena), bahwa obat adalah makanan dan makanan adalah obat.  Oleh karena antara obat dan makanan tidak bisa dipsahkan, maka status kehalalan obat-obatan mutlak dan wajib adanya. 
Sepertinya masyarakat kita sampai saat ini masih sangat-sangat permisif terhadap status halal obat-obatan, meskipun di dalamnya terdapat bahan-bahan yang berasal dari barang yang haram, misalnya babi.  Sikap permisif ini barangkali akibat pemahaman tentang Hukum Darurot yang kurang terkontrol.   Padahal dalam ajaran Islam, darurot itu ada batasannya.  Barangkali pemahaman yang berasumsi bahwa apapun bendanya akan halal dikonsumsi bila untuk obat, haruslah segera ditinggalkan jauh-jauh.
Memang benar, bahwa barang yang haram bisa menjadi halal bila dalam keadaan darurat, sebagaimana  halnya bangkai hewan yang bisa halal dimakan bila dalam keadaan darurat (Qur’an Surat Al-Baqarah : 173).  Namun dalam kasus obat-obatan sepertinya hukum darurat ini kesannya terlalu diperlebar dan berlebihan.  Sehingga, bahan obat apapun dipandang halal tanpa kecuali karena berlindung di balik tameng darurat.
Kalau kita menyimak hukum darurot yang digambarkan dalam Al-Qur’an, hukum darurat itu diterapkan hanya bila dalam keadaan terpaksa.  Sebagaimana juga dalam hal dihalalkannya bangkai hewan, yaitu bilamana minimal dalam sehari semalam (misalnya di tengah gurun pasir) tidak menemukan makanan apapun, kecuali hanya bangkai binatang itu satu-satunya.
Adapun dalam hal obat-obatan, dengan semakin majunya bidang farmasi, maka banyak sekali variasi dan jenis obat-obatan yang bisa digunakan dalam dunia kedokteran dan umumnya berasal dari bahan yang halal dimakan.  Oleh karena itu para dokter mempunyai pilihan atau alternatif yang banyak dalam menentukan jenis obat yang tepat dan rasional  untuk diresepkan bagi pasiennya.

 

            Beberapa bahan haram atau syubhat yang mungkin terdapat dalam obat adalah sebagai berikut:

1. Unsur Babi (Porcine)

Bila kita menyimak komposisi atau bahan baku obat, maka kita akan mendapatkan bahwa ada merek-merek obat tertentu yang menggunakan bahan baku yang diharamkan di dalam ajaran Islam.  Misalnya, bahan yang berasal dari binatang babi, ataupun bahan yang berpotensi memabukkan.
Sebagai contoh, ada obat suntikan untuk mengobati penyakit Diabetes Mellitus atau kencing manis yang berasal dari babi (porcine).  Sementara itu banyak juga obat suntik yang khasiat dan fungsinya sama untuk kecing manis, tetapi tidak berasal dari porcine atau babi.  Lantas apakah kita masih berkeyakinan bahwa obat yang berasal dari babi itu halal digunakan, dengan alasan darurot, semetara ada obat lainnya yang halal dimakan ?

Kalau kita benar-benar memahami dengan benar tentang hukum darurot, maka pasti kita tidak akan menghalalkan obat yang berasal dari babi ini, karena dasar untuk hukum darurotnya tidak terpenuhi.  Hal ini karena memang masih banyak pilihan obat lainnya yang tidak mengandung unsur babi.

2. Alkohol (Etanol)

Bahan obat lainnya yang mungkin masih dianggap darurot adalah alkohol (etanol) yang biasa dicampurkan pada obat-obatan jenis syrup.  Masalah alkohol ini tentu saja banyak sekali perdedaan pendapat tentang status halal-haramnya di dalam obat, terutama dalam penggunaan untuk campuran obat yang diminum atau obat syrup.
Berdasarkan hasil rapat Komisi Fatwa MUI tahun 2001, disimpulkan bahwa minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol minimal 1 (satu) %.  Dari hasil pengamatan para pakar, memang bahwa larutan yang mengandung konsentrasi alkohol sama dengan atau lebih besar dari 1 % sangat berpotensi memabukkan, sesuai dengan keterangan sebuah hadis Rasulullah Saw.
Dengan adanya patokan 1 % ini, maka akan mudahlah bagi kita untuk memilih dan menentukan apakah suatu produk obat itu termasuk minuman keras atau bukan.  Pembatasan kadar alkohol ini sangat perlu dan dimaksudkan untuk mencegah, karena prinsip Islam itu adalah mencegah ke arah yang haram.
Dalam Muzakarah tentang Alkohol dalam minuman yang diselenggrakan MUI pada tahun 1993, dr. Kartono Muhammad, MPH selaku ketua umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) saat itu, mengatakan bahwa fungsi alkohol dalam obat yang diminum, sudah dapat digantikan dengan bahan lain, sehingga disarankan untuk mencari alternatif pengganti alkohol dengan jenis pelarut lainnya yang lebih aman secara Syariah.
Dari kenyataan yang ada di masyarakat, tidak sedikit obat-obat syrup yang mengandung kadar alkohol yang lebih dari batas 1 %.  Akan tetapi ternyata obat syrup yang tanpa alkohol ataupun yang alkoholnya kurang dari 1% (lihat Tabel berikut mengenai kadar alkohol yang ada didalam obat batuk sirup), jumlahnya jauh lebih banyak dari pada obat syrup yang berkadar alkohol lebih dari 1%.  Lantas apakah kita masih bisa menghalalkan obat syrup yang kadar alkoholnya lebih dari 1 % dengan alasan darurat ?

Tabel 4. Daftar obat batuk yang mengandung alkohol (etanol)

No.
Nama Paten Pabrik Farmasi
Kadar Etanol
1
Alpara syrup Molex Ayus
8 %
2
Alphadryl syrup Pharmax Apex
5 %
3
Alphamol syrup Molex Ayus
6 %
4
Benadryl CM syr Parke Davis
5 %
5
Benadryl DMP syr Parke Davis
3 %
6
Bufugan Syrup Bufa Aneka
0.45 %
7
Cendonadryl syr Cendo
5 %
8
Decadryl syrup harsen
5 %
9
Eksedryl syrup Ethica
5 %
10
Farinflu syrup Ifars
5 %
11
Fevrin drops Ponco
10 %
12
Fevrin syrup Ponco
10 %
13
Hufadryl syrup Gratia
1 %
14
Inadryl syrup Interbat
5 %
15
Kemodryl syrup Phytokemo Agung
5 %
16
Koffex syrup Dumex Alpharma
5 %
17
Nipe drops Asta Medica
10 %
18
Niriton syrup Phapros
5 %
19
Niteflu syrup Pharpros
5 %
20
OBB syrup Temposcan Pasific
10 %
21
Ometridryl syrup Mutifa
5 %
22
Panadrop syrup IPI
9.26 %
23
Paradryl syrup Prafa
5 %
24
Ramadryl At syrup Rama Farma
3 %
25
Ramadryl Eks syr Rama Farma
5 %
26
Rhinodin syrup Therafarma M
10 %
27
Sakadryl syrup Saka Farma
5 %
28
Sanadryl syrup Sanbe Farma
3 %
29
Sanadryl Plus syrup Sanbe Farma
3 %
30
Sanaflu syrup Sanbe Farma
10 %
31
Sanmol syrup Sanbe Farma
7 %
32
Suwaryl syrup Kaliroto
5 %
33
Tuxyl syrup Eks. Kaliroto
5 %
34
Yekadryl syrup Yekatria Farma
5 %
           
Sumber data:   ISO-Indonesia, edisi farmakoterapi, Volume XXXIII-2000



Bila komponen alkohol ini berada pada obat-obatan antiseptik untuk penggunaan luar atau permukaan kulit (bukan syrup untuk diminum) barang kali kita bisa memakluminya. Hal ini tidak begitu perlu dipermasalahkan, karena tidak dimakan disamping itu sebagai bahan kimia sama statusnya dengan bahan kimia lainnya dalam hal kenajisannya yaitu tidak najis.  Alkohol sebagai salah satu jenis bahan kimia yang tidak bisa dikonsumsi langsung (karena bisa mengakibatkan kematian, sama seperti jika kita minum aseton, salah satu jenis bahan kimia lainnya) tidak bisa disamakan dengan khamr yang merupakan sesuatu yang diminum dan terdiri dari ratusan senyawa kimia. 
Lantas bagaimanakah penggunaan minuman keras (khamar) untuk pengobatan menurut pandangan Fuqoha.  Di dalam kitab Fikih Sunnah Sayyid Sabiq dikatakan bahwa dahulu pada zaman Jahiliyah, manusia meminum arak dengan dalih untuk pengobatan.  Setelah datang Islam, mereka dilarang menggunakannya meskipun untuk tujuan obat dan sekaligus juga diharamkan.
Imam Ahmad,  Muslim, Abu Daud dan At-Tirmidzi meriwayatkan dari Thariq bin Suaid Al Ju’fie, bahwasanya ia menanyakan kepada Rasulullah Saw mengenai khamar, kemudian Rasulullah Saw melarangnya, dan kemudian ia (Suaid) menjelaskannya kepada Rasulullah  bahwa aku (Suaid) membuatnya untuk obat, lalu beliau bersabda : “Sesungguhnya khamar itu bukan obat, tapi justru penyakit”. 
Dalam hal obat yang berpotensi memabukkan, barangkali hanya obat bius saja yang bisa dikategorikan darurat.  Bagaimanapun juga, sesungguhnya orang yang dibius di kamar operasi bedah itu, pada dasarnya adalah orang yang sengaja dibuat mabuk hingga tak sadarkan diri, hanya saja mabuknya terkendali.  Namun, status darurat bagi obat bius pun ada batasannya.  Tentu saja batasannya adalah : siapa yang memakainya dan untuk tujuan apa.  Jadi status darurot obat bius ini hanyalah berlaku bila penggunaannya oleh ahlinya serta untuk pengobatan, bukan untuk “drug abuse” atau penyalahgunaan obat, seperti untuk mabuk-mabukan atau “teler”.  Jadi  hukum darurot obat bius hanya berlaku, bila pemakaiannya bukan untuk perilaku yang yang bertentangan dengan  aturan Allah Swt.

3. Plasenta dan Air Seni.

Akhir-akhir ini, organ tubuh yang disebut plasenta sedang “trend” digunakan dalam produk kosmetika maupun obat.  Plasenta atau disebut juga ari-ari adalah jaringan penghubung antara janin yang dikandung dengan ibu yang mengandungnya.  Plasenta ini merupakan saluran untuk mengalirakan zat-zat makanan, air dan oksigen dari ibu ke janin.  Juga untuk membuang CO2 serta sisa metabolisme (sampah) dari janin ke ibu.
Menurut laporan dari www.bangsaku.com,  sebuah situs warta online di internet, bahwa sekarang MUI sedang menyoroti salah satu penggunaan organ tubuh manusia yaitu plasenta untuk obat dan kosmetika yang kini dijumpai pada berbagai produk di tanah air. 
Sebagaimana diketahui, bahwa di layar televisi sering kita jumpai iklan produk kecantikan atau kesehatan yang tanpa kita sadari menggunakan plasenta sebagai bahan baku utamanya.  Plasenta dalam pemakaian “topical” atau permukaan kulit diyakini dapat berfungsi untuk regenerasi sel-sel tubuh sehingga dapat mempertahankan kulit agar tetap sehat, segar muda dan cantik.  Tak hanya itu, plasenta juga mampu mengembalikan kemulusan kulit akibat luka atau penyakit kulit.   Tetapi darimanakah plasenta ini berasal?
Plasenta atau ari-ari ini ada pada semua mahluk hidup yang hamil (mamalia), dan akan dibuang ketika melahirkan, bersamaan dengan keluarnya bayi.  Plasenta yang sering digunakan untuk kosmetika atau produk kesehatan tersebut dapat berasal dari plasenta hewan (kambing, sapi dan lain-lain) atau dari plasenta manusia.
            Bangsaku.com menambahkan bahwa yang paling banyak digunakan justru plasenta manusia yang banyak terdapat di rumah sakit atau rumah bersalin.  Penggunaan organ tubuh manusia ini bukan hanya terjadi di luar negeri, tapi juga sudah dikembangkan di tanah air.
Meski kebanyakan bukan untuk produk pangan, akan tetapi penggunaan organ tubuh atau setidaknya bagian dari kehidupan manusia ini menimbulkan pro dan kontra.  Selain itu, dari segi peradaban, dan yang lebih penting bagi umat Islam adalah halal atau tidaknya penggunaan plasenta atau organ tubuh lain dari manusia.
Untuk memberi kejelasan pada masyarakat luas dan menghindari kesalah pahaman, secara khusus MUI dalam Munas yang lalu telah membahas masalah ini secara khusus.  Hal ini menurut MUI karena banyaknya desakan yang timbul dari masyarakat akibat pro dan kotra penggunaan organ tubuh manusia tersebut, termasuk penggunaan air seni untuk pengobatan.
Melalui Keputusan Fatwa MUI  no. 2/Munas /VI/ MUI/ 2000 ditetapkan bahwa :

1.Yang dimaksud dengan (a) Penggunaan obat-obatan adalah mengkonsumsinya sebagai pengobatan, dan bukan menggunakan obat pada bagian luar tubuh (b) Penggunaan air seni adalah meminumnya sebagai obat (c) Penggunaan kosmetika adalah memakai alat kosmetika pada bagian luar tubuh dengan tujuan perawatan tubuh dan kulit, agar tetap atau menjadi baik dan indah (d) Al-Istihalah adalah perubahan suatu benda menjadi benda lain yang berbeda dalam semua sifat-sifatnya dan menimbulkan akibat hukum : dari benda najis atau mutanajis menjadi benda suci dan dari benda yang diharamkan menjadi benda yang dibolehkan (mubah).

2. Penggunaan obat-obatan yang mengandung atau berasal dari bagian organ tubuh manusia, hukumnya adalah haram.  Kecuali dalam keadaan darurat dan diduga kuat dapat menyembuhkan menurut keterangan dokter ahli terpercaya.

3. Pengguanaan air seni manusia hukumnya adalah HARAM.  Kecuali dalam keadaan darurat dan diduga kuat dapat menyembuhkan menurut keterangan dokter ahli terpercaya.

4. Pengguanaan kosmetika yang mengandung atau berasal dari bagian organ manusia hukumnya adalah  HARAM.  Kecuali setelah masuk ke dalam proses Istihalah.

5. Menghimbau kepada semua pihak agar sedapat mungkin tidak memproduksi dan menggunakan obat-obatan atau kosmetika yang mengandung unsur bagian organ manusia  atau berobat dengan air seni manusia. 
Bagi kaum muslimin, tentunya harus berhati hati dalam membeli produk-produk yang kemungkinan mengandung plasenta, ataupun yang menggunakan bagian organ manusia lainnya, minimal dengan membaca komposisi bahannya yang tercantum dalam kemasannya. Tentunya hal ini akan membuat kita untuk lebih waspada.
Sementara itu ada juga obat paten resep dokter yang mengandung ekstrak plasenta.    Obat tersebut yaitu yang bermerek paten BIOPLACENTON produksi Kalbe Farma, dengan kandungan ekstrak plasenta 10%.  Obat ini berupa jeli atau salep untuk obat oles pada berbagai jenis luka.
Kemudian yang lainnya yaitu obat paten merek MOLOCO+B 12,  obat ini berbentuk pil atau tablet untuk diminum, tidak seperti Bioplacenton yang hanya untuk obat oles di permukaan kulit.  Tiap tablet Moloco+B12, mengandung ekstrak plasenta 15 mg.  Penggunaan obat pil ini adalah untuk menstimulasi aktifitas kelenjar Air Susu Ibu (ASI), agar setelah melahirkan produksi ASI-nya meningkat.
            Namun sayangnya, asal-usul plasentanya tidak jelas, apakah dari plasenta manusia ataukah dari plasenta binatang.  Oleh karena itu diperlukan penjelasan rinci dari produsen obat yang bersangkutan.  Dengan demikian konsumen bisa mengetahui dan bisa meminta kepada dokter yang meresepkannya untuk memilih obat jenis lainnya yang tidak meragukan. 
Perlu juga diungkapkan di sini, bahwa sesungguhnya obat-obatan itu banyak sekali jenis dan variasinya.  Sehingga, banyak alternatif yang bisa dipilih oleh dokter dalam menuliskan resepnya, termasuk juga obat yang fungsi dan khasiatnya sama dengan Bioplasenton maupun Moloco, banyak sekali pilihannya.   Oleh karena itu, bila seandainya dikemudian hari diketahui bahwa kedua merek ini mengandung bahan yang haram, maka tidak ada alasan bagi umat Islam untuk tetap menggunakannya dengan dasar hukum darurat, karena masih banyak pilihan obat lainnya yang tidak mengandung plasenta. 

Obat Berlabel Halal

Mengingat banyaknya obat-obatan yang diragukan kehalalannya, maka sudah waktunya sekarang, Departemen Agama, Departemen Kesehatan RI dan MUI untuk membahas mengenai status halal bagi obat.  Berhubung sekarang ini populasi berbagai jenis obat cukup banyak seiring dengan semakin majunya bidang farmasi dan hampir setiap tahun selalu hadir berbagai merek obat-obatan yang baru.
Dengan semakin banyaknya variasi dan jenis obat, menjadikan obat-obatan yang berasal dari bahan yang haram atau memabukkan (kecuali obat bius) sudah wajib untuk ditinggalkan. Hal ini karena hampir dipastikan, alasan darurot tidak bisa digunakan lagi bagi obat-obatan yang mengandung bahan haram.
Kalaulah produk makanan bisa diberikan label halal, mengapa obat-obatan (yang diminum/ditelan) tidak bisa?  Padahal, pada hakekatnya obat itu adalah makanan dan makanan itu adalah obat.  Obat dan makanan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Penulis sebagai muslim sangat mengharapkan sekali dan menantikan hadirnya obat-obatan yang berlabel halal atau ada jaminan kehalalannya.  Sehingga, tidak ada keraguan lagi dalam hati bila menuliskan resep obat apapun.  Semoga saja sertifikasi halal pada pada obat-obatan, khususnya jenis obat yang diminum/ditelan, akan menjadi kenyataan di kelak kemudian hari, amien.

Tidak ada komentar:

SMS Onlain Geratis

Syarat dan Kondisi menurut SMS ONLAIN GERATIS(http://sms-online.web.id) * Dilarang keras mengirim sms penipuan, asusila, atau segala bentuk aktifitas yang bertentangan dengan hukum positif di Indonesia. * Isi sms adalah diluar tanggung jawab penyelenggara sms-online.web.id * Penyelenggara sms-online.web.id tidak menjamin bahwa sms pasti sampai ke tujuan, namun status pengiriman dapat dilihat sendiri pada halaman INBOX & STATUS. * Penyelenggara sms-online.web.id berhak menghapus sms anda agar tidak terkirim tanpa harus menjelaskan alasannya.