PENGETAHUAN BAHAN HARAM DAN SYUBHAT
Apabila diamati
sebetulnya makanan dan minuman yang haram itu hanya sedikit yaitu babi,
bangkai, darah, hewan yang tidak disembelih atas nama Allah dan khamar. Akan tetapi, pada saat ini teknologi pangan
telah berkembang begitu pesat sehingga begitu banyak ingredien pangan (bahan
utama maupun bahan tambahan) yang dibutuhkan dalam pembuatan produk pangan yang
jenisnya banyak sekali dengan sifat-sifat tertentu yang dikehendaki dan berasal
dari berbagai sumber termasuk bahan yang diharamkan yang telah disebutkan. Hal ini karena banyak bahan ingredien pangan
ini diproduksi di negara maju atau negara non muslim dimana masalah kehalalan
kurang dipertimbangkan. Oleh karena itu
kita wajib mengetahui ingredien pangan apa saja yang sudah jelas haramnya dan
mana yang syubhat (tidak bisa diketahui secara pasti kehalalannya dan ada
kemungkinan haram).
I. Bahan Pangan Secara
Umum
1.
Minuman yang memabukkan
Banyak sekali jenis-jenis minuman yang memabukkan
ini. Minuman jenis ini sering disebut
juga dengan istilah minuman keras dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai alcoholic beverages. Secara garis besar minuman yang memabukkan
dikelompokkan menjadi wine, bir, dan
spirit yang terdiri dari liquor dan liqueurs (cordials).
Ada berbagai jenis jenis bir yang beredar di
pasaran dengan kadar alkohol bervariasi dan dapat mencapai 5.5%, bahkan pada strong beer dapat mencapai 8%. Ada
juga salah satu jenis bir yang disebut lager yaitu bir yang disimpan sekitar 6
bulan sebelum dipasarkan. Yang juga
penting diketahui ialah ada produk minuman yang dibuat dari campuran bir (dapat
pula bahan dasar bir), perisa (flavourings), air dan bahan lainnya yang
ditambah lagi dengan gas karbon dioksida, yang di pasaran dikenal sebagai
minuman shandy. Minuman jenis ini sangat mengecoh konsumen
yang tidak tahu asal usulnya karena kalau dilihat sifatnya memang tidak
memabukkan karena kadar alkoholnya hanya 1%.
Akan tetapi, mengingat minuman tersebut mengandung unsur bir yang
diharamkan maka seharusnya minuman jenis shandy
ini juga haram (tidak tertutup kemungkinan ada yang menghalalkan minuman ini
dengan dasar sifatnya yang tidak memabukkan, akan tetapi menurut penulis asal
bahan harus dipertimbangkan, sehingga suatu bahan jika mengandung bahan yang
haram maka haramlah ia. Disamping itu,
diperlukan pula usaha untuk tidak membuka peluang diproduksi dan beredarnya
minuman haram).
Yang membingungkan
bagi awam adalah minuman yang namanya rootbeer. Setelah penulis cek dari keterangan
komposisinya ternyata minuman ini dibuat dari perisa (flavourings, dikenal juga
dengan essens), air dan gas karbon dioksida.
Dilihat dari komposisinya maka rootbeer
tidak dapat dikategorikan haram, akan tetapi mengingat sebagian namanya memakai
nama minuman yang diharamkan, maka jenis minuman ini seharusnya dihindari
karena dengan namanya tersebut dapat mengakibatkan kita menjadi dekat dengan
barang-barang yang haram, atau dapat pula karena suatu saat akan tidak jelas
lagi mana yang halal dan mana yang haram.
Sebagai contoh, rum adalah salah satu jenis minuman keras yang sangat
memabukkan. Akan tetapi, sekarang
beredar rum sintetik yang tidak dibuat dengan cara fermentasi seperti rum
aslinya, akan tetapi merupakan campuran bahan-bahan kimia sintetik. Ibu-ibu rumah tangga sering menggunakan rum
ini untuk membuat kue. Orang awam jelas
tidak dapat membedakan dengan mudah mana rum yang asli dan mana yang
sintetik. Oleh karena itu, semua bahan
yang mempunyai nama sama dengan bahan yang diharamkan sebaiknya dihindari.
Perlu pula diketahui
bahwa sekarang ini beredar yang disebut dengan alcohol-free beer, yang sebenarnya tidak benar-benar bebas alkohol,
bahkan kadar alkoholnya dapat mencapai 1%.
Bir jenis ini dapat dibuat dengan 2 cara yaitu cara pertama dengan
mendistilasi bir sehingga kadar alkoholnya jauh menurun, sedangkan cara kedua
yaitu membuat bir dari campuran perisa (flavor) bir dan bahan-bahan
lainnya. Bir yang dibuat dengan cara
pertama jelas haram karena berasal dari bir, sedangkan bir yang dibuat dengan
cara kedua juga sebaiknya dihindari bahkan diharamkan karena jika tidak dan
kita mengkonsumsinya, maka dikhawatirkan nantinya kita akan cenderung untuk
mencintai barang-barang yang diharamkan.
Secara umum ada dua
jenis wine yaitu white wine (anggur putih) dan red
wine (anggur merah). Secara lebih
spesifik wine ini sangat banyak
sekali ragamnya, sering dikenal dengan nama daerah asal atau varitas anggur
yang digunakan sebagai bahan dasarnya.
Berdasarkan fungsinya wine
dapat dibedakan menjadi dessert wines
(Malaga, Portwine,
Samos, Marsala,
dll), wine-like beverages (minuman
seperti wine) seperti berbagai jenis cider, sake, dll, dan jenis berikutnya
yaitu malt wine. Kadar alkohol wine berkisar antara 5.5 - 16.6%.
Jenis wine lainnya ialah apa
yang disebut dengan wine-containing
beverages (minuman yang mengandung wine)
yang dibuat dengan bahan dasar wine
dengan bahan tambahan lainnya seperti rempah-rempah, contoh wine jenis ini yaitu vermouth. Yang patut diwaspadai ialah apa yang disebut
dengan punches, minuman ini dibuat
dari campuran wine, air soda dan
buah-buahan. Yang juga harus diwaspadai
yaitu wine sering digunakan sebagai
salah satu bahan tambahan suatu masakan (terutama masakan Barat, khususnya
masakan Perancis), bahkan arak pun kadang digunakan pada pembuatan kambing
guling. Jelas hal ini akan mengakibatkan
haramnya masakan yang dibuat dengan menambahkan wine atau arak tersebut.
Spirit adalah
minuman beralkohol yang dibuat dengan cara distilasi hasil fermentasi alkohol
substrat karbohidrat sehingga kadar alkoholnya menjadi tinggi. Seperti telah dijelaskan diatas minuman ini
terbagi menjadi dua kelompok yaitu liquor
(kadar alkohol minimum 38%) dan liqueurs
(cordial) dengan kadar alkohol 20 -
35%. Yang termasuk kedalam liquor yaitu wine brandy, fruit brandy,
rum, arak, gin, whiskey, whisky dan vodka.
Ada
berbagai macam jenis liqueurs yang
intinya campuran hasil distilasi seperti liqour
dengan buah-buahan, rempah-rempah, ekstrak atau essens. Perlu diperhatikan pada waktu membeli coklat
impor karena cukup banyak pula yang mengandung bahan-bahan seperti rum, brandy atau wine (sherry wine), yang mengandung sherry wine ini biasanya coklatnya
mengandung buah sherry tetapi di
dalam buah sherry tersebut terkandung
sherry wine.
Ada jenis minuman yang seharusnya juga haram
karena sifatnya yang memabukkan walaupun minuman jenis ini sering dikategorikan
sebagai obat, tetapi karena sifatnya yang memabukkan maka minuman jenis ini
termasuk khamar. Yang termasuk kedalam
minuman jenis ini yaitu anggur obat, minuman beras kencur, anggur kolesom,
dll. Kadar alkohol minuman jenis ini
dapat mencapai 15%, sehingga tidak dapat diragukan lagi sifat
memabukkannya. Alasan bahwa minuman
jenis ini sebagai obat sebetulnya tidak dibenarkan karena Rasulullah bersabda
bahwa khamar itu bukan obat tetapi
penyakit.
2.
Bahan hewani segar
Berdasarkan keharamannya ada tiga kelompok bahan pangan
hewani segar yang haram yaitu bagian yang dapat dimakan (khususnya daging dan
lemak) dari babi, bangkai, dan hewan yang tidak disembelih menurut syariat
Islam (catatan: ikan, telur dan susu adalah bahan pangan hewani yang tidak
termasuk kedalam bahan pangan haram).
Ketiga kelompok ini, khususnya bangkai dan hewan yang tidak disembelih
menurut syariat Islam apabila terdapat di pasaran akan sulit sekali bagi awam
mengenalinya, apalagi jika bercampur dengan daging yang halal. Terlebih lagi apabila hewan yang disembelih
secara tradisional, tetapi tidak memenuhi kaidah syariat Islam seperti tidak
dibacakan basmallah, maka bisa dikatakan tidak mungkin dapat membedakannya
dengan daging yang halal. Oleh karena
itu, konsumen harus pandai memilih mana yang kehalalannya terjamin, mana yang
tidak, yaitu hanya membeli daging yang sudah mendapatkan sertifikat halal atau
di tempat yang kita percaya. Selain itu,
memungkinkan mengenali beberapa daging hewan yang diharamkan walaupun sifatnya
tidak dapat memastikan.
Ada dua istilah yang sering digunakan untuk
menunjukkan bahwa bahan tersebut adalah daging babi yaitu ham dan bacon. Ham
yaitu daging babi bagian belakang, sedangkan bacon adalah iga babi asap.
Secara umum daging babi memiliki lapisan lemak yang tebal dengan serat
yang cukup halus. Akan tetapi, tidak
mudah membedakan antara daging babi dengan daging sapi muda, keduanya sangat
mirip, apalagi jika keduanya bercampur.
Di negara Barat
dikenal juga apa yang disebut dengan ham
sapi, ini berarti bagian paha belakang daging sapi, juga ada beef bacon (iga asap daging sapi). Istilah ini kemudian ada juga yang menirunya
di Indonesia, padahal seperti telah dibahas sebelumnya, masalah nama ini sangat
penting karena kalau kita biarkan nama-nama barang yang haram bercampur dengan
nama-nama barang yang halal, dikhawatirkan akan menjadi rancu dan tidak jelas
lagi mana yang halal dan mana yang haram, disamping itu jika kita memperkenalkan
nama barang haram pada barang yang halal, maka hal ini dapat mendekatkan kita
kepada mencintai barang yang haram tersebut.
Oleh karena itu penggunaan istilah-istilah ham dan bacon untuk
daging yang halal seharusnya tidak diperkenankan.
Lemak babi dikenal
dengan istilah lard, sedangkan lemak
sapi atau kambing disebut dengan tallow. Akan tetapi, di perdagangan seringkali tallow berarti lemak hewani (termasuk
lemak babi). Bentuk fisik lard dan tallow yaitu padat. Di
negara Barat, lard dan tallow kadang digunakan sebagai minyak
penggoreng atau dicampurkan dalam minyak goreng nabati dengan tujuan untuk
mendapatkan flavor (rasa dan aroma) yang baik dari bahan yang digoreng. Baru-baru ini McDonald dituntut oleh masyarakat
vegetarian dan Hindu karena entah secara sengaja atau tidak, McDonald
menggunakan lemak sapi dalam suatu produknya, akan tetapi lemak sapi tersebut
diklaim sebagai natural flavour dalam
informasi ingredien produk tersebut.
Walaupun dari segi peraturan penamaan natural flavour McDonald tidak salah akan tetapi hal ini jelas
sudah masuk kategori penipuan konsumen karena banyak dari konsumen yang tidak
bisa menerima lemak sapi yaitu konsumen vegetarian, Hindu dan Muslim. Konsumen Muslim tidak bisa menerima lemak
sapi ini karena sapinya tidak disembelih secara Islami.
Bangkai, seperti
ayam-ayam yang mati selama perjalanan seringkali tetap dijual ke konsumen,
padahal jelas haramnya. Daging bangkai
dapat dikenali dari adanya bercak-bercak darah beku berwarna biru kehitaman
yang terkumpul di beberapa bagian, hal ini terjadi karena tidak mati melalui
penyembelihan maka darah ayam tidak keluar, sehingga akan terkumpul pada
beberapa bagian daging. Hal yang sama
bagi hewan yang matinya tidak melalui penyembelihan normal tetapi melalui
penusukan jantung misalnya.
Berkaitan dengan
masalah penyembelihan maka ada berbagai cara penyembelihan. Secara umum dikenal dua jenis cara
penyembelihan yaitu tradisonal dan moderen.
Penyembelihan tradisional yaitu seperti yang kita kenal dimana hewan
dipegangi lalu dipotong urat lehernya, sedangkan penyembelihan moderen pada
tahap akhir sama dengan yang tradisional tetapi diawali dengan memingsankan
dulu hewan yang akan dipotong yaitu dengan cara pembiusan dengan bahan kimia,
pemingsanan dengan aliran listrik, dan pemingsanan dengan penembakan. Cara pemingsanan yang terakhir ini perlu
perhatian yang seksama karena jika tidak cepat penyembelihannya maka hewannya
keburu mati sebelum disembelih.
Cara-cara penyembelihan seperti dikemukakan diatas masih dibenarkan oleh
syariat Islam (kecuali penyembelihan melalui penusukan jantung), asalkan pada
waktu menyembelih dibacakan basmallah.
Masalahnya, secara fisik daging yang disembelih dengan cara yang sama
tetapi dengan tidak dibacakan basmallah akan sama saja dengan yang dibacakan
basmallah, tidak dapat dibedakan sama sekali.
Oleh karena itu, diperlukan proses sertifikasi dan pengawasan yang ketat
terhadap rumah-rumah potong hewan, khususnya rumah potong ayam yang banyak
tersebar dengan skala dari mulai kecil sampai besar, sedangkan rumah potong
hewan besar seperti sapi relatif lebih terkontrol karena biasanya dilakukan di
pejagalan dengan pengawasan yang cukup ketat dan penyembelihannya sesuai dengan
syariat Islam walaupun rumah potong hewan pemerintah tersebut berada di daerah
yang mayoritasnya non muslim seperti Bali.
Apabila terjadi
pencampuran daging, misal untuk kasus daging sapi yang dicampur dengan daging
babi, maka seperti telah disebutkan diatas, akan sulit bagi awam untuk
mengenalinya. Akan tetapi, harga daging
campuran sapi dan babi ini biasanya harganya lebih murah. Oleh karena itu jangan terkecoh dengan harga
yang murah, malah jika ada harga daging yang jauh lebih murah dari harga daging
normal kita justru harus curiga.
Kecurigaan ini juga berlaku bagi daging impor seperti daging atau paha
ayam impor, jeroan impor, dll karena seringkali masuknya bahan-bahan ini secara
ilegal sehingga harganya jauh lebih murah tetapi kehalalannya tidak terjamin.
3. Bahan Pangan Hewani
Olahan
Banyak sekali
produk olahan hewani (diluar ikan, telur dan susu olahan) ini, diantaranya:
sosis, daging kaleng (kornet), salami, meat
loaf, steak, dendeng (hati-hati
sekarang sudah diproduksi dendeng babi di Indonesia, hanya saja penulis tidak
mengetahui dengan pasti apakah produk ini khusus untuk impor atau juga beredar
di Indonesia),
dll. Dengan demikian, kehalalan produk
olahan ini tidak hanya bergantung pada bahan utamanya saja (dagingnya), akan
tetapi sangat bergantung kepada bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan
produk olahan tersebut. Dari semua jenis
produk olahan hewani tersebut, yang termasuk paling rawan dari segi
kehalalannya ialah sosis. Hal ini karena
sosis di negara asalnya hampir selalu menggunakan unsur babi dalam
pembuatannya, apakah itu daging babi, tetelan babi, hati babi, selongsong sosis
terbuat dari gelatin babi atau lemak babi.
Dengan demikian, sedapat mungkin kita menghindari sosis impor dari
negara Barat.
4. Produk Samping
Pemotongan Hewan
Produk samping
pemotongan hewan dapat berupa darah, kulit, tulang, daging sisa dan
turunan-turunannya. Seringkali keberadaan produk-produk ini menjadi masalah
terhadap kehalalan produk olahan mengingat kebanyakan bahan-bahan ini adalah
bahan impor dari negara non muslim sehingga kehalalannya diragukan karena bisa
berasal dari babi atau hewan yang tidak disembelih secara Islami. Sayangnya,
keberadaannya tidak dapat dilihat atau dirasakan secara fisik, juga tidak mudah
atau sangat sulit sekali (nyaris tidak mungkin) untuk mendeteksinya melalui
analisis laboratorium. Dengan kemajuan
teknologi sekarang ini, penggunaan produk-produk ini sudah sangat luas seperti
akan dijelaskan pada tulisan berikut ini.
Darah
Di beberapa daerah
di Indonesia
darah beku (dikenal dengan nama dadih atau marus) dimakan yaitu dengan digoreng
atau direbus, padahal jelas haramnya. Di
negara-negara Eropa darah juga dimakan, namun jarang dalam bentuk dadih tetapi
dibuat menjadi produk sejenis sosis. Di
Jerman dikenal berbagai bentuk sosis yang menggunakan bahan baku darah seperti sosis Thueringer, sosis
lidah, sosis darah dan tetelan, dll.
Disamping langsung
diolah menjadi dadih dan sosis darah, darah dapat juga dikeringkan langsung dan
diolah menjadi tepung darah yang berfungsi baik sebagai bahan pakan (makanan
ternak) ataupun ditambahkan ke dalam pangan olahan tertentu dengan maksud untuk
mempertinggi nilai gizinya (besi atau protein).
Disamping itu, tepung darah dapat berfungsi sebagai bahan pengikat atau
bahan pengisi yang dapat memperbaiki flavor ataupun mutu pangan olahan, misalnya
darah kering sering ditambahkan ke dalam sosis agar warna sosis dan daya ikat
air sosis menjadi lebih baik.
Darah juga dapat
diproses lebih lanjut, misalnya dipisahkan plasma darah dan serum darahnya,
lalu dikeringkan menjadi plasma darah kering yang siap digunakan sebagai bahan
pembantu dalam proses pengolahan pangan selanjutnya Dari darah juga dapat dihasilkan konsentrat
globin yang dapat digunakan sebagai pengganti sebagian daging tanpa lemak pada
produk patty (meat pie). Darah, terutama
darah kering juga dapat digunakan sebgai pewarna merah dalam makanan.
Kulit dan Tulang
Untuk hewan besar
seperti sapi, kerbau dan kuda, umumnya kulit bagian luar disamak dan
selanjutnya dibuat menjadi barang-barang kerajinan. Kulit bagian dalam (sisa dari penyamakan),
umumnya dikumpulkan dan diproses lebih lanjut menjadi casing (selongsong sosis).
Untuk hewan kecil, terutama kulit babi, disamping diolah langsung
menjadi bahan sejenis sosis yang transparan, juga sebagian besar diproses lebih
lanjut menjadi gelatin. Perlu diketahui,
pada prinsipnya gelatin dapat dibuat dari bahan yang kaya akan kolagen seperti
kulit dan tulang baik dari babi maupun sapi, bahkan sekarang telah ada pula
yang dibuat dari tulang ikan. Akan
tetapi, apabila dibuat dari kulit dan tulang sapi, prosesnya lebih lama dan
memerlukan air pencuci/penetral (bahan kimia) yang lebih banyak, sehingga
kurang berkembang. Akan tetapi, sekarang
gelatin sapi halal pun sudah mulai beredar negara-negara muslim karena
kebutuhannya semakin mendesak untuk menggantikan gelatin dari babi.
Penggunaan gelatin
sangat luas, bukan hanya pada produk pangan, tetapi juga pada produk farmasi dan kosmetika. Hal ini dikarenakan gelatin bersifat serba
bisa, yaitu bisa berfungsi sebagai bahan pengisi, pengemulsi (emulsifier), pengikat, pengendap,
pemerkaya gizi, sifatnya juga luwes yaitu dapat membentuk lapisan tipis yang
elastis, membentuk film yang transparan dan kuat, kemudian sifat penting
lainnya yaitu daya cernanya yang tinggi (lihat Tabel 1).
Tabel 1. Contoh-contoh produk yang biasa menggunakan gelatin*
Jenis Produk |
Fungsi dan contoh produk
|
Produk pangan secara umum
|
sebagai zat pengental, penggumpal, membuat produk menjadi elastis,
pengemulsi, penstabil, pembentuk busa, menghindari sineresis, pengikat air,
memperbaiki konsistensi, pelapis tipis, pmerkaya gizi.
|
Daging olahan
|
Untuk meningkatkan daya ikat air, konsistensi dan stabilitas
produk sosis, kornet, ham, dll.
|
Susu olahan
|
Untuk memperbaiki tekstur, konsistensi dan stabilitas produk dan
menghindari sineresis pada yoghurt, es krim, susu asam, keju cottage, dll.
|
Bakery
|
Untuk menjaga kelembaban produk, sebagai perekat bahan pengisi
pada roti-rotian, dll.
|
Minuman
|
Sebagai penjernih sari buah (juice), bir, dan wine.
|
Buah-buahan
|
Sebagai pelapis (melapisi pori-pori buah sehingga terhindar dari
kekeringan dan kerusakan oleh mikroba) untuk menjaga kesegaran dan keawetan
buah.
|
Farmasi
|
Pembungkus kapsul atau tablet obat.
|
Film
|
Membuat film menjadi lebih sensitif, sebagai pembawa dan pelapis
zat warna film.
|
Kosmetika (khususnya produk-produk emulsi)
|
Digunakan untuk menstabilkan emulsi pada sampo, penyegar dan
pelindung kulit (lotion/cream), sabun (terutama yang cair), lipstik, cat
kuku, busa cukur, krim pelindung sinar matahari, dll.
|
*Keterangan: perlu diketahui bahwa fungsi gelatin pada
produk pangan olahan pada kebanyakan kasus dapat digantikan dengan bahan lain,
jadi untuk produk-produk yang disajikan dalam tabel tidak berarti pasti
mengandung gelatin, hanya mungkin mengandung gelatin, untuk memastikannya diperlukan
pemeriksaan yang teliti, dengan demikian produk yang sudah diteliti dan
disertifikasi oleh LP-POM MUI misalnya, tentunya telah terjamin kehalalannya.
Daging Sisa
Pada proses deboning (penghilangan tulang dari
daging) masih cukup banyak daging yang menjadi limbah, demikian juga dari hasil
pemotongan daging, seringkali masih tersisa daging yang masih dapat
dimanfaatkan lebih lanjut. Telah
dilaporkan bahwa daging sisa tersebut dapat difraksinasi menjadi isolat-isolat
protein seperti salt soluble protein
(SSP), insoluble myofibrillar protein (IMP)
dan connective tissue protein (CTP)
yang masing-masing mempunyai sifat fungsional tertentu yang telah digunakan
pada pembuatan sosis. Isolat protein
tersebut dapat pula berasal dari mince
pork (daging babi giling). Disamping
itu, daging sisa ini dapat dibuat menjadi ekstrak daging (meat extract) yang dapat digunakan untuk pembuatan perisa (flavor)
daging.
Ada pula yang disebut dengan konsentrat
protein daging yang dibuat dari daging sisa.
Selain itu ada pula protein hidrolisat yang dibuat dari kepala ayam dan
digunakan untuk ingredien sosis, suplemen pada sup, minuman dan produk bakery.
Di Jerman telah dibuat hidrolisat protein kolagen (biasanya dari tulang)
yang digunakan pada pate, spread dan ready meals.
5. Beberapa Produk yang Mengandung Lemak Hewani atau Turunan Lemak Hewani
Pada produk-produk pangan dengan sistem emulsi (mengandung campuran
minyak atau lemak dengan air disamping bahan-bahan lainnya) biasanya mengandung
pengemulsi (emulsifier) karena sangat
dibutuhkan untuk menstabilkan sistem emulsinya.
Contoh produk ini yaitu margarin, spread,
es krim, desserts beku, cake, pudding, dll. Pada margarin
sering digunakan pengemulsi monogliserida, digliserida yang dapat berasal dari
lemak hewani, akan tetapi akhir-akhir ini banyak pula yang menggunakan
pengemulsi lesitin yang berasal dari kacang kedele. Pada produk spread dapat mengandung gelatin dan monogliserida.
Shortening adalah campuran berbagai
jenis minyak dan lemak yang digunakan untuk melembutkan produk bakery, cake dan dry mix. Bahan dasar pembuatan shortening yaitu minyak nabati, lemak hewani (lemak babi dan lemak
sapi) dan minyak ikan. Dengan demikian shortening sangat rawan dipandang dari
segi kehalalannya. Akan tetapi,
bersyukur kita sekarang karena sudah ada shortening
yang dibuat dari bahan dasar minyak kelapa sawit saja yang di pasaran dikenal
dengan mentega putih.
6. Bahan Tambahan Pangan
(Food Additives)
Keraguan akan
kehalalan bahan tambahan pangan (BTP) karena kemungkinan bahwa bahan tambahan
tersebut berasal dari bahan hewani yang diharamkan atau hasil samping industri
minuman keras. Dibawah ini disajikan tabel beberapa BTP yang
diragukan kehalalannya dimana beberapa diantaranya sudah dibahas sebelumnya
(Tabel 2). Nomor
yang menyertai nama bahan tersebut adalah kode yang berlaku di negara European Union, dimana secara umum semua
kode bahan tambahan makanan diawali dengan E, kemudian digit pertama
menunjukkan kelompoknya, apakah pengawet, pengemulsi, antioksidan, dll,
sedangkan digit berikutnya menunjukkan jenis bahan.
Tabel 2. Bahan tambahan pangan yang termasuk kelompok diragukan kehalalannya
(syubhat)
No.
|
Nama bahan dan kode
|
Asal/pembuatan
|
Fungsi
|
Contoh produk yang menggunakan
|
1
|
Potasium nitrat
(E252)
|
Dapat dibuat
dari limbah hewani atau sayuran
|
Pengawet,
kuring, mempertahankan warna daging
|
Sosis, ham, Dutch Cheese
|
2a
|
L-(+)-asam
tartarat (E334)
|
Kebanyakan
sebagai hasil samping industri wine
|
Antioksidan,
pemberi rasa asam
|
Produk susu
beku, jelly, bakery, minuman, tepung telur, dll.
|
2b
|
Turunan-turunan
asam tartarat E335, E336, E337, E353 (dari E334). Cream of tartar
|
Dapat berasal
dari hasil samping industri wine.
|
antioksidan,
buffer, pengemulsi, dll
|
sama dengan
diatas
|
3
|
Gliserol/gliserin
(E422)
|
Hasil samping
pembuatan sabun, lilin dan asam lemak dari minyak/lemak (dapat berasal dari
lemak hewani)
|
pelarut flavor,
menjaga kelembaban (humektan), plasticizer
pada pengemas
|
Bahan coating untuk daging, keju, cake, desserts, dll
|
4
|
Asam lemak dan
turunannya, E430, E431, E433, E434, E435, E436
|
Dapat berasal
dari turunan hasil hidrolisis lemak hewani
|
Pengemulsi,
penstabil, E343:antibusa
|
Produk roti dan cake, donat, produk susu: es krim, desserts beku; minuman, dll
|
5
|
Pengemulsi yang
dibuat dari gliserol dan/atau asam lemak (E470 - E495)
|
Dapat dibuat
dari hasil hidrolisis lemak hewani untuk menghasilkan gliserol dan asam lemak
|
Pengemulsi,
penstabil, pengental, pemodifikasi tekstur, pelapis, plasticizer, dll
|
Snacks, margarin, desserts, coklat, cake, puding
|
6
|
Edible bone phosphate
(E542)
|
Dibuat dari
tulang hewan
|
Anti caking agent,
suplemen mineral
|
Makanan suplemen
|
7
|
Asam stearat
|
Dapat dibuat
dari lemak hewani walaupun secara komersil dibuat secara sintetik
|
Anticacking agent
|
|
8
|
L-sistein E920
|
Dapat dibuat
dari bulu hewan/unggas dan di Cina dibuat dari bulu manusia
|
Bahan pengembang
adonan, bahan dasar pembuatan flavor daging
|
Tepung dan
produk roti, bumbu dan perisa (flavor)
|
9
|
Wine vinegar dan spirit vinegar
|
Masing-masing
dibuat dari wine dan distilled beverages (minuman keras)
|
pemberi flavor
|
bumbu-bumbu,
saus, salad
|
Dari Tabel 2 terlihat banyak sekali pangan
olahan yang perlu diwaspadai kehalalannya.
Walaupun demikian, kembali perlu ditegaskan, tidak berarti pasti haram
karena bahan-bahan pengganti yang halal juga sudah banyak dan pembuatannya
tidak harus melalui jalan yang dijelaskan dalam tabel, karena masih mungkin ada
berbagai alternatif seperti telah dibahas untuk kasus pengemulsi. Daftar bahan tambahan pangan secara lengkap
beserta status kehalalannya disajikan pada Lampiran 2.
Ada satu jenis bahan tambahan pangan yang juga rawan kehalalannya,
sayangnya bahan ini banyak dipakai pada makanan olahan, bahan tambahan tersebut
yaitu perisa (flavourings). Kekhawatiran
ini disebabkan oleh karena beberapa hal, yaitu: 1) pelarut yang digunakan
diantaranya etanol dan gliserol, 2) bahan dasar pembuatannya, 3) asal bahan
dasar yang digunakan. Sebagai contoh,
untuk menghasilkan flavor daging diperlukan base
yang dibuat dari hasil reaksi asam amino atau protein hidrolisat, gula dan
kadang-kadang lemak atau turunannya.
Selain itu, pada waktu formulasi untuk flavor ayam misalnya (sering
digunakan untuk mie instan, sup ayam, kaldu ayam, produk chiki (ekstrusi),
dll), seringkali diperlukan lemak ayam, sehingga perlu jelas dari mana
asalnya. Contoh lain lagi, untuk flavor
mentega diperlukan bukan hanya bahan-bahan kimia tunggal pembentuk aroma
mentega, tetapi juga asam-asam lemak untuk membentuk rasa dan mouthfeel, tentu saja perlu jelas dari
mana asam lemaknya. Itu hanya dua contoh
saja, perlu disadari bahwa jenis flavor ini jumlahnya ratusan, terbuat dari
ribuan senyawa kimia sebagai bahan dasarnya, disamping pelarut, pengemulsi,
enkapsulan, penstabil, dan aditif lainnya.
II. Bahan Pangan Khusus
1. Cuka
Tidaklah lengkap jika makan empek-empek tidak disertai dengan cuka, demikian juga makan bakso tanpa tambahan cuka. Cuka adalah salah satu jenis pelengkap dalam pembuatan masakan dan makanan yang penggunaannya sangat luas, baik sebagai teman makanan diatas maupun sebagai bumbu pelengkap untuk jenis masakan dan makanan lainnya.
Tidaklah lengkap jika makan empek-empek tidak disertai dengan cuka, demikian juga makan bakso tanpa tambahan cuka. Cuka adalah salah satu jenis pelengkap dalam pembuatan masakan dan makanan yang penggunaannya sangat luas, baik sebagai teman makanan diatas maupun sebagai bumbu pelengkap untuk jenis masakan dan makanan lainnya.
Mungkin sebagian
dari kita tidak menyangka bahwa sebetulnya cuka sudah dikenal pada zaman
Rasulullah saw yang dibuktikan dengan adanya hadis yang menyebutkan masalah
cuka seperti hadis berikut: Dari Jabir Ibnu Abdullah ra katanya: "Pada
suatu ketika aku sedang duduk di rumahku, tiba-tiba lewat Rasulullah saw,
beliau memberi syarat kepadaku lalu aku berdiri menemui beliau. Beliau memegang
tanganku (mengajakku pergi bersama beliau). Kami berjalan hingga sampai ke
rumah salah seorang istri beliau. Beliau masuk dan menyilakanku pula masuk,
karena itu aku masuk sampai ke ruangan dalam. Beliau bertanya kepada istrinya,
"Adakah kamu sedia makanan?" Jawab mereka, "Ada!", maka dibawanya tiga buah roti
lalu dihidangkannya ke hadapan Rasulullah saw. Beliau ambil sebuah lalu
dipegangnya, kemudian diambilnya sebuah lagi lalu diletakkannya ke tanganku.
Sesudah itu dipatahkan yang ketiga, separuhnya diambil oleh beliau dan
separuhnya lagi diletakkannya ke tanganku. Kemudian beliau bertanya,
"Tidak ada sambal?" Jawab mereka, "Tidak ada apa-apa selain
cuka." Kata beliau, "Bawalah kemari! Sambal cuka juga enak!"
(Hadis riwayat Muslim didalam buku Terjemahan Hadis Shahih Muslim terbitan
Klang Book Centre).
Yang
menarik perhatian adalah, bagaimana cuka pada zaman Rasulullah dibuat? Pembuatan
cuka pada zaman Rasulllah saw diperkirakan melibatkan proses fermentasi (suatu
proses pengubahan suatu zat menjadi zat lain dengan melibatkan jasad renik atau
mikroorganisme) dengan menggunakan starter (satu jenis atau satu kumpulan
mikroorganisme) yang dibuat dengan memanfaatkan mikroorganisme yang ada di
lingkungan sekitar. Bahan utama pembuatan cuka adalah bahan kaya gula,
sedangkan fermentasi yang berlangsung adalah fermentasi alkohol (fermentasi yang
hasil utamanya alkohol) dan fermentasi asetat (fermentasi yang hasil utamanya
asam asetat, jenis senyawa asam yang paling banyak terdapat pada cuka) secara
sinambung (kontinyu), maksudnya fermentasi alkohol dulu lalu dilanjutkan dengan
fermentasi asetat secara bersambung.
Pada saat ini
cuka atau disebut juga vinegar dibuat dari bahan kaya gula seperti buah anggur,
apel, nira kelapa, malt; gula sendiri seperti sukrosa dan glukosa, dimana
pembuatannya melibatkan proses fermentasi alkohol dan fermentasi asetat secara
sinambung. Secara kimiawi perubahan utama yang terjadi adalah mula-mula gula
diubah menjadi alkohol (etanol) kemudian alkohol ini diubah menjadi asam
asetat, dan hal ini berlangsung secara sinambung (kontinyu). Jika cuka dibuat
dari bahan-bahan yang disebutkan tersebut maka hasilnya biasanya disebut cuka
atau vinegar saja. Sebagai
tambahan, malt vinegar adalah vinegar yang dibuat dari jus barley (sejenis biji-bijian).
tambahan, malt vinegar adalah vinegar yang dibuat dari jus barley (sejenis biji-bijian).
Vinegar juga
bisa dibuat dari minuman beralkohol (minuman keras) seperti cider dan wine dimana cider dan wine tersebut diubah menjadi vinegar
secara fermentasi dengan menggunakan starter bakteri asetat (bakteri asetat
adalah salah satu jenis mikroorganisme yang mampu mengubah alkohol menjadi asam
asetat) dimana perubahan utama yang terjadi adalah pengubahan alkohol (etanol)
menjadi asam asetat. Jika vinegar dibuat dari wine maka hasilnya adalah wine
vinegar. Jika vinegar dibuat dari cider
maka hasilnya disebut cider vinegar.
Di pasaran, cider vinegar ini kadang
disebut apple vinegar, padahal
seharusnya dinamakan apple cider vinegar
atau cider vinegar. Jenis jenis wine vinegar yaitu rice vinegar yang dibuat dari rice
wine (wine yang dibuat dari beras); dan sherry
vinegar yang dibuat dari sherry wine.
Wine vinegar biasanya digunakan
dalam pembuatan saus-sausan seperti saus tomat.
Oleh karena itu, pada waktu membeli saus perhatian daftar ingrediennya,
jika ada salah satu jenis wine vinegar
maka jangan dibeli karena wine vinegar
bisa masuk kedalam kategori tidak halal seperti akan dibahas dibawah ini.
Ada satu jenis vinegar
lagi yang disebut dengan distilled
vinegar, vinegar ini dibuat dengan cara fermentasi asetat menggunakan bahan
dasar larutan encer "distilled alcohol" (etanol).
Ada sebagian orang yang
berpendapat bahwa jika suatu bahan pangan mengandung etanol maka bahan pangan
tersebut menjadi haram. Pendapat ini
lemah dan telah dibahas pada tulisan sebelumnya mengenai status kehalalan
alkohol. Disamping itu, jika pendapat
itu benar maka semua jenis cuka akan masuk kedalam kategori haram mengingat
dalam pembuatannya melibatkan pembentukan alkohol sehingga akan ada alkohol
yang terisa setelah menjadi cuka, walaupun yang tersisa tentu hanya sedikit
(dibawah 1%). Yang lebih melemahkan
pendapat tersebut adalah kenyataan bahwa Rasulullah makan cuka sehingga tidak
mungkin cuka itu haram. Masalahnya, cuka
yang jenis mana yang halal dan mana yang haram, itulah yang perlu kita kaji
seperti akan dibahas dibawah ini.
Jika cuka dibuat
dari bahan-bahan halal seperti nira kelapa, gula, malt, maka insya Allah tidak
bermasalah karena tidak ada yang mengkhawatirkan dalam proses pembuatan cuka,
disamping cuka juga dikonsumsi oleh Rasulullah saw. Akan tetapi, jika cuka
dibuat dari khamar (minuman keras) seperti wine
dan cider yaitu wine vinegar, rice vinegar,
cider vinegar dan sherry vinegar, maka tidak boleh
digunakan oleh umat Islam. Hal ini didasarkan atas hadis berikut: Abu Daud
telah meriwayatkan dari Anas bin Malik ra: Sesungguhnya Abu Thalhah telah
bertanya kepada Nabi saw. Tentang anak-anak yatim yang menerima warisan khamar.
Maka bersabdalah Nabi saw., "Tumpahkanlah dia." Abu Thalhah berkata,
"Apakah tidak saya buat cuka saja?" Jawab beliau, "Tidak."
(Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid jilid 2, hal 348, terjemahan, diterbitkan oleh
Asy-Syifa' Semarang).
Akan tetapi,
menurut Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid, fuqaha telah sependapat
bahwa apabila khamar berubah menjadi cuka dengan sendirinya, maka boleh
dimakan. Fuqaha berselisih pendapat dalam hal khamar yang sengaja diubah
menjadi cuka, dan disini terdapat tiga pendapat, yaitu pendapat yang mengharamkannya,
pendapat yang memakruhkannya dan pendapat yang memubahkannya. Menurut penulis,
disamping makna hadis diatas sudah jelas, juga harus dipertimbangkan
hadis-hadis lain yang berkenaan dengan pemanfaatan khamar yang tidak boleh
dimanfaatkan menjadi apapun, kecuali dibuang. Disamping itu, untuk mengubah
minuman keras menjadi cuka, tetap saja tidak bisa dengan sendirinya, tanpa ada
bantuan tangan manusia, yaitu khamar tersebut harus dikeluarkan dari wadahnya,
dibiarkan dalam wadah terbuka dan dibiarkan pada suhu ruang, barulah khamar
tadi bisa berubah menjadi cuka. Hal ini karena fermentasi asetat yang akan
mengubah alkohol dalam minuman keras menjadi asam asetat adalah fermentasi
aerobik (membutuhkan oksigen). Jika minuman keras tersebut tetap didalam botol
yang tertutup saja maka kecil kemungkinannya akan berubah menjadi cuka. Dengan
demikian, yang disebut berubah secara alami itu patut dipertanyakan
definisinya. Oleh karena itu cenderung sependapat dengan para ulama yang tidak
memperkenankan pemanfaatan khamar untuk dibuat cuka.
Salah satu jenis minuman yang perlu diwaspadai
adalah minuman cider seperti apple cider. Minuman cider masuk kedalam kedalam kelompok
minuman beralkohol dengan kadar alkohol dapat mencapai 5.86%, dengan demikian
minuman ini tidak boleh diminum oleh umat Islam. Di pasaran jenis minuman ini
seringkali tidak dikenali dengan baik oleh konsumen karena seringkali dinamakan
dengan minuman vinegar. Padahal, yang disebut apple vinegar (cuka apel) adalah vinegar dengan kadar asam asetat
yang tinggi sehingga tidak dapat diminum, sama seperti cuka biasa yang kita
kenal. Sayangnya cuka apel (apple vinegar)
pun bisa dibuat dari apple cider
(selain dari jus apel), sehingga jika ini yang terjadi (cuka apel dibuat dari cider apel) maka vinegar tersebut tidak
dapat digunakan oleh umat Islam.
Pada saat
ini banyak sekali beredar cuka apel yang dipercaya memiliki efek yang baik bagi
kesehatan. Akan tetapi sayangnya, cuka apel (apple vinegar) yang ada di pasaran ini tidak jelas asal
usulnya. Cuka apel insya Allah halal
jika terbuat dari jus apel, tapi bisa menjadi tidak halal jika terbuat dari cider apel (apple cider). Dengan
demikian, sampai ada kejelasan asal usul cuka apel ini maka sebaiknya kita
menghindari cuka apel yang tidak diketahui jelas bahan pembuatnya.
2. Tape
Tape merupakan salah satu makanan
terpopuler di Indonesia,
banyak tersedia di mana mana, bahkan merupakan menjadi makanan favorit pada
waktu lebaran di beberapa daerah. Akan
tetapi, banyak sekali pertanyaan di seputar kehalalan tape ini mengingat tape
mengandung alkohol dan alkohol merupakan komponen yang paling banyak terdapat
pada minuman keras, sedangkan minuman keras adalah salah satu bentuk khamar
yang keharamannya jelas. Dengan
demikian, bagaimana dengan tape, apakah masuk kedalam kategori khamar? Mari kita diskusikan masalah tape ini dari
berbagai segi.
Mengenai khamar, dalam menetapkan hukumnya yang pertama dikemukakan
adalah hukum syar'inya, sedangkan ilmiah atau empiris (seperti adanya alkohol
atau kadar alkohol) hanya bersifat mendukung saja. Dalam menetapkan hukum pun
tidak hanya diambil satu dua dalil saja akan tetapi harus dilihat keseluruhan
dalil karena semua dalil tersebut bersifat saling menguatkan dan melengkapi.
Dalil yang pertama dalam masalah khamar berbunyi "setiap yang
memabukkan adalah khamar (termasuk khamar) dan setiap khamar adalah diharamkan”
(Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Abdullah bin Umar),
selanjutnya dalil yang kedua berbunyi “khamar itu adalah sesuatu yang
mengacaukan akal" (pidato Umar bin Khattab menurut riwayat Bukhari dan
Muslim). Dalam memahami kedua dalil ini maka yang harus disadari adalah ini
berlaku bagi segala sesuatu yang biasa dikonsumsi seperti minuman beralkohol
(alcoholic beverages), ganja (dilinting dan dirokok), hasis, morfin
(disuntikkan), bubuk narkoba (dihirup), dll. Untuk sesuatu yang tidak biasa
dikonsumsi seperti alkohol dalam bentuk murninya dan pelarut pelarut organik
lainnya (alkohol atau etanol adalah salah satu jenis pelarut organik)
seharusnya tidak terkena hukum ini karena mereka tidak dikonsumsi.
Akan tetapi, masalahnya jika dalilnya hanya yang dua itu saja maka
akan banyak timbul pertanyaan diantaranya kalau hanya sedikit saja bagaimana? Nah,
untuk itu ada kaidah fiqih lainnya yang dasarnya adalah hadis yang berbunyi
"jika banyaknya memabukkan maka sedikitnya juga haram". Jadi, kalau dalam kondisi biasa dikonsumsi
bersifat memabukkan maka sedikitnya pun haram. Ada pertanyaan lagi, kan banyak orang yang kalau pun minum satu
gelas tidak akan mabuk? Jawabannya adalah kaidah fiqih lainnya yaitu
"Islam mencegah segala sesuatu ke arah haram" atau "Islam selalu
berusaha menutup lubang ke arah haram", dengan demikian maka yang
dijadikan patokan adalah orang yang paling sensitif terhadap mabuk, bukan orang
yang paling tahan. Ingat "la takrobu zinna", janganlah engkau
mendekati zina, mendekati saja tidak boleh apalagi berbuat zina. Dengan demikian, mencegah ke arah haram itu
yang harus kita lakukan.
Masalahnya, ada hal-hal lain yang berpotensi untuk
berubah menjadi minuman memabukkan, mungkin saja pada kondisi diharamkan
tersebut tidak bersifat memabukkan, akan tetapi sesuai dengan prinsip Islam
yang mencegah ke arah haram maka ditetapkanlah hukum yang menjaga ke arah haram
tersebut. Hal ini misalnya berlaku untuk
jus, berdasarkan hadis maka jus buah (atau yang sejenis) yang disimpan pada
suhu kamar dalam kondisi terbuka selama lebih dari dua hari termasuk kedalam
khamar. Mengapa hal ini ditetapkan?, kelihatannya lagi-lagi tujuannya untuk
mencegah terjadinya perdebatan di kemudian yang ternyata benar yaitu kalau
batasannya hanya "mengacaukan akal" maka orang akan berdebat jus buah
yang difermentasi alkohol selama 3 hari kan masih belum bersifat memabukkan? Nah, dengan batasan dua hari itu maka dari
sisi proses seharusnya sudah tidak perlu diperdebatkan lagi karena begitu
melibatkan fermentasi alkohol jus buah lebih dari 2 hari, hasilnya adalah
khamar. Ada jenis fermentasi lain tetapi biasanya
memerlukan kondisi khusus, jika spontan begitu saja dan terjadi pada jus buah
maka kemungkinan besar itu adalah fermentasi alkohol.
Apa cukup dalil-dalil itu? Ternyata masih ada dalil
lain, hal ini juga untuk memudahkan untuk mengenali khamar, dasarnya adalah
hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw sewaktu berbuka puasa disodori jus
yang sudah mengeluarkan gelembung (gas), ternyata Rasulullah saw menolaknya dan
menyebutkan itulah minuman ahli neraka (khamar). Dari sini bisa disimpulkan salah satu ciri
khamar yang dibuat dari jus buah atau yang sejenisnya adalah adanya gas yang
keluar dari jus tersebut (bukan gas karbondioksida atau CO2 yang
sengaja ditambahkan seperti pada minuman berkarbonasi/carbonated beverages)
yang berarti telah terjadi fermentasi alkohol dan telah mencapai batas
memabukkan berdasarkan batasan proses dan ciri-ciri produk.
Nah, masih ada lagi pertanyaan lain, jika begitu kalau
kadar alkoholnya hanya 1 persen seperti pada minuman shandy, apakah halal?
Lagi-lagi hukum syar'i disini yang lebih kena untuk menjawab pertanyaan
tersebut, akan tetapi untuk menerapkannya harus tahu dulu bagaimana proses
pembuatan minuman shandy tersebut. Ternyata minuman shandy dapat terbuat dari
bir ditambah air, flavor dan karbon dioksida. Bir jelas haramnya karena termasuk
kedalam kelompok minuman beralkohol (alcoholic beverages), hal ini ditetapkan
atas dasar kesepakatan yang merujuk pada dalil-dalil yang telah disebutkan
diatas. Karena minuman shandy dibuat dari bir maka hukumnya haram berdasarkan
kaidah fiqih "apabila bercampur antara yang halal dengan yang haram maka
akan dimenangkan yang haram", jadi suatu makanan atau minuman jika
tercampur atau dibuat dengan barang yang haram maka berapapun campurannya atau
berapapun sisanya maka makanan dan minuman tersebut hukumnya tetap haram. Hal ini berlaku karena dalam pembuatan
makanan pencampuran tersebut bisa berlangsung merata ke seluruh bagian makanan.
Bagaimana dengan tape? Coba kita kaji dengan dalil-dalil
yang telah dijelaskan diatas:
1. Apakah tape yang baru jadi (masih segar) bersifat memabukkan?
Belum ada yang melaporkan bahwa tape yang baru jadi ini memabukkan.
2. Apakah tape dibuat dari jus yang diperam lebih dari dua hari?
Memang bukan dibuat dari jus, akan tetapi begitu tape (khususnya tape ketan,
tidak berlaku bagi peuyeum bandung yang selalu keras) disimpan pada suhu ruang
maka akan terbentuk jus yang bisa dianalogikan dengan jus buah-buahan yang
tidak boleh diperam lebih dari dua hari, dengan demikian tape ketan juga sama,
tidak boleh disimpan pada suhu ruang lebih dari dua hari (dihitung dari mulai
jadi tape) karena pada hari ketiga sudah bisa digolongkan
kedalam khamar.
kedalam khamar.
3. Apakah terbentuk gelembung? Jika tape ketan disimpan lebih dari dua hari biasanya terbentuk cairan yang mengeluarkan gelembung dan busa. Ini merupakan tanda bahwa tape tersebut sudah tidak boleh dikonsumsi lagi karena bisa dianalogikan dengan jus yang ditolak oleh Rasulullah saw karena sudah terlihat adanya gelembung.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tape ketan
tidak boleh disimpan pada suhu ruang lebih dari 2 hari karena lebih dari itu
bisa dimasukkan kedalam kategori khamar.
Akan tetapi, bagaimana dengan kadar alkoholnya? Baru-baru ini ada hasil penelitian mengenai
tape ketan yang dilaporkan di jurnal ilmiah International
Journal of Food Sciences and Nutrition volume 52 halaman 347 – 357 pada
tahun 2001. Pembuatan tape ketan
dilakukan di lab mengikuti cara tradisional, tapi terkontrol dimana 200 g beras
ketan dicuci, direndam selama 2 jam, dikukus 10 menit. Beras ketan lalu dibasahi dengan air dengan
cara merendamnya sebentar dalam air, dikukus lagi 10 menit, didinginkan, lalu
diinokulasi (ditaburi) dengan 2 g starter (ragi tape merek Tebu dan NKL),
dimasukkan kedalam cawan petri steril, lalu difermentasi pada suhu 30 derajat
Celsius selama 60 jam. Berikut adalah kadar etanol yang diperoleh berdasarkan pengukuran dengan menggunakan kit
yang diperoleh dari Boehringer Mannheim: kadar etanol (%) pada 0 jam fermentasi
tidak terdeteksi, setelah 5 jam fermentasi kadar alkoholnya 0.165%, setelah 15
jam 0.391%, setelah 24 jam 1.762%, setelah 36 jam 2.754%, setelah 48 jam 2.707%
dan setelah 60 jam 3.380%. Dari data
tersebut terlihat bahwa setelah fermentasi 1 hari saja kadar alkohol tape telah
mencapai 1.76%, sedangkan setelah 2.5 hari (60 jam) kadarnya menjadi 3.3%, bisa
dibayangkan jika dibiarkan terus beberapa hari, bisa mencapai berapa %? (memang
tidak akan naik terus secara linear, akan mencapai kadar maksimum pada suatu
saat). Padahal, komisi fatwa MUI telah
berijtihad dan menetapkan bahwa minuman keras (khamar) adalah minuman yang
mengandung alkohol 1% atau lebih, sedangkan tape ketan yang dibuat dengan
fermentasi 1 hari saja kadar alkoholnya telah lebih dari 1%. Jika batas kadar alkohol yang diterapkan pada
minuman ini diterapkan pada tape maka jelas tape ketan tidak boleh dimakan
karena kadar alkoholnya lebih dari 1%.
Tentu saja nanti akan ada yang mempertanyakan, bukankah tape itu makanan
padat sedangkan minuman keras itu suatu cairan sehingga tidak sama antara
makanan padat dan minuman. Pertanyaan
ini sah sah saja, akan tetapi jika digabungkan antara kaidah kaidah yang
berlaku pada khamar terhadap tape dan fakta kadar alkohol tape ketan maka tetap
saja tape ketan ini rawan dari segi kehalalannya.
Walaupun demikian, perlu diketahui bahwa belum ada fatwa
mengenai tape ini. Oleh karena itu pilihan ada di tangan masing-masing, mana
pendapat yang akan diikuti. Apabila ingin menjaga dari hal-hal yang meragukan
maka menghindari makanan yang meragukan (syubhat) adalah yang utama.
Jadi, yang
dipermasalahkan disini khususnya adalah tape ketan, kalau peuyeum Bandung insya Allah tidak
bermasalah karena selalu keras. Tape singkong (peuyeum) akan lebih banyak
kandungan alkoholnya bila dibuat dengan cara ditumpuk, dengan cara ini kondisi
lebih bersifat anaerobik; jadi sesuai dengan fenomena "Pasteur
Effect" maka produksi alkohol menjadi lebih banyak. Bila dibuat dengan
cara digantung seperti yang terjadi pada peuyeum Bandung, maka cenderung lebih manis, karena
lebih aerobik. Pada kondisi yang lebih aerobik ini, yeast (ragi) cenderung
lebih banyak menghasilkan amilase dan atau amiloglukosidase, dua enzim yang
bertanggung jawab dalam penguraian karbohidrat menjadi glukosa dan atau
maltosa. Oleh sebab itu relatif lebih aman membeli tape gantung atau peuyeum Bandung. Akan tetapi, untuk jenis tape singkong
lainnya ya perlu hati-hati, khususnya kalau sudah berair, itu sudah meragukan
karena mungkin sudah mengandung alkohol yang relatif tinggi. Menghindari tape singkong yang sudah berair
adalah yang sebaiknya.
3. Daging Organik (Organic Meat)
Akhir-akhir ini konsumen semakin
memperhatikan bahan pangan yang dimakannya akibat semakin meningkatnya
kesadaran akan pentingnya makanan dalam menjaga kesehatan tubuh. Baru-baru ini konsumen mulai mempertanyakan
daging yang dikonsumsinya, bukan hanya dari segi kehalalannya bagi konsumen
muslim, akan tetapi dari segi kesehatannya mengingat wabah penyakit sapi gila
(mad cow disease) yang dapat bersifat mematikan sudah menjalar kemana-mana. Di Eropa pemeriksaan daging impor menjadi
ekstra ketat karena dikhawatirkan terjadinya penyebaran wabah penyakit
ini. Penyakit ini mula-mula diributkan
di Inggris, kemudian sekarang Jerman mulai pula menemukan penyakit ini. Di Amerika, orang mulai mengkhawatirkan wabah
penyakit ini dan mulai mempertanyakan apakah pemberian makanan ternak yang
selama ini dilakukan ternyata dapat menimbulkan masalah. Di Indonesia, akibat terlalu banyak masalah
yang sedang dihadapi maka permasalahan seperti ini masih kurang mendapat perhatian,
walaupun pemerintah sudah berusaha agar daging sapi yang mengandung penyakit
sapi gila tidak masuk ke Indonesia. Walaupun demikian, sebagai konsumen kita
berhak tahu apa penyebab timbulnya penyakit ini dan bagaimana cara
mencegahnya. Selain itu, perlu pula
mengetahui apa itu organic meat yang dipromosikan dapat mengurangi
resiko terjadinya penyakit sapi gila ini.
Apa itu organic
meat?
Istilah organic meat muncul
seiring dengan munculnya istilah organic food (makanan organik). Yang dimaksud dengan organic food
adalah bahan pangan nabati dimana tanaman yang menghasilkannya ditumbuhkan
dengan menggunakan pupuk organik dan tidak menggunakan pestisida kimia selama
penanamannya. Pada waktu istilah organik
ini diterapkan pada daging maka yang dimaksud dengan daging organik (organic
meat) adalah daging yang diperoleh dari hewan ternak yang dipelihara dengan
memberi ransum makanan (pakan) yang berasal dari sumber-sumber nabati seperti
rumput-rumputan, biji-bijian dan kacang-kacangan. Disamping itu, selama pemeliharaan hewan,
tidak menggunakan hormon-hormon pertumbuhan yang dapat mempercepat pertumbuhan
seperti porcine somatotropin (berasal dari babi). Pada dasarnya untuk menghasilkan daging
organik tidak diperkenankan memberi bahan-bahan kimia buatan pada waktu
pemeliharaan dan pembesaran hewan ternak, makanan hewan ternak hanya berasal
dari yang nabati.
Mengapa organic
meat?
Praktek pemberian makan hewan ternak
yang selama ini dilakukan di beberapa negara maju pada saat ini dipertanyakan
mengingat akibat yang ditanggung. Akibat
semakin mahalnya bahan-bahan nabati seperti biji-bijian dan semakin sempitnya padang penggembalaan
serta menginginkan pertumbuhan hewan yang cepat maka hewan-hewan ternak besar
diberi ransum makanan protein hewani yang berasal dari bangkai hewan. Bangkai ini bisa terdiri dari berbagai jenis
bangkai hewan seperti ayam, sapi, kambing, babi, dll, bahkan pernah di Amerika
beberapa waktu yang lalu menggunakan bangkai anjing dan kucing yang sekarang
sudah dilarang. Munculnya penyakit sapi
gila ditengarai akibat hewan-hewan ternak diberi makan bangkai binatang
ini. Itulah sebabnya konsumen sekarang
menuntut agar hewan ternak tidak diberi makan bangkai atau sumber protein
hewani, hanya diberi makanan nabati saja sehingga muncullah istilah organic
meat tadi, disamping tuntutan agar selama pembesaran ternak tidak digunakan
hormon apapun atau bahan kimia buatan apapun.
Dengan demikian diharapkan organic meat lebih sehat dari daging
yang diperoleh dari hewan yang diberi pakan protein hewani dari bangkai dan
menggunakan hormon selama pertumbuhannya.
Status
kehalalan organic meat
Sepanjang organic meat
diperoleh dari hewan ternak halal (sapi, kambing, ayam, dll) yang disembelih
secara Islami (mengikuti kaidah hukum Islam) maka organic meat jelas
halal bagi umat Islam. Akan tetapi yang
menjadi masalah justru daging yang diperoleh dari hewan ternak halal yang
selama pertumbuhannya diberi makan bangkai.
Sampai saat ini di Indonesia
belum banyak yang mengkaji hal ini (termasuk menetapkan hukumnya secara pasti),
akan tetapi banyak muslim Amerika sudah mulai menolak daging hewan ternak halal
yang walaupun disembelih secara Islami akan tetapi pada waktu pertumbuhannya
diberi makan bangkai. Mereka lebih
memilih organic meat yang halal, bukan sembarang daging. Pada saat ini di hampir di seluruh negara di
dunia masalah ini belum diperhatikan benar, pokoknya asal berasal dari hewan
halal dan disembelih secara halal maka dagingnya halal. Penulis setuju jika pemberian pakan selama
pemeliharaan hewan halal ini dipertimbangkan, bukan hanya karena alasan
kesehatan (menghindari terjangkitnya penyakit sapi gila), tapi juga dari segi
hukum Islam patut dipertanyakan kehalalannya, apalagi jika dipertimbangkan
bahwa jika sesuatu tidak thoyyib maka bisa masuk kedalam kategori tidak halal.
Dalam hukum Islam dikenal apa yang
disebut dengan hewan jallalah. Hewan
jallalah adalah hewan ternak (sapi, kambing, unta, ayam, dll) yang mengkonsumsi
kotoran. Selama hewan ternak tersebut
mengkonsumsi kotoran maka disebut jallalah.
Jallalah haram dimakan, ditunggangi, bahkan susu yang diperah dari hewan
jallalah pun haram diminum. Status
jallalah menjadi hilang manakala hewan tersebut dijauhkan dari mengkonsumsi
kotoran dan diberi makanan yang bersih dari kotoran sampai pengaruh makanan
kotoran tersebut hilang, dengan demikian statusnya menjadi hewan halal, jika
disembelih secara Islami maka dagingnya halal.
Interpretasi mengenai istilah kotoran bisa bermacam-macam, bisa kotoran
berarti feses, bisa juga secara qias bangkai (kecuali bangkai ikan dan
belalang) atau darah masuk kedalam kategori kotoran. Jika hewan diberi pakan bangkai selain
bangkai ikan dan belalang atau darah secara terus menerus, tidakkah hewan
tersebut masuk kategori jallalah?, dengan demikian hewan tersebut menjadi haram
dimakan walaupun disembelih secara Islami.
Hal ini tentu saja bukan kewenangan penulis untuk menetapkannya, akan
tetapi menjadi PR bagi para ahli fiqih atau para ulama yang ada di MUI. Walaupun demikian, mengingat bukti-bukti yang
ada, penulis menganjurkan agar konsumen lebih memilih organic meat yang
halal karena lebih sehat dan kehalalannya tidak diragukan sepanjang disembelih
secara Islami.
4. Susu Fermentasi
Di pasaran Indonesia
produk fermentasi susu yang sudah dikenal dengan baik adalah yoghurt dan
yakult, sedangkan produk fermentasi lain seperti kefir dan koumiss belum banyak
dikenal. Alasan mengapa tidak banyak
kefir dan koumiss beredar disini boleh jadi karena masalah kehalalan kefir dan
koumiss seperti akan dijelaskan dalam artikel ini. Yoghurt, khususnya yang telah diolah lebih
lanjut disamping memiliki flavor (aroma dan rasa) yang disukai ternyata juga
memiliki dampak kesehatan yang baik. Bahkan,
bioyoghurt, salah satu contohnya yakult, dipercaya mampu mengatasi diare
disamping khasiat khasiat lainnya seperti meningkatkan imunitas tubuh terhadap
penyakit, menyeimbangkan populasi mikroflora yang ada didalam saluran
pencernaan, dll.
Secara sederhana
fermentasi didefinisikan sebagai proses menghasilkan suatu produk dengan
memanfaatkan jasa mikroorganisma (sering disebut juga dengan mikroba). Telah diakui bahwa fermentasi merupakan
metode tertua pengolahan susu yang mampu memperpanjang masa simpan susu. Kapan praktek fermentasi susu ini dimulai
sulit ditentukan akan tetapi dipercaya sudah dimulai sekitar 10 – 15 ribu tahun
yang lalu dimana pada saat itu manusia mulai berubah kegiatannya dari pengumpul
makanan menjadi produsen makanan. Besar
kemungkinan yoghurt pertama kali dikenal di Timur Tengah. Bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa
bangsa bangsa seperti Sumaria, Babilonia dan Indian telah mengenal dengan baik
proses pembuatan yoghurt.
Pada intinya pembuatan
susu fermentasi melibatkan mikroba.
Berdasarkan jenis mikroba yang digunakan dalam pembuatan susu fermentasi
maka susu fermentasi dikelompokkan menjadi tiga golongan besar yaitu: 1) yang
dibuat dengan menggunakan khamir dan bakteri asam laktat, contohnya kefir dan
koumiss; 2) yang dibuat dengan menggunakan bakteri asam laktat, dan 3) yang
dibuat dengan menggunakan kapang dan bakteri asam laktat, contohnya villi. Susu fermentasi yang dibuat dengan
menggunakan bakteri asam laktat dibagi lagi menjadi tiga golongan yaitu yang
dibuat dengan menggunakan bakteri asam laktat yang mesofilik (tumbuh optimum
pada suhu 25-35oC), contohnya cultured
buttermilk, buttermilk; yang
dibuat dengan menggunakan bakteri asam laktat yang termofilik (tumbuh optimum
pada suhu diatas 50oC dengan kisaran suhu pertumbuhan 30-80oC),
contohnya yoghurt, labneh; yang dibuat dengan bakteri asam laktat yang memiliki
khasiat kesehatan, contohnya yakult dan bioyoghurt lainnya.
Proses pembuatan yoghurt
Bahan
utama pembuatan yoghurt adalah susu segar, sedangkan untuk tujuan tertentu
dapat pula dibuat dari susu rekonstitusi (susu yang dibuat dengan mencampurkan
air, tepung susu skim dan lemak/minyak baik lemak susu ataupun minyak
nabati). Secara umum pembuatan yoghurt
melibatkan tahap tahap berikut:
1. Penyesuaian komposisi susu,
khususnya penyesuaian kadar total padatan dimana yang diinginkan adalah sekitar
14-16 gram per 100 gram. Tujuan
penyesuaian kadar total padatan adalah agar dihasilkan yoghurt dengan
kekentalan yang sesuai dan konsistensi/tekstur yang disukai.
2. Pemanasan susu, dengan menggunakan
berbagai metode sehingga susu dapat dipanaskan pada suhu relatif tinggi selama
5-30 menit. Tujuan pemanasan ini adalah
untuk pasteurisasi (membunuh mikroba patogen/mikroba berbahaya) dan menurunkan
jumlah mikroba agar starter (pada
pembuatan tape dibutuhkan ragi, ragi inilah yang disebut dengan starter yang isinya adalah mikroba yang
diinginkan tumbuh) yang ditambahkan dapat tumbuh dengan baik.
3. Penambahan starter kedalam susu dimana mikroba yang dominan adalah Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus dan Streptococcus thermophilus.
4. Inkubasi susu yang telah diinokulasi
(ditambah) dengan starter pada suatu
wadah besar atau wadah wadah dengan ukuran yang disesuaikan dengan porsi pada
waktu yoghurt ini dipasarkan. Kondisi
inkubasi diatur, khususnya suhu dan waktu agar mikroba yang diinginkan dapat
tumbuh dengan baik sehingga dihasilkan koagulum (susu yang menggumpal) yang
lembut dan cukup kental serta flavor (aroma dan rasa) yang disukai.
5. Pendinginan dan, jika diinginkan,
penambahan buah-buahan dan ingredien lain, pasteurisasi atau pemekatan.
6. Pengkemasan (menempatkan yoghurt
pada kemasan yang sesuai) untuk didistribusikan kepada konsumen dimana selama
distribusi yoghurt disimpan pada suhu rendah.
Di Indonesia kebanyakan
yoghurt dibuat dari susu sapi, akan tetapi di belahan dunia lain yoghurt dapat
dibuat dari susu kambing (terkenal di Yunani), susu kerbau, susu onta,
dll. Ada perbedaan flavor yang diperoleh dengan
menggunakan asal susu yang berbeda. Susu
kambing dan kerbau lebih banyak mengandung lemak sehingga yoghurt yang
dihasilkan akan terasa lebih rich, creamy dan mouthfeel yang baik (terasa lebih enak karena adanya lemak yang
lebih banyak).
Untuk menghasilkan yoghurt
dengan kekentalan yang cukup dan konsistensi/tekstur yang baik maka total
padatan susu harus sesuai. Hal ini secara tradisional dicapai dengan
mendidihkan susu sampai volume susu menysut menjadi dua pertiga dari
semula. Sekarang, untuk mencapai total
padatan susu yang diinginkan biasanya dicapai dengan penambahan tepung susu
(skim atau full cream), tepung susu
mentega (buttermilk powder), whey, konsentrat whey, atau kasein (kasein asam, kasein rennet, garam kaseinat dan
kasein hidrolisat). Cara-cara moderen
untuk menaikkan total padatan susu biasanya dilakukan dengan evaporasi vakum
(penguapan dengan menggunakan tekanan vakum) atau filtrasi membran (pemisahan
cairan dengan menggunakan membran). Dari
bahan bahan yang biasa ditambahkan untuk meningkatkan total padatan yang
diragukan kehalalannya (syubhat) adalah whey,
konsentrat whey dan kasein. Whey,
konsentrat whey dan kasein dapat
diperoleh dari susu dengan menggunakan enzim yang bisa berasal dari hewan
(babi, sapi atau kambing), tapi bisa juga tidak bermasalah karena tidak
menggunakan enzim dari hewan, itu sebabnya maka statusnya syubhat.
Penstabil (stabiliser) sering ditambahkan kedalam
yoghurt dengan maksud untuk mempertahankan karakteristik yoghurt yang disukai,
khususnya tekstur, konsistensi/viskositas (sebagai pengental), penampakan dan mouthfeel (rasa enak yang berkaitan
dengan adanya lemak). Jenis jenis
penstabil yang biasa digunakan diantaranya adalah yang berasal dari tanaman
seperti berbagai jenis gum, pektin; dari rumput laut seperti alginat,
karagenan; dari hewan seperti gelatin dan kasein; hasil modifikasi kimia
seperti turunan selulosa (salah satunya CMC, carboxymethyl cellulose); dan hasil fermentasi seperti dekstran dan
gum xanthan. Yang berstatus syubhat
adalah gelatin, kasein, dekstran dan gum xanthan. Gelatin bisa berasal dari babi, sapi atau ikan. Kehalalan dekstran dan gum xanthan tergantung
pada media yang digunakan pada waktu fermentasi untuk menghasilkan kedua bahan
aditif tersebut.
Bahan bahan aditif dan
ingredien lain yang sering ditambahkan kedalam yoghurt adalah pemanis,
pengawet, perisa (flavourings), buah,
dan pewarna. Penambahan ini tergantung
kepada jenis yoghurt yang akan dihasilkan.
Jenis yoghurt sendiri yang umum ada di pasaran Indonesia ada 3
jenis yaitu plain yoghurt (yoghurt
tanpa ada tambahan buah atau perisa), flavoured
yoghurt (yoghurt yang ditambah buah atau perisa) dan minuman yoghurt (drnking yoghurt) yaitu yoghurt yang
diencerkan dengan air dan biasanya ditambah perisa, contohnya adalah minuman
calpico. Pemanis, buah, pewarna dan
perisa sering ditambahkan pada flavoured
yoghurt, sedangkan pemanis, pewarna, pengemulsi dan perisa sering ditambahkan
pada minuman yoghurt.
Dari segi kehalalan
aditif yang patut diwaspadai adalah pemanis, perisa dan pengemulsi. Diantara pemanis yang biasa digunakan,
pemanis yang dibuat dengan cara hidrolisis pati (glukosa, fruktosa, atau
sirupnya yaitu sirup glukosa, sirup fruktosa) bisa masuk kedalam kategori
syubhat mengingat dalam pembuatannya ada yang menggunakan enzim alfa-amilase
yang bisa berasal dari hewan. Hampir
semua perisa berstatus syubhat (pernah dibahas pada Ummi beberapa edisi yang
lalu). Pengemulsi juga masuk kedalam
kategori syubhat mengingat pengemulsi dapat dibuat dari bahan yang berasal dari
nabati atau hewani.
Penggunaan starter dalam pembuatan yoghurt menambah
daftar bahan yang perlu diwaspadai kehalalannya karena starter ditumbuhkan
dalam suatu media dimana media yang digunakan berpotensi untuk tidak
halal. Beberapa bahan media yang biasa
digunakan dalam pembuatan starter
yoghurt yang berpotensi untuk tidak halal yaitu whey dan hidrolisat protein (bisa berasal dari hewan atau berasal
dari nabati yang dihidrolisa dengan menggunakan enzim yang berasal dari hewan
seperti kasus MSG Ajinomoto beberapa waktu yang lalu).
Dari
informasi mengenai bahan bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan yoghurt
lagi-lagi kita harus waspada karena yoghurt yang ada di pasaran bisa tidak
halal, oleh karena itu perhatikan adanya label halal yang menunjukkan bahwa
yoghurt tersebut telah diperiksa kehalalannya dan tidak bermasalah. Jika tidak ada label halalnya maka harus dihindari.
Kefir
Kefir
berasal dari daerah pegunungan kaukasia yang dingin. Bahan utama pembuatan kefir adalah susu
segar. Starter yang digunakan dalam pembuatan kefir biasanya dalam bentuk
butiran berwarna putih yang berisi kasein dan berbagai mikroba yaitu bakteri
asam laktat (yang penting adalah Leuconostoc,
Lactobacillus dan Streptococcus) dan
khamir (yeast) dari jenis Torula dan Saccharomyces. Karena menggunakan khamir dalam pembuatan
kefir dan susu mengandung gula maka kefir mengandung alkohol (etanol) sebanyak
0.5 sampai dengan 1.5 persen. Dalam hal
ini khamir akan mengubah gula menjadi utamanya alkohol disamping senyawa
aroma. Oleh karena bisa mengandung
alkohol lebih dari 1% maka kefir harus kita hindari karena jika kadar
alkoholnya lebih besar atau sama dengan 1% suatu minuman masuk kedalam kategori
minuman keras (berdasarkan hasil ijtihad Komisi Fatwa MUI).
Koumiss
Koumiss
serupa dengan kefir yaitu suatu minuman susu asam beralkohol. Pada awalnya koumiss dibuat dari susu kuda
dan digunakan untuk mengobati penyakit tuberkulosis. Sekarang karena susu kuda sudah langka maka
koumiss dibuat dari campuran susu sapi dan susu kuda atau dari susu sapi saja.
Seperti
halnya starter yang digunakan untuk
pembuatan kefir, starter untuk
pembuatan koumiss juga campuran bakteri asam laktat dan khamir, yang penting
adalah Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus dan khamir Torula.
Seperti kefir, koumiss juga mengandung alkohol, bahkan kadarnya bisa
mencapai 2.5%, oleh karena itu koumiss tidak dapat dikonsumsi oleh umat Islam.
5. Keju
Keju sudah dikenal lama. Indikasi tertua tentang pembuatan keju
ditemukan pada lukisan yang ada di gua yang dibuat pada tahun 5000 sebelum
masehi. Diperkirakan awal mula pembuatan
keju ditemukan secara tidak sengaja dimana pada saat itu para nomaden (suku
yang suka berpindah pindah) yang sedang melakukan perjalanan di musim panas
menyimpan susu pada kantong kulit yang terbuat dari perut hewan ruminansia
(hewan yang makan rumput-rumputan).
Tanpa disadari ternyata susu yang dibawa tersebut menggumpal dan berubah
menjadi produk yang kita kenal sebagai keju sekarang ini.
Keju
sangat populer di Amerika dan Eropa dimana 80% konsumsi keju dunia ada di kedua
daerah ini. Akan tetapi pada saat ini
terdapat perkembangan kenaikan konsumsi keju di Jepang, Amerika Selatan dan
Asia Tenggara. Di Indonesia, walaupun
keju tidak terlalu populer, akan tetapi keju digunakan pada cukup banyak produk
seperti roti-rotian, kueh-kuehan, dll, bahkan makanan asal Itali yang banyak
menggunakan keju seperti pizza dan spageti juga sudah populer disini. Oleh karena itu bagi konsumen muslim perlu
mengetahui bagaimana keju dibuat, apa hasil samping pembuatan keju dan dimana
titik kritis kehalalannya.
Cara Pembuatan Keju
Bahan utama untuk
membuat keju adalah susu, paling banyak susu sapi, setelah itu susu kambing
sebagai kedua terbanyak. Jenis keju
sangat banyak sekali bisa mencapai puluhan, bahkan mungkin ratusan, oleh karena
itu cara pembuatannya sangat bervariasi sekali.
Walaupun demikian, pada dasarnya keju dibuat melalui 5 tahap yaitu: 1) persiapan susu, 2)
koagulasi atau penggumpalan susu dengan menggunakan enzim atau asam yang akan
menghasilkan curd (bagian susu yang
terkoagulasi atau tergumpalkan) dan whey
(bagian susu yang dalam bentuk cairan setelah curd terbentuk dan dipisahkan), 3) pemisahan whey untuk mendapatkan curd,
4) pengolahan curd dan 5) pematangan
keju.
Pada tahap
persiapan susu dilakukan penjernihan susu agar diperoleh susu yang bebas dari
kotoran, standarisasi komposisi susu, dan pasteurisasi (pemanasan pada suhu dan
waktu tertentu) untuk membunuh bakteri patogen (kuman yang dapat menyebabkan
penyakit) dan sebagian bakteri yang dapat merusak susu.
Tahap koagulasi
atau penggumpalan susu adalah tahap yang kritis dari segi kehalalan keju. Hal ini karena untuk menggumpalkan susu
diperlukan bahan yang bisa membuat keju menjadi tidak halal seperti akan
dijelaskan berikut ini. Pada dasarnya
ada tiga metoda yang biasa dilakukan pada tahap koagulasi susu ini. Metoda pertama, metoda yang paling banyak
digunakan dalam pembuatan berbagai jenis keju, yaitu dengan menggunakan enzim
(enzim adalah suatu protein yang mempunyai kemampuan mempercepat reaksi
biologis) yang mampu menggumpalkan susu (disebut juga sebagai koagulan). Koagulan yang pertama-tama digunakan adalah yang
berasal dari perut sapi muda (anak sapi) yang disebut dengan rennet. Pada saat ini rennet diperoleh dari bukan
hanya perut sapi muda akan tetapi juga perut sapi dewasa, anak kambing, kambing
dewasa, domba dan babi. Disamping itu,
koagulan juga ada yang berasal dari mikroorganisma, tumbuh-tumbuhan dan hasil
fermentasi GMO (Genetically-Modified Organism, mikroorganisma yang telah diubah
genetiknya). Sebagai tambahan, pada
prakteknya penggunaan koagulan rennet ini biasanya dilakukan bersama-sama
dengan penambahan bakteri asam laktat yang digunakan pada metode kedua. Penambahan bakteri asam laktat ini ditujukan
bukan hanya untuk menghasilkan asam yang akan memudahkan proses penggumpalan
susu akan tetapi juga dimaksudkan untuk menghasilkan flavor (citarasa)
tertentu.
Dari segi
kehalalan, penggunaan koagulan yang berasal dari hewan jelas rawan menghasilkan
keju yang tidak halal karena disamping bisa berasal dari babi juga bisa berasal
dari sapi atau kambing yang tidak disembelih secara Islami (sebagian besar
koagulan diproduksi oleh negara maju non muslim). Hal ini karena koagulan dari hewan ini
disamping bisa tidak halal juga bercampur dengan keju yang dihasilkan. Oleh karena itu yang relatif aman adalah jika
koagulannya berasal dari tumbuh-tumbuhan, mikroorganisma atau hasil fermentasi
GMO dimana pada fermentasinya digunakan media (tempat pertumbuhan dan sumber
makanan mikroorganisma) yang halal.
Sayang sekali, pada saat ini yang paling banyak digunakan adalah koagulan
yang berasal dari hewan, akan tetapi seiring dengan permintaan, koagulan yang
berasal dari mikroorganisma meningkat penggunaannya. Di pasaran, khususnya di luar negeri, keju
yang dibuat dengan menggunakan koagulan yang berasal dari mikroorganisma (dalam
bahasa Inggris disebut microbial rennet)
dapat dikenali dengan membaca informasi di kemasan keju tersebut, di daftar
ingredien akan disebutkan microbial
rennet. Informasi ini diperlukan
bagi mereka yang menghindari koagulan yang berasal dari hewan yaitu kalangan
vegetarian dan muslim.
Metoda kedua yang
digunakan untuk menggumpalkan susu yaitu dengan menggunakan asam yang dapat
dihasilkan oleh bakteri asam laktat yang ditambahkan kedalam susu, atau dengan
menggunakan asam organik seperti asam sitrat, asam asetat, asam tartarat atau whey yang telah diasamkan. Metoda kedua ini diterapkan dalam produksi
keju Cottage dan keju Cream.
Bakteri asam laktat mula-mula ditumbuhkan dulu dalam suatu media (tempat
pertumbuhan dan sumber makanan mikroorganisma), dipekatkan, dibekukan atau
dikeringbekukan, kemudian bakteri yang masih mengandung media inilah yang
akhirnya dicampurkan kedalam susu. Dari
segi kehalalan perlu dicermati media yang digunakan karena biasanya terdiri
dari komponen susu dan nutrien lain seperti ekstrak khamir (yeast extract), mineral
dan vitamin. Komponen susu yang perlu
dicermati adalah whey karena bisa
tidak halal seperti akan dijelaskan kemudian.
Ekstrak khamir bisa tidak halal jika diperoleh sebagai hasil samping
industri bir, atau jika untuk memproduksinya menggunakan media yang mengandung
bahan yang tidak halal.
Metode ketiga yang
digunakan untuk menggumpalkan susu yaitu dengan menggunakan asam dan pemanasan
yang tinggi. Metoda ini diterapkan
misalnya dalam pembuatan keju Ricota
dan Queso blanco.
Setelah tahap
koagulasi dimana akan dihasilkan curd maka
tahap selanjutnya adalah pemisahan curd dengan cairan yang disebut dengan whey.
Ada
beberapa cara yang dilakukan untuk pemisahan curd ini yaitu menempatkan curd
pada kain lalu whey dibiarkan menetes
keluar dari kain atau memasukkan curd
kedalam suatu cetakan dan whey keluar
dari cetakan. Untuk mengeluarkan whey dari kain atau cetakan dapat
digunakan tekanan. Banyaknya pengeluaran
whey dari curd disesuaikan dengan jenis keju yang akan dibuat, sebagai contoh
untuk pembuatan keju lunak maka pengeluaran whey
tidak sebanyak pada pembuatan keju keras.
Cara lain untuk mengeluarkan whey yaitu dengan cara memotong-motong curd
yang masih ada didalam tangki penggumpalan terlebih dahulu, dilakukan
pengadukan (sering dibarengi dengan pemanasan sampai suhu sedang), baru curd dipindahkan kedalam cetakan dan
whey dikeluarkan lebih lanjut dengan menggunakan tekanan.
Tahap pengolahan curd dilakukan tergantung pada jenis
keju yang akan dihasilkan. Pada tahap
ini dapat dilakukan penambahan garam atau perendaman dalam larutan garam;
penambahan kapang (jamur) seperti pada pembuatan keju Camembert/Brie; pengepresan (untuk menghasilkan keju Gouda dan Edam); pemanasan, pengadonan dan penarikan (stretching) seperti pada pembuatan keju pasta filata (keju pizza
atau Mozarella), dll.
Tahap terakhir pada
pembuatan keju yaitu tahap pematangan.
Tahap ini tidak dilakukan untuk beberapa jenis keju seperti keju pasta
filata (Mozarella), cottage dan cream. Untuk kebanyakan
jenis-jenis keju lainnya tahap pematangan dilakukan dimana pada tahap ini keju
disimpan pada suhu rendah dan kelembaban tinggi dengan kisaran waktu pemeraman
dari mulai 1-2 minggu sampai 8 bulan, tergantung jenis keju yang
diproduksi. Pada intinya pemeraman
dimaksudkan untuk menumbuhkan mikroorganisma yang diinginkan dan menghambat
yang tidak diinginkan. Hal ini berkaitan
dengan pembentukan flavor (citarasa) yang diinginkan disamping juga tekstur
(kekerasan) yang sesuai.
Pada pembuatan keju
juga sering ditambahkan enzim selama pembuatannya dengan maksud untuk
menghasilkan flavor yang disukai. Enzim
yang ditambahkan kebanyakan proteinase (enzim yang memecah protein) dan
kadang-kadang lipase (enzim yang memecah lemak). Kedua jenis enzim ini dapat berasal dari
hewan selain dapat diperoleh juga dari mikroorganisma. Dengan demikian, penambahan enzim ini
menambah titik kritis kehalalan keju.
Keju Olahan (Processed Cheese)
Yang dimaksud
dengan keju olahan adalah keju yang diolah lebih lanjut dengan menambahkan
bahan bahan lain sehingga menjadi bentuk yang lebih siap pakai yaitu dalam
bentuk lembaran dan dalam bentuk pasta yang mudah dioleskan. Kedua bentuk ini sering dimakan bersama-sama
dengan roti, roti ditambah dengan keju lembaran atau roti yang dioles dengan
keju pasta. Keju olahan dibuat dengan
cara mencampurkan keju (yang telah digiling) dengan pengemulsi (emulsifier) dan bahan komponen susu
seperti lemak susu, krim, whey atau
susu bubuk. Bahan campuran ini
dipanaskan (suhu 70-80oC) sampai teraduk homogen lalu dijadikan
lembaran atau pasta. Kehalalan keju
olahan tergantung pada keju, pengemulsi dan whey
yang digunakan. Ketiga bahan ini bisa
tidak halal tergantung dari cara pembuatannya.
Hasil samping industri
keju
Hasil samping
indutsri keju yang utama yaitu whey
dan laktosa. Whey banyak digunakan di industri pangan, diantaranya pada
produk-produk susu (susu bubuk, makanan bayi, yoghurt, dll), biskuit, sup,
saus, confectionary, produk daging
(sosis, hamburger), dll. Fungsi whey pada produk produk ini yaitu
menambah gizi (protein), pembentuk gel, memperbaiki tekstur, pengemulsi,
pengental, pengikat air, dll. Laktosa
adalah salah satu jenis gula yang berasa manis, banyak digunakan pada
produk-produk susu. Kehalalan whey dan laktosa tergantung pada jenis
koagulan yang digunakan dalam proses penggumpalan susu untuk menghasilkan curd dan whey (laktosa terkandung didalam whey, setelah whey
diperoleh kemudian laktosa dipisahkan dari whey). Jika menggunakan koagulan yang berasal dari
hewan maka whey dan laktosa ini bisa tidak halal. Oleh karena itu baik keju, whey maupun laktosa termasuk kedalam
kategori bahan pangan yang status kehalalannya syubhat karena bisa halal, bisa
juga tidak halal seperti dijelaskan dalam proses pembuatan bahan bahan ini.
6. Mentega dan Margarin
Mentega
dan margarin banyak digunakan dalam pembuatan kueh-kuehan, roti-rotian, bahkan
digunakan pula sebagai teman roti. Bisa
dibayangkan bagaimana lezatnya roti tawar yang dipanggang ditambah mentega dan
jam, menu yang bisa digunakan untuk makan pagi.
Tapi, tahukah bahwa mentega dan margarin ternyata dua bahan yang bisa
tidak halal? Cobalah simak bagaimana
seluk beluk pembuatan kedua bahan ini.
Mentega
Tidak
dinyana ternyata proses pembuatan mentega dari susu sapi telah dikenal ribuan
tahun yang lalu. Gambar proses pembuatan
mentega misalnya ditemukan pada lukisan dinding bagian atap rumah bangsa
Sumeria yang diperkirakan dibuat pada tahun 4000 sebelum masehi. Selain itu didalam kitab Hindu Weda yang
ditulis sekitar 3500 tahun yang lalu tercatat bagaimana orang Hindu menghargai
sapi berdasarkan pada berapa banyak mentega yang bisa diperoleh dari susu yang
dihasilkan dari sapi tersebut. Hebatnya,
secara prinsip cara pembuatan mentega dari dulu sampai sekarang sama, yang
berbeda hanya bahan asalnya, jika dulu menggunakan susu segar, sedangkan
sekarang menggunakan krim (susu jika dipisahkan dengan alat pemisah krim akan
dihasilkan krim yang kaya lemak dan skim, suatu larutan yang banyak mengandung
protein).
Bahan
utama pembuatan mentega adalah krim yang memiliki kadar lemak antara 25 –
45%. Krim diperoleh dari susu sapi
dengan menggunakan alat separator. Tahap
pertama pembuatan mentega adalah standarisasi komposisi krim yang dilanjutkan
dengan proses pasteurisasi krim (pasteurisasi adalah proses membunuh mikroorganisme
patogen dan sebagian mikroorganisme perusak dengan menggunakan pemanasan). Setelah dipasteurisasi maka krim didinginkan,
setelah itu tergantung pada jenis mentega yang akan dibuat, akan ada tiga jalur
proses. Proses pertama yaitu fermentasi krim
dengan cara menumbuhkan bakteri asam laktat (diantaranya Lactococcus lactis subsp. lactis, Lactococcus lactis subsp. cremoris,
Lactococcus lactis subsp. diacetylactis, dan Lactococcus lactis subsp. cremoris bv. citrovorum) pada krim. Pada jalur kedua krim tidak
difermentasi. Baik krim yang sudah
difermentasi maupun tidak kemudian dikocok dengan teknik tertentu secara
mekanis dalam wadah tertentu sampai terbentuk butiran-butiran lemak mentega
dengan diameter sekitar 2 mm. Proses
pengocokan ini disebut dengan churning. Dari proses churning selain dihasilkan butiran lemak mentega dengan kadar air
sekitar 30% juga susu mentega (buttermilk)
yang berupa cairan. Proses churning kemudian dilanjutkan sampai
terbentuk mentega dengan kadar air antara 15 – 19% dan kadar lemak 81 –
85%. Setelah itu, mentega yang diperoleh
diuleni (kneading) dengan cara diaduk
aduk dengan menggunakan suatu alat (lebih baik jika dilakukan dalam keadaan
vakum untuk menghindari terperangkapnya udara kedalam mentega), hal ini dilakukan
agar terjadi penyeragaman komposisi dan tekstur (kelembutan) mentega yang
baik. Selama proses pengulenan ini bisa
ditambahkan garam dan pewarna (biasanya annato atau karoten). Setelah mentega jadi kemudian mentega dicetak
dan dibungkus atau langsung ditempatkan pada kemasan yang sesuai.
Pada
jalur ketiga prosesnya seperti proses jalur kedua akan tetapi setelah butiran
mentega jadi (dengan kadar air 13.5 – 14.5%) kemudian ada proses tambahan yaitu
fermentasi butiran mentega dimana dalam hal ini sebanyak 3-4% starter (berisi bakteri asam laktat)
ditambahkan kedalam butiran mentega.
Variasi dari proses ini yaitu menumbuhkan starter pada media yang cocok seperti whey (hasil samping pembuatan keju) atau susu skim, setelah cukup
menghasilkan aroma yang diinginkan dilakukan pemisahan dan pemekatan kemudian
pekatan aroma ditambahkan kedalam butiran mentega. Proses selanjutnya sama dengan proses pada
jalur satu dan dua.
Fermentasi
krim maupun mentega dengan menggunakan bakteri asam laktat dimaksudkan untuk menghasilkan
mentega dengan aroma yang enak, tercium wangi dan gurih. Mentega yang di pasaran dikenal dengan nama
roombotter diduga dibuat dengan melibatkan proses fermentasi. Nama room (rum) disitu tidak ada sangkut
pautnya dengan minuman keras rum, nama ini berasal dari bahasa Belanda. Dilihat dari baunya yang wangi dan tajam,
mentega Wijsman kemungkinan besar juga dibuat melalui jalur satu atau tiga yang
melibatkan fermentasi. Masalahnya,
kehalalan mentega yang dibuat dengan melibatkan proses fermentasi ini diragukan
mengingat media tumbuh bakteri asam laktat rawan kehalalannya dan media ini
bisa tercampur kedalam mentega. Jika
mentega dibuat melalui proses jalur kedua yang tanpa fermentasi maka
kehalalannya tidak bermasalah, kecuali jika ditambahkan pewarna karoten karena
pewarna karoten biasanya berada dalam suatu carrier
(penyalut), salah satu bahan yang bisa digunakan sebagai carrier adalah gelatin (bisa terbuat dari babi, sapi atau ikan).
Margarin
Margarin
pertama kali ditemukan di Perancis oleh seorang ahli Kimia bernama Hippolyte
Mege-Mouries pada tahun 1869. Penemuan
margarin sebetulnya dipicu oleh keadaan di Perancis pada saat itu dimana harga
mentega sangat mahal sehingga banyak masyarakat yang tidak mampu
membelinya. Hal ini terjadi sebagai
akibat pengaruh revolusi industri dimana banyak petani yang meninggalkan lahan
pertaniannya lalu mereka menuju kota
dan bekerja di industri industri.
Akibatnya, terjadi kekurangan produksi mentega sehingga harga mentega
menjadi mahal karena permintaan mentega tinggi.
Untuk mengatasi keadaan ini maka pada tahun 1869 Napoleon III sebagai
penguasa Perancis pada saat itu mengadakan sayembara dan akan memberikan hadiah
kepada siapa saja yang dapat menemukan pengganti mentega yang murah, tentu
pengganti tersebut memiliki sifat-sifat seperti mentega. Hippolyte Mege-Mouries memenangkan sayembara
itu karena beliau mampu menemukan apa yang diinginkan oleh Napoleon III yaitu
pengganti mentega yang murah.
Mege-Mouries menamakan hasil penemuannya dengan nama margarin, nama ini
berasal dari kata Yunani margarites
yang memiliki arti mutiara. Disebut
mutiara karena lemak margarin ketika membentuk butiran padat berbentuk seperti
kristal yang mengkilap seperti mutiara.
Mege-Mouries
mengembangkan margarin dengan menggunakan bahan baku lemak sapi. Dengan menggunakan proses tertentu dia
memisahkan bagian lemak sapi yang memiliki sifat-sifat seperti mentega. Pada perkembangan selanjutnya bukan hanya
lemak sapi yang digunakan untuk membuat margarin, juga lemak babi. Setelah itu mulailah penggunaan minyak kelapa
dan minyak biji sawit ditambahkan kedalam lemak hewani dalam pembuatan
margarin. Pada tahun 1910 mulai
digunakan minyak yang dijenuhkan (maksudnya asam lemak minyak yang tadinya
tidak jenuh atau mengandung ikatan rangkap kemudian sebagian atau seluruhnya
dijenuhkan, artinya yang tadinya ikatan rangkap diubah menjadi ikatan tunggal)
menggunakan proses hidrogenisasi (penambahan hidrogen kedalam ikatan
rangkap). Setelah itu, penggunaan minyak
nabati seperti minyak kedele, minyak jagung, minyak sawit, minyak kelapa,
minyak biji sawit, dll pada pembuatan margarin meningkat. Disamping itu, minyak ikan dan lemak susu pun
dapat digunakan dalam pembuatan margarin.
Secara
umum margarin adalah bahan semipadat yang mempunyai sifat dapat dioleskan yang
mengandung lemak minimal 80% dan maksimum 90%.
Bahan untuk membuat margarin secara umum adalah minyak dan lemak, baik
yang berasal dari nabati (tumbuh-tumbuhan), hewani maupun ikan. Berdasarkan definisi yang ditetapkan oleh badan
yang berwenang di Eropa, margarin adalah produk yang berasal dari lemak padat
atau cair yang berasal dari nabati dan/atau hewani, artinya bisa seluruhnya
berasal dari minyak/lemak nabati, seluruhnya dari lemak hewani atau campuran
minyak/lemak nabati dan lemak hewani. Di
Amerika, margarin dapat dibuat dari lemak makan dan/atau minyak makan atau
campuran minyak dan lemak dimana asal minyak dan lemak tersebut adalah nabati,
karkas hewan dan hewan laut (minyak ikan).
Di Kanada margarin dapat dibuat dari minyak dan lemak apa saja asalkan
bukan dari lemak susu. Dari definisi
margarin dan bahan baku
pembuatnya terlihat sekali bahwa margarin termasuk bahan yang status
kehalalannya syubhat, bahkan rawan sekali kehalalannya karena bisa mengandung
lemak hewani dimana jenisnya bisa lemak babi atau lemak sapi yang sapinya tidak
disembelih secara Islami karena di negara maju atau nonmuslim kebanyakan sapi
tidak disembelih secara Islami.
Untungnya, pada saat ini semakin banyak margarin dibuat dari
minyak/lemak nabati dan di Indonesia
sendiri kebanyakan margarin dibuat dari minyak/lemak nabati dan sudah banyak
magarin yang telah diperiksa kehalalannya oleh pihak yang berwenang (MUI).
Seiring
dengan anjuran menurunkan konsumsi lemak/minyak untuk mengurangi resiko berbagai
penyakit diantaranya jantung dan kegemukan maka pada saat ini berkembang produk
serupa margarin yang kadar lemaknya dibawah 80% (antara 10 – 79%), produk ini
disebut dengan spread. Disamping itu, ada juga margarin yang
mengandung lemak susu, juga ada yang disebut dengan butter spread, mentega yang kadar lemaknya kurang dari 80%. Untuk membuat spread maka dibutuhkan bahan pengisi sebagai penganti lemak
dan/atau bahan pengental seperti gelatin, sodium alginat, pektin dan
karagenan. Sering pula ditambahkan whey dalam jumlah sedikit untuk
memperbaiki flavornya. Gelatin dan whey adalah dua bahan yang status
kehalalannya syubhat seperti sudah dibahas sebelumnya. Untuk membuat butter spread sering digunakan sodium kaseinat, bahan ini statusnya
syubhat karena dalam pembuatannya dapat melibatkan enzim yang berasal dari
hewan.
Margarin
dan spread adalah produk emulsi air
dalam minyak, suatu campuran air dengan minyak dimana fase minyak lebih banyak
dari air. Air diharapkan terdistribusi
didalam minyak secara merata dan tidak memisah dari minyak, untuk itu
diperlukan suatu emulsifier
(pengemulsi), suatu bahan yang mampu mempertahankan suatu emulsi yang stabil,
tidak terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase air. Kebanyakan emulsifier dibuat dengan melibatkan asam lemak atau gliserida
dimana kedua bahan ini bisa berasal dari tanaman atau hewan. Oleh karena itu status kehalalan emulsifier adalah syubhat.
Fase
minyak dari margarin dan spread
biasanya terdiri dari: minyak (30 – 79.5%), emulsifier
(0.1 – 0.5%), lesitin (0.0 – 0.3%), pewarna (beta-karoten atau anato), perisa (flavouring) dan vitamin. Fase air (aqueous) mengandung air, garam (1.0
– 2.0%), padatan susu (whey, nonfat dry milk, padatan sweet cream buttermilk sebanyak 0.0 –
1.6%), pengawet (0.2%, biasanya potasium sorbat dan sodium benzoat), asam (asam
fosfat, sitrat atau laktat), pengental (0.0 – 0.5%, maltodekstrin, gelatin,
pektin dan gum lainnya), perisa (flavouring).
Dari
bahan bahan tambahan yang mungkin ada didalam margarin dan spread yang perlu dicermati kehalalannya adalah emulsifier, lesitin, beta-karoten,
perisa (flavouring), whey dan gelatin. Status kehalalan emulsifier, beta-karoten, whey
dan gelatin sudah dijelaskan sebelumnya.
Lesitin sendiri secara komersial berasal dari kedele, akan tetapi jenis
lesitin ini cukup banyak, salah satu jenis lesitin dibuat dengan melibatkan
enzim fosfolipase A yang diperoleh dari pankreas babi. Sayangnya, semua jenis lesitin ini di pasaran
dinamai dengan lesitin saja, tidak bisa dibedakan antara yang satu dengan
lainnya sehingga status lesitin adalah syubhat.
Perisa yang digunakan untuk produk susu-susuan (dairy) banyak jenisnya dan tersusun dari banyak sekali komponen,
akan tetapi dari segi kehalalan rawan karena bisa mengandung asam lemak (bisa dari
tanaman atau hewan) dan hasil hidrolisis (penguraian) lemak susu dengan
menggunakan enzim lipase (bisa dari tanaman, hewan dan mikroorganisme, banyak
yang berasal dari hewan). Sehingga,
status perisa untuk produk dairy
adalah syubhat.
Proses
pembuatan margarin melibatkan tahap: persiapan fase air (aqueous), pencampuran
minyak/lemak, pembuatan emulsi, pendinginan dan pengulenan (kneading). Di industri besar proses ini biasanya
dilakukan secara kontinyu (sinambung).
Sebagai
kesimpulan, setelah mengetahui bagaimana mentega dan margarin dibuat, kita
harus hati-hati dengan produk mentega berbau wangi yang tajam dan margarin,
keduanya berstatus syubhat. Pilihlah
mentega dan margarin yang telah diperiksa kehalalannya (yang sudah berlabel
halal), didalam negeri produk halal bisa dikenali dengan adanya nomor MD dan
label halal, untuk produk luar negeri ada nomor ML dan label halal. Produk (mentega wangi yang tajam dan
margarin), baik lokal apalagi impor, yang tidak berlabel halal harus dihindari,
jika ingin selamat dari produk yang syubhat dan haram.
7. Susu Cair dan Susu
Bubuk
Pada
saat ini di pasaran banyak sekali ditemukan berbagai jenis produk olahan susu,
baik dalam bentuk cair maupun bubuk.
Untuk susu cair kita bisa temukan dari mulai jenis susu pasteurisasi,
susu sterilisasi, susu evaporasi, susu kental manis, susu dengan berbagai jenis
flavor seperti strawberry, coklat, vanila, dll.
Susu dalam bentuk bubuk banyak ragamnya, susu untuk bayi khususnya
banyak yang berbentuk bubuk.
Pertanyaannya, bagaimana dengan status kehalalannya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut mari kita
kaji bagaimana produk produk ini dibuat, apa bahan dan proses yang digunakan.
Susu Cair
Susu
pasteurisasi adalah susu (biasanya susu sapi) yang dipasteurisasi (dipanaskan
pada suhu dan waktu tertentu untuk tujuan membunuh kuman yang menimbulkan
penyakit/patogen) dan dikemas dalam wadah tetrapack
atau wadah lainnya yang sesuai. Jika
tidak ada tambahan apa-apa, khususnya perisa (flavor) maka kehalalan susu
pasteurisasi tidak bermasalah. Yang
harus diperhatikan adalah bahwa susu pasteurisasi harus disimpan di lemari es
(suhu dingin) karena tidak awet dan keawetan susu pasteurisasi yang disimpan di
lemari es tidak lebih dari 4 hari.
Masalahnya, cukup banyak pada saat ini susu pasteurisasi yang sudah
ditambah perisa (flavor) seperti flavor coklat, vanila dan strawberry, padahal
sudah dibahas sebelumnya bahwa perisa (flavor) statusnya adalah syubhat,
sehingga susu pasteurisasi berflavor yang tidak dijamin kehalalannya berstatus syubhat.
Susu
sterilisasi adalah susu yang disterilisasi (sebagian besar mikroorganisme yang
ada didalam susu dibunuh) biasanya dengan menggunakan proses UHT (Ultra High
Temperature) yaitu suhu yang relatif tinggi dan waktu yang relatif singkat. Itu sebabnya di pasaran susu sterilisasi
dikenal juga dengan nama susu UHT.
Dengan menggunakan proses ini maka susu menjadi awet di satu sisi, di
sisi lain flavor susu masih relatif terjaga, tidak terlalu menyimpang (tidak mengalami
off-flavour). Status kehalalan susu
sterilisasi sama dengan susu pasteurisasi.
Yang harus diperhatikan adalah jika susu sterilisasi ini sudah dibuka
kemasannya maka harus disimpan di lemari es dan tidak boleh disimpan di lemari
es lebih dari 3 hari karena dalam keadaan terbuka menjadi tidak awet lagi
mengingat mikroorganisme dapat tumbuh pada susu sterilisasi yang telah dibuka
kemasannya.
Ada hal lain yang perlu
diwaspadai pada susu sterilisasi karena dalam pembuatan susu sterilisasi tidak
selalu menggunakan susu murni segar, akan tetapi bisa menggunakan apa yang
disebut dengan susu rekombinasi atau campuran susu murni dengan bahan bahan
lain (biasanya susu skim dan lemak susu).
Susu rekombinasi adalah susu yang dibuat dengan cara mencampurkan susu
skim dengan lemak susu, tidak tertutup kemungkinan susu rekombinasi dibuat
dengan mencampurkan bukan hanya susu skim dan lemak susu tapi juga whey.
Seperti pernah dibahas sebelumnya status kehalalan whey adalah syubhat.
Disamping itu, pada produk susu sterilisasi disamping ada penambahan perisa,
juga ada penambahan pengemulsi (emulsifier) dan penstabil (stabiliser). Status kehalalan kedua bahan aditif ini
syubhat karena dalam pembuatan emulsifier kebanyakan melibatkan asam lemak yang
bisa berasal dari hewan, sedangkan salah satu jenis penstabil adalah gelatin
yang berstatus syubhat. Walaupun
demikian, tentu saja produk susu sterilisasi yang telah dijamin kehalalannya
(ada tanda halalnya) tidak bermasalah karena menggunakan pengemulsi dan
penstabil yang halal.
Disamping adanya penambahan
bahan aditif seperti pengemulsi dan penstabil pada produk susu sterilisasi,
juga ada penambahan vitamin seperti vitamin A, B1, B6 dan D. Vitamin vitamin yang larut lemak seperti
vitamin A dan D biasanya memerlukan bahan aditif agar vitamin tersebut dapat
tersebar merata didalam bahan pangan emulsi (susu adalah salah satu contoh
bahan pangan emulsi minyak dalam air), bahan tersebut adalah pengemulsi. Disamping itu, untuk vitamin yang mudah rusak
selama penyimpanan oleh reaksi oksidasi karena adanya cahaya dan suhu yang
relatif tinggi, khususnya vitamin A, maka masih memerlukan bahan aditif lain
yaitu antioksidan (belum diketahui ada antioksidan yang tidak halal). Sebagai tambahan, karena mudah rusak maka
seringkali vitamin A dienkapsulasi (disalut) dimana dalam hal ini vitamin A
dimasukkan kedalam suatu bahan penyalut.
Banyak jenis bahan penyalut yang dapat digunakan seperti gum yang
berstatus halal, akan tetapi ada bahan penyalut yang bisa digunakan yang
statusnya syubhat yaitu gelatin.
Susu evaporasi adalah susu
yang dikentalkan dengan cara evaporasi (penguapan) dimana dalam hal ini
sebagian air yang ada didalam susu dihilangkan.
Jika hanya menggunakan susu murni maka tidak ada masalah dengan
kehalalan susu evaporasi, akan tetapi jika menggunakan susu rekombinasi atau
pencampuran susu murni dengan bahan lain maka seperti yang terjadi pada susu
sterilisasi maka status susu evaporasi yang dibuat dengan cara tersebut menjadi
syubhat.
Susu kental manis hampir sama
dengan susu evaporasi hanya saja dalam pembuatannya ada penambahan gula
pasir. Hampir sama dengan produk produk
susu cair sebelumnya, susu kental manis dapat dibuat dengan menggunakan susu
murni, susu rekombinasi atau campuran berbagai bahan, bahkan pada saat ini banyak
sekali susu kental manis yang dibuat dengan bahan utama susu skim dan lemak
nabati. Penggunaan lemak nabati
dimaksudkan agar harganya lebih murah dan dari segi gizi lebih sehat karena
banyak mengandung asam lemak tidak jenuh.
Perlu diketahui bahwa lemak susu lebih banyak mengandung lemak jenuh
dibandingkan dengan lemak nabati. Dengan
demikian, perlu kita cermati ingredien yang digunakan dalam pembuatan susu
kental manis, jika ada menggunakan whey
maka statusnya syubhat.
Jika dalam pembuatan susu
kental manis digunakan susu murni maka dalam proses pemekatan seringkali
terjadi pembentukan kristal laktosa yang besar yang berakibat susu kental manis
yang dihasilkan bersifat grainy
(sewaktu dikonsumsi seperti ada butiran butiran besar). Untuk menghindari pembentukan kristal yang
besar maka perlu ada penambahan laktosa pada waktu proses pemekatan supaya
terjadi kristal laktosa yang halus.
Penambahan laktosa menimbulkan masalah dari segi kehalalan karena status
kehalalan laktosa adalah syubhat mengingat laktosa dapat diperoleh sebagai
hasil samping pembuatan keju dimana dalam pembuatan keju dapat terjadi
penggunaan enzim yang berasal dari hewan.
Susu Bubuk
Kebanyakan
susu bubuk yang ada di pasaran Indonesia tidak lagi murni dibuat dari susu
segar, akan tetapi dibuat dari campuran berbagai bahan seperti susu skim, whey, lemak susu, laktosa, dll. Disamping itu, banyak sekali aditif yang
ditambahkan pada susu bubuk ini dari mulai vitamin, asam lemak omega-3,
probiotik, perisa (flavor), dll. Oleh
karena itu, status kehalalan susu bubuk sangat bergantung pada ingredien yang
digunakan dalam pembuatan susu bubuk ini.
Beberapa
ingredien yang patut mendapat perhatian dari segi kehalalan yaitu disamping
yang sudah disebutkan sebelumnya seperti whey,
laktosa, pengemulsi, perisa dan vitamin, maka ingredien lain yang perlu
mendapat perhatian yaitu asam lemak omega-3.
Penambahan asam lemak omega-3 dimaksudkan untuk mendapatkan nilai tambah
susu bubuk karena asam lemak omega-3 dipercaya dapat meningkatkan kecerdasan
otak, khususnya bagi anak-anak, sedangkan bagi orang dewasa diharapkan mampu
membantu menurunkan kadar kolesterol dan membantu mencegah penyakit jantung
koroner. Akan tetapi, asam lemak omega-3
bersifat tidak stabil, mudah rusak karena reaksi oksidasi. Oleh karena itu, untuk menghindari kerusakan
karena reaksi oksidasi asam lemak omega-3 biasanya dienkapsulasi (disalut)
dimana dalam hal ini asam lemak omega-3 akan berada didalam suatu penyalut
(enkapsulan). Ada banyak jenis penyalut
yang dapat digunakan, kebanyakan dari bahan tanaman seperti pati termodifikasi,
gum dan maltodekstrin yang kesemuanya berasal dari tanaman dan tidak
bermasalah, sedangkan salah satu jenis penyalut yang juga bisa digunakan yaitu
gelatin berstatus syubhat.
Penambahan
bahan probiotik kedalam susu bubuk dimaksudkan agar ketika dikonsumsi oleh
manusia, bahan probiotik ini bisa menjadi makanan bakteri yang menguntungkan
yang berkembang didalam saluran pencernaan manusia. Dengan adanya makanan untuk bakteri yang
menguntungkan ini maka si bakteri baik akan tumbuh lebih baik dibandingkan
dengan bakteri jahat sehingga pengaruh bakteri jahat akan dikurangi atau
dihambat. Pengaruh bakteri jahat
misalnya dalam memproduksi toksin bagi tubuh.
Proses
pembuatan susu bubuk melibatkan tahap pencampuran ingredien, pembuatan emulsi dan
pengeringan dimana proses pengeringan yang paling banyak digunakan adalah
pengeringan semprot (spray drying).
Dari
urairan diatas, kecuali susu evaporasi dan susu sterilisasi yang plain (dibuat dengan tanpa penambahan
apa-apa selain bahan utama susu murni) yang tidak dipermasalahkan kehalalannya,
maka baik susu cair dan susu bubuk berstatus syubhat, kehalalannya tergantung
pada ingredien yang digunakan. Oleh
karena itu, pilihlah produk yang telah mendapatkan sertifikat halal yang
ditandai dengan adanya label halal pada kemasan produk tersebut.
8. Alkohol
Sampai
saat ini masih banyak yang menanyakan masalah status kehalalan alkohol dan
bingung dalam menetapkannya. Hal ini
dapat terjadi akibat adanya suatu kekeliruan dalam mendefinisikan secara tepat apa
yang dimaksud alkohol dan dalam mengambil suatu analogi antara fakta dengan
hukum.
Banyak
informasi yang beredar baik di buku maupun internet bahwa alkohol itu statusnya
haram. Masalahnya, apa yang dimaksud
dengan alkohol disini. Dalam bahasa
Inggris kata “alcohol” memiliki dua arti, arti yang pertama adalah minuman
beralkohol atau minuman keras, sering disingkat dengan “alcohol” saja. Arti yang kedua “alcohol” adalah etanol, nama
suatu bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai pelarut organik. Dari segi ilmu kimia, alkohol artinya adalah
golongan senyawa kimia yang memiliki gugus fungsional hidroksi (OH), dengan
demikian ada banyak sekali senyawa kimia yang termasuk kedalam golongan alkohol
dan etanol adalah salah satunya. Etanol
sendiri adalah senyawa kimia yang memiliki rumus molekul C2H5OH.
Sekarang,
jika dikatakan alkohol itu haram maka yang dimaksud alkohol disini apa? atau
yang mana dari beberapa arti alkohol yang dijelaskan diatas? Banyak yang berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan alkohol dalam hal ini adalah etanol, hal ini didasarkan atas fakta bahwa
alkohol bersifat memabukkan dan kandungan minuman keras yang terbesar adalah
etanol (selain air). Benarkah
demikian? Mari kita kaji!
Yang
pertama-tama harus diketahui adalah bahwa toksisitas (sifat racun) suatu
senyawa kimia utamanya tergantung kepada jumlahnya. Sifat ini bervariasi antara satu bahan kimia
dengan bahan kimia yang lain, ada yang dalam jumlah kecil saja dapat
menyebabkan keracunan bahkan kematian, ada yang baru menimbulkan efek racun
pada jumlah yang terkonsumsi yang relatif tinggi. Etanol memang bersifat narkosis (memabukkan),
akan tetapi tentu saja tergantung pada berapa banyak yang dikonsumsi, jika
hanya dikonsumsi sedikit saja, misal hanya 0.01 ml maka kemungkinan besar tidak
menimbulkan efek apa-apa. Di sisi lain,
banyak komponen-komponen yang ada didalam minuman keras sebetulnya memiliki
sifat memabukkan bahkan lebih toksik (beracun) dibandingkan dengan etanol. Sebagai contoh, metanol, propanol,
isobutilalkohol dan asetaldehida terdapat didalam red wine dan senyawa-senyawa kimia tersebut bersifat
memabukkan. Oleh karena itu, sifat
memabukkannya suatu minuman keras bukan semata-mata disebabkan oleh etanol
saja, akan tetapi merupakan pengaruh dari semua senyawa kimia yang ada didalam
suatu minuman keras. Sehingga, tidak
tepat jika yang diharamkan itu etanol, karena jika etanol haram mengapa senyawa
senyawa kimia yang lain yang juga bersifat memabukkan seperti sudah disebutkan
diatas tidak diharamkan? Logikanya, jika
etanol haram maka semua senyawa kimia yang bersifat memabukkan juga haram.
Jika
kita perhatikan ayat-ayat Al Qur’an dan hadis-hadis yang berkenaan dengan
khamar maka sebetulnya yang dimaksud khamar adalah suatu sesuatu yang
memabukkan, dalam banyak contoh adalah minuman yang memabukkan. Alkohol, pada zaman Rasulullah bahkan belum
dikenal. Jika kita perhatikan lebih
lanjut hukum halal haram ini ternyata berlaku bagi sesuatu yang dikonsumsi,
sesuatu yang diminum atau dimakan atau dimasukkan kedalam tubuh, sedangkan
terhadap sesuatu yang tidak dikonsumsi maka tidak dikenai hukum. Sekarang mari kita lihat senyawa senyawa
kimia secara keseluruhan, apakah layak dikenai hukum halal haram, padahal
kebanyakan dari senyawa senyawa kimia ini tidak dikonsumsi. Ambil contoh yang sering dikenai hukum haram
selama ini yaitu etanol. Pada
kenyataannya etanol sebagai senyawa murni (etanol absolut) tidak pernah ada
yang meminumnya karena dapat mengakibatkan kematian, demikian halnya dengan
senyawa senyawa kimia lain. Sehingga,
seharusnya senyawa senyawa kimia murni ini tidak dikenai hukum halal haram
karena bukan sesuatu yang dikonsumsi.
Apabila
etanol dianggap sama dengan khamar dan haram hukumnya maka dampaknya akan luas
sekali dan akan menjadi kontradiksi dengan hukum kehalalan bahan pangan
lain. Telah diketahui bahwa banyak bahan
pangan mengandung etanol, baik terdapat secara alami (sudah ada didalam bahan
pangan sejak dipanen dari pohon) seperti buah-buahan, atau terbentuk selama
pengolahan seperti kecap, cuka dan roti.
Akan tetapi, buah-buahan jelas halalnya.
Kecap dan roti tidak menyebabkan mabuk.
Cuka sepanjang tidak dibuat dari khamar maka hukumnya halal. Bukankah menjadi bertentangan jika etanol
hukumnya haram? Mengapa walaupun etanol
terdapat didalam buah-buahan, akan tetapi buah-buahan tersebut halal? Dengan demikian maka yang keliru adalah
penetapan hukum terhadap etanol itulah kelihatannya. Roti dan cuka halal, dalam hadis dijelaskan
bahwa Rasulullah saw juga makan roti dan cuka, padahal cuka dan roti mengandung
etanol. Sekali lagi, ini menunjukkan
bahwa penetapan haram terhadap etanol itu keliru. Jika sesuatu sudah ditetapkan sebagai khamar
maka banyak atau sedikit tetap haram, jadi alasan bahwa buah-buahan hanya
mengandung sedikit etanol sehingga halal menjadi tidak tepat jika status
etanolnya haram. Alasan bahwa etanol
yang ada di buah-buahan alami sehingga halal itu juga tidak tepat mengingat
kehalalan bukan didasarkan pada alami atau bukan. Jika bahan tersebut adalah
sesuatu yang dikonsumsi dan bersifat memabukkan maka statusnya haram apakah
bahan tersebut alami atau buatan sama saja hukumnya.
Ada yang berpendapat bahwa yang diharamkan adalah alkohol yang sengaja
ditambahkan kedalam bahan pangan atau ingredien pangan, sedangkan yang sudah
ada dalam bahan secara alami tidak haram. Ketentuan ini lemah karena keharaman
sesuatu zat bukan didasarkan atas apakah bahan tersebut terbentuk dengan
sendirinya atau sengaja ditambahkan, tetapi zatnya itu sendiri, jika khamar itu
haram maka, apakah khamar itu sengaja ditambahkan kedalam bahan pangan atau
terbentuk dengan sendirinya (misal bila nira kelapa kita biarkan pada suhu
kamar lebih dari 3 hari maka akan terbentuk tuak), tetap saja bahan pangan atau
minuman tersebut haram. Ketentuan ini juga menjadi aneh manakala dalam
pembuatan ingredien pangan tidak boleh menggunakan atau mengandung alkohol
sedikitpun, sementara kita makan roti yang mengandung alkohol sekitar 0.3%.
Sebagai tambahan, ganja adalah bahan alam yang sifatnya sudah diketahui
memabukkan dan dapat digolongkan kedalam khamar, jadi yang berasal dari alam pun
jika bersifat memabukkan dan dikonsumsi maka masuk kedalam golongan khamar.
Ada pula yang berpendapat bahwa suatu ingredien (misal flavor) yang
mengandung alkohol (kurang dari 1%) dapat digunakan dalam pembuatan produk
pangan, asalkan dalam produk pangan yang dibuat, alkohol sudah tidak terdeteksi
lagi. Hal ini juga tidak tepat karena kalau suatu zat sudah mengandung bahan
haram maka haramlah dia, apabila zat tersebut ditambahkan kedalam bahan pangan,
maka bahan pangan tersebut menjadi haram. Hal ini dilihat dari kaidah fiqih
bagi pencampuran bahan pangan yang kesemuanya dapat bercampur dengan merata, “manakala
bercampur antara yang halal dengan yang haram maka akan dimenangkan yang haram”.
Jika etanol haram maka
etanol tidak boleh digunakan sama sekali karena begitulah hukum yang berlaku
yang berkenaan dengan khamar dimana khamar tidak boleh dimanfaatkan sama
sekali, tidak boleh juga dijual kepada Yahudi sekalipun, khamar harus dibuang. Sebagai contoh, etanol tidak boleh digunakan
sebagai bahan untuk desinfektasi alat-alat kedokteran, tidak boleh digunakan
dalam parfum, tidak boleh digunakan sebagai bahan untuk sanitasi alat-alat
pengolahan pangan, sebagai pelarut, bahkan harus enyah dari laboratorium
laboratorium.
Apabila etanol
diharamkan maka hal ini bukan hanya bertentangan dengan hal-hal yang sudah
disebutkan diatas, ternyata bertentangan juga dengan penjelasan Rasulullah saw
tentang jus buah-buahan dan pemeramannya seperti tercantum dalam hadis-hadis
berikut ini (hadis-hadis ini tercantum dalam kitab Fiqih Sunnah tulisan Sayid
Sabiq):
1. Minumlah itu (jus) selagi ia belum keras. Sahabat-sahabat bertanya: Berapa lama ia
menjadi keras? Ia menjadi keras dalam
tiga hari, jawab Nabi. (Hadis Ahmad diriwayatkan dari Abdullah bin Umar).
2. Bahwa Ibnu Abbas pernah membuat jus untuk Nabi saw. Nabi meminumnya pada hari itu, besok dan
lusanya hingga sore hari ketiga. Setelah
itu Nabi menyuruh khadam menumpahkan dan memusnahkannya. (Hadis Muslim berasal dari Abdullah bin Abas).
Karena
buah-buahan secara alami mengandung etanol maka jus buah-buahan pun mengandung
etanol. Jika jus ini diperam atau
dibiarkan pada suhu kamar dan pada kondisi terbuka maka kadar etanolnya akan
meningkat karena akan mengalami fermentasi alkohol spontan yaitu dengan
tumbuhnya khamir (yeast) pada jus yang akan mengubah gula menjadi etanol dan
senyawa-senyawa lain. Akan tetapi, kadar
alkohol jus sampai pada pemeraman hari kedua belum sampai pada taraf yang dapat
memabukkan, baru setelah diperam selama 3 hari jus tersebut telah bersifat
memabukkan atau tidak layak diminum karena telah mengalami kerusakan. Hadis ini menunjukkan bahwa pendapat yang
mengatakan bahwa etanol haram keliru karena pada kasus pemeraman jus etanol
kadarnya bahkan meningkat sampai batas tertentu, akan tetapi Rasulullah
mengatakan jus yang disimpan sampai 2 hari masih boleh diminum, setelah diperam
3 hari barulah ia telah berubah menjadi khamar dan tidak boleh diminum lagi.
Hadis ini juga menunjukkan bahwa peubahan sifat jus menjadi memabukkan itu ada
waktunya, jika hal ini dikaitkan dengan kandungan etanol dalam jus maka berarti
ada batas tertentu dimana kadar etanol dalam jus diperbolehkan dan ada batas
dimana diatas batas itu jus sudah tidak diperbolehkan diminum lagi.
Majelis
Ulama Indonesia telah lama mengkaji masalah alkohol (etanol) ini. Pada tahun 1993 MUI mengadakan muzakarah
Nasional tentang alkohol dalam minuman dengan mempertemukan para ulama dan
ilmuwan untuk membahas status kehalalan alkohol. Pada saat itu telah disepakati bahwa yang
diharamkan adalah minuman beralkohol atau minuman keras, bukan alkohol
(etanol)nya itu sendiri. Akan tetapi, apabila sesuatu sudah masuk
kedalam kategori minuman beralkohol (ada definisinya) maka berapapun kadar
alkoholnya (etanolnya) tetap saja haram (lihat Lampiran 1). Setelah muzakarah, ternyata diantara para ulama dan ilmuwan masih
terdapat perbedaan pendapat, apakah minuman beralkohol haram atau alkohol
(etanol) juga haram. Oleh karena itu,
MUI terus melakukan kajian sehingga pada bulan Agustus 2001, komisi fatwa MUI
mampu memutuskan bahwa minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol
(etanol) minimal satu persen. Dengan
adanya hasil ijtihad ini maka semakin kuatlah pendapat bahwa yang diharamkan
itu bukan karena keberadaan etanol (alkohol) dalam bahan pangan semata, akan
tetapi lebih kepada berapa kadarnya.
Adanya batas 1% ini akan sangat memudahkan dalam penetapan status
kehalalan minuman. Minuman yang
mengandung alkohol (etanol) sebanyak 1% atau lebih masuk kedalam minuman keras
dan masuk kedalam golongan khamar. Akan
tetapi, minuman yang mengandung alkohol (etanol) dibawah 1% tidak otomatis
halal karena untuk menetapkannya harus dilihat bahan-bahan yang digunakan dan
cara pembuatannya. Sebagai contoh, minuman
Shandy mengandung etanol kurang dari 1%, akan tetapi minuman ini terbuat dari
bir dimana bir masuk kedalam kategori minuman keras sehingga masuk kedalam
golongan khamar. Dengan demikian,
minuman Shandy jelas haram karena terbuat dari khamar yang diencerkan, sesuai
dengan kaidah “jika banyaknya memabukkan maka sedikitnya pun haram”.
Oleh
karena itu jelaslah bahwa kehalalan suatu bahan pangan bukan ditentukan oleh
ada atau tidaknya etanol atau alkohol, akan tetapi ditentukan oleh berapa
banyak etanol yang terkandung disamping, tentu saja, adanya bahan-bahan haram
lainnya dan cara pembuatannya.
Etanol sebagai pelarut dan desinfektan
Mari kita lihat kembali bagaimana dengan hukum bahan-bahan kimia
seperti etanol, aseton, heksan, kloroform. Seharusnya asal hukum zat-zat ini
adalah halal, akan tetapi manakala mereka digunakan untuk membuat minuman yang
memabukkan (etanol dicampur air misalnya, dengan catatan pada kenyataannya hampir
tidak ada minuman yang dibuat dengan cara ini) maka minuman yang dibuatnya itu
menjadi haram, demikian pula dengan kloroform, jika kloroform digunakan untuk
membius diri dengan tujuan supaya teler, maka ia menjadi haram. Dengan demikian,
semua bahan kimia selama ia tidak digunakan untuk membuat minuman yang
memabukkan atau digunakan untuk "fly" (mabuk narkotika) seharusnya
halal. Sehingga, etanol yang digunakan untuk desinfektasi alat-alat kedokteran,
pereaksi kimia di lab-lab, pelarut parfum, dll adalah halal dan boleh digunakan.
Jika ini tidak boleh, bagaimana dengan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk
sanitasi, mereka itu racun jika dimakan, apakah juga tidak boleh digunakan?
Jika etanol untuk desinfektasi alat-alat kedokteran diganti dengan aseton
(lebih toksik dari alkohol) apakah menjadi boleh karena bukan etanol (alkohol)?.
Penulis yakin seharusnya tetap boleh
karena disini haram atau tidaknya dalam konteks dikonsumsi (dimakan atau
diminum) atau digunakan untuk membuat kita fly.
Masalah lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah masalah najis. Khamar
bersifat najis, walaupun ada yang berpendapat bahwa khamar tidak najis tapi hanya
haram. Jika etanol tidak sama dengan khamar maka status etanol sama dengan
status bahan-bahan kimia lain yang sejenis yaitu tidak najis sehingga dapat
digunakan untuk pelarut parfum karena parfum tidak dimakan dan etanol tidak
najis.
Penggunaan etanol dalam pengolahan pangan
Walaupun etanol
sebagai bahan kimia seharusnya tidak haram, akan tetapi seperti halnya
penggunaan bahan-bahan kimia yang sengaja ditambahkan kedalam bahan pangan,
maka penggunaan etanol dalam
pengolahan pangan dan pembuatan produk pangan harus dibatasi. Bahan-bahan kimia
lain (seperti bahan tambahan pangan) penggunaannya harus dibatasi karena
masalah keamanannya dari segi kesehatan. Penggunaan pelarut organik (bahan
kimia cair yang sering digunakan untuk melarutkan bahan-bahan kimia lainnya
atau untuk mengekstraksi/ mengambil bahan-bahan dari suatu bagian tanaman) yang
bersifat lebih beracun dari etanol
masih diperkenankan dalam pengolahan bahan pangan seperti pada pembuatan oleoresin (ini adalah bahan seperti minyak yang
diperoleh dari hasil ekstraksi rempah-rempah atau herba. Pelarut orgaik selain etanol yang digunakan adalah heksana, diklorometan, propanol, aseton, dll.
Akan tetapi apabila oleoresin
sudah diperoleh maka pelarut organik
ini harus dihilangkan sampai tersisa hanya sedikit sekali (dalam
satuan ppm, bagian per sejuta).
Penggunaan pelarut
organik seperti etanol
pada proses lainnya yaitu untuk mengambil/mengekstraksi minyak dari
kacang-kacangan seperti kacang kedele. Dengan demikian, etanol seharusnya juga masih boleh digunakan dalam
pengolahan pangan, asalkan pada proses selanjutnya dihilangkan sama halnya
seperti penggunaan pelarut organik
lainnya.
Etanol seharusnya boleh digunakan sebagai pelarut pengekstrak
senyawa-senyawa flavor (senyawa
yang digunakan untuk memberi aroma dan rasa makanan), komponen bioaktif (senyawa senyawa
kimia yang bermanfaat dalam kesehatan), dan lainnya, asalkan etanol tersebut dihilangkan, atau
pada formulasi akhir (dalam essens misalnya) kadar etanolnya tidak lebih dari 1 %. Pada
pengolahan pangan lainnya seperti pada pembuatan surimi, etanol juga seharusnya boleh
digunakan, asalkan pada produk akhir konsentrasinya tidak lebih dari 1 %.
Batas
kadar etanol harus
dibawah 1 % yang tersisa atau sengaja ditambahkan untuk suatu keperluan yang
belum dapat digantikan dengan yang lain pada ingredien pangan (bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat
produk pangan) atau produk pangan ini diusulkan dengan pertimbangan: a) kadar etanol serendah ini tidak akan
membuat ingredien atau produk
pangan bersifat memabukkan; b) lebih rendah atau sama dengan kadar etanol beberapa produk pangan seperti
roti (0.3%), kecap asin Jepang (1%) dan cuka (dibawah 1%); c) sama dengan batas
yang ditetapkan oleh MUI dalam menetapkan minuman keras; d) ingredien pangan tidak langsung
dikonsumsi, tetapi digunakan dalam pembuatan produk pangan bercampur dengan
bahan-bahan lain, sehingga kadar etanol produk pangan akan lebih rendah dari
batas diatas. Akan tetapi, etanol tidak
boleh digunakan sebagai pelarut akhir suatu ingredien pangan seperti flavor
(contohnya essens) dan pewarna. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
penyalahgunaannya, walaupun jika eseens ini digunakan untuk membuat produk
pangan (maksimum 1%) maka tidak akan membuat produk pangan yang dibuat tersebut
bersifat memabukkan.
9. L-Sistein
Baru-baru ini konsumen baru
menyadari bahwa tepung terigu pun bisa tidak halal karena ternyata tepung
terigu dapat mengandung L-sistein.
L-sistein yang murah yang banyak tersedia di pasaran adalah L-sistein
yang dibuat dari rambut manusia, khususnya yang diproduksi di Cina. Tentu saja karena berasal dari bagian tubuh
manusia maka L-sistein ini haram sehingga tepung terigu yang menggunakan
L-sistein dari rambut manusia haram hukumnya bagi umat Islam. Walaupun demikian perlu diketahui bahwa
L-sistein selain dari rambut manusia, bisa juga diperoleh dari bulu
unggas. Seperti diketahui rambut dan
bulu banyak mengandung L-sistein.
L-sistein dari bulu unggas pun masih dipertanyakan kehalalannya karena
bila diperoleh pada waktu hewan masih hidup maka tidak diperbolehkan, jika
diperoleh dari hewan yang sudah mati, dipertanyakan apakah matinya disembelih
secara Islami? Untungnya sekarang sudah
ada L-sistein yang diproduksi secara fermentasi dan boleh digunakan, hanya saja
harganya memang lebih mahal. Jadi,
sebetulnya tepung terigu yang ada di pasaran belum tentu haram walaupun
menggunakan L-sistein, tergantung darimana L-sistein berasal. Selain itu, L-sistein hanya salah satu pilihan
saja dalam pengolahan tepung terigu, bisa digunakan yang lain seperti yang akan
dijelaskan dibawah ini.
Apa itu L-sistein?
L-sistein adalah
salah satu jenis asam amino, yaitu unit terkecil pembangun protein. Secara alami, L-sistein ada di hampir semua
bahan pangan, kebanyakan merupakan bagian dari peptida atau protein. Asam amino secara kimiawi adalah senyawa yang
mengandung gugus karboksilat (COOH) dan gugus amino (NH2), itulah
sebabnya dinamakan asam (dari asam karboksilat) amino (dari gugus amino). Penamaan L didepan kata sistein berhubungan
dengan struktur tiga dimensi sistein yaitu gugus aminonya berada di sebelah
kiri apabila sistein diproyeksikan seperti tiang yang berdiri diatas tanah
dimana gugus karboksilatnya berada diatas (kepala) dan gugus aminonya di
sebelah kiri (L), jika gugus aminonya ada di kanan maka menjadi D-sistein. Hanya sistein yang bentuk L yang dicerna oleh
tubuh manusia.
Fungsi L-sistein pada pembuatan tepung terigu
Pada pembuatan tepung gandum
seringkali ditambahkan bahan-bahan aditif yang berfungsi untuk meningkatkan
sifat-sifat tepung gandum yang dihasilkan.
Pada pembuatan tepung gandum, L-sistein (biasanya dalam bentuk
hidrokloridanya) berfungsi sebagai improving agent (meningkatkan
sifat-sifat tepung gandum yang diinginkan).
Sistein dapat melembutkan gluten (protein utama gandum yang berperan
dalam pengembangan adonan yang dibuat dari tepung gandum), dengan demikian
adonan tepung gandum menjadi lebih lembut.
Disamping melembutkan, adanya sistein dapat mengakibatkan pengembangan
adonan yang lebih besar.
Selain
L-sistein, bahan aditif apalagi yang mungkin digunakan dalam pengolahan tepung
terigu?
Selain
L-sistein ternyata cukup banyak bahan aditif lain yang mungkin digunakan dalam
pengolahan tepung terigu. Penambahan
aditif ini disamping untuk memperbaiki sifat-sifat alami tepung terigu,
khususnya sifat-sifat tepung yang sesuai dengan proses pemanggangan (misalnya
memendekkan waktu penanganan dengan input energi rendah), juga untuk menjaga
keseragaman mutu tepung terigu serta sesuai dengan standar yang berlaku. Penambahan asam askorbat, bromat alkali atau
enzim lipoksigenase dari kedele akan meningkatkan kualitas gluten tepung gandum
yang lemah, misalnya pada pembuatan roti.
Dalam hal ini, adonan menjadi lebih kering, resistensi terhadap ekstensi
meningkat, lebih toleran pada pencampuran dan lebih stabil selama
fermentasi. Selain itu, volume adonan
selama pemanggangan meningkat dan struktur crumb (bagian dalam roti)
menjadi lebih baik. Penambahan enzim
proteinase pada tepung terigu dapat mengakibatkan adonan yang dibuat menjadi
lebih lembut. Penambahan enzim
alfa-amilase dalam bentuk tepung malt atau tepung enzim hasil kerja
mikroorganisme dapat meningkatkan kemampuan menghidrolisa pati yang dikandung
dalam tepung terigu, dengan demikian khamir yang tumbuh pada pembuatan adonan
mendapat energi yang cukup sehingga pembentukan karbon dioksida optimal dan
pengembangan adonan menjadi optimal.
Dimana lagi L-sistein digunakan dalam pengolahan pangan?
L-sistein selain digunakan dalam pengolahan tepung
terigu, banyak digunakan dalam pembuatan bahan pemberi rasa dan aroma (perisa,
dalam bahasa Inggris: flavourings) daging-dagingan. Dalam hal ini sistein direaksikan dengan gula
atau senyawa berkarbonil (mengandung gugus karbonil) dengan bantuan pemanasan
sehingga dihasilkan berbagai senyawa (bisa puluhan atau ratusan) yang secara
keseluruhannya memiliki bau yang mengarah ke bau daging masak. Hasil reaksi ini disebut sebagai meat
flavour base. Untuk mendapatkan bau
dan rasa daging ayam misalnya, maka meat flavour base ini dicampur
dengan lemak ayam, beberapa senyawa kimia khusus yang bisa meningkatkan
intensitas bau daging atau bau lemak ayam.
Selain itu ditambahkan pula rempah-rempah, garam, MSG, dll, seringkali
ditambah dengan sistein dengan maksud agar pada waktu dipanaskan sistein
bereaksi dengan gula atau senyawa karbonil menghasilkan aroma daging yang lebih
mengintensifkan aroma daging yang sudah ada.
Perisa daging (meat flavour) inilah yang sering digunakan dalam bumbu
mie instan atau makanan snack.
10. Ingredien Berasal Dari
Darah
Darah merupakan
salah zat yang haram dimakan seperti ditegaskan didalam Al Qur’an surat Al Maaidah ayat
3. Akan tetapi, di beberapa daerah di Indonesia masih
ada yang mengkonsumsi darah dengan nama daerah marus. Di Jerman dikenal
pula sosis darah yang cukup populer.
Sekarang ini, bukan hanya darahnya saja yang dimanfaatkan untuk makanan
seperti yang telah disebutkan, akan tetapi ingredien yang berasal dari darah
juga telah banyak digunakan khususnya pada industri daging. Hal ini karena ketersediaan darah dari hasil
pemotongan hewan, khususnya di negara maju, berlimpah (kira-kira 4% dari berat
hewan) dan pembuangannya dapat menimbulkan masalah lingkungan. Oleh karena itu banyak usaha-usaha untuk
memanfaatkan darah dengan membuat ingredien dari darah dan sekarang telah
sampai ke tahap komersial. Penggunaan
protein darah semakin populer karena dapat sebagai sumber besi yang penting,
meningkatkan kadar protein produk dan sebagai pengganti sebagian daging karena
lebih murah. Keadaan ini semakin
menyulitkan umat Islam saja karena akan semakin banyak produk pangan yang
menjadi rawan kehalalannya. Dengan demikian,
umat Islam perlu berhati-hati dan perlu mempelajari ingredien apa saja yang
bisa dibuat dari darah.
Komposisi darah
Kira-kira
dua-pertiga dari berat darah adalah cairan transparan yang dikenal sebagai
plasma. Plasma ini adalah koloid yang
terdiri dari 90% air dan 7% protein.
Protein plasma ini terdiri dari albumin (4 –5%), globulin (2 – 2.5%) dan
fibrinogen (0.3 – 0.4%). Selain itu
plasma mengandung garam anorganik (0.9%) dan senyawa organik terlarut lainnya
(2.1%). Sepertiga bagian darah sisanya
terutama terdiri dari hemoglobin.
Hemoglobin ini sebetulnya adalah protein yang paling banyak terdapat
dalam darah, kira-kira terdapat sebanyak 10% dalam darah, atau kira-kira 50%
dari bahan kering darah.
Plasma sapi
Secara komersial
plasma sapi di pasaran negara maju dapat diperoleh dalam bentuk tepung dengan
warna putih kekuningan. Plasma ini
mengandung 75% protein, 4% lemak dan memiliki profil asam amino yang baik. Protein yang ada pada plasma ini memiliki
nilai gizi yang baik dengan PER 1.94 dan daya cerna 92% (bandingkan dengan
kasein yang memiliki PER 2.5 dan daya cerna 96%).
Plasma darah
mengandung berbagai jenis protein, terutama albumin dan globulin yang dapat
bertindak sebagai emulsifier (pengemulsi).
Selain itu, sifat penting yang lebih penting dalam aplikasinya pada
produk daging adalah kemampuannya membentuk gel jika dipanaskan. Gel akan menangkap lemak dan air yang keluar
dari matriks protein daging pada saat pemasakan. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan
kekompakan daging olahan.
Pada saat ini plasma sapi telah digunakan
di negara maju untuk berbagai jenis produk daging dengan berbagai fungsi (lihat
Tabel 3 dibawah). Oleh karena itu
produk-produk yang serupa yang terbuat dari daging sapi sekalipun, perlu
diwaspadai kehalalannya karena dapat mengandung unsur darah yang diharamkan.
Tabel 3. Beberapa produk yang dapat
mengandung ingredien berasal dari darah
Kategori produk
|
Jenis produk
|
Fungsi plasma sapi
|
Produk tidak
matang dan giling
|
Hamburgers patties, meat balls, Bratwurst (German sausage) |
Meningkatkan
daya ikat lemak dan air, fat replacer
pada produk rendah lemak, menurunkan pengerutan produk
|
Produk emulsi
|
Frankfurters, Vienna sausage, bologna, retort ham
sausage
|
Meningkatkan stabilitas emulsi, kualitas (tekstur, flavor, juiciness), peelability dan rendemen pemasakan
|
Whole muscle products
|
Boneless ham, restructured ham
|
Meningkatkan
rendemen pemasakan, mengikat serat daging dan meningkatkan tekstur
|
Plasma darah (dalam
bentuk isolat protein plasma) dapat digunakan pada pembuatan roti sebagai
pengganti sebagian tepung gandum, juga sebagai pengganti putih telur pada
pembuatan angel food cake. Pada cake
lainnya plasma darah dapat menggantikan fungsi albumen telur.
Hemoglobin
Hemoglobin yang
terdapat dalam konsentrat darah merah setelah serumnya dipisahkan dengan
menggunakan sentrifugasi, dapat digunakan sebagai protein fungsional. Jika pigmen hem dihilangkan dari hemoglobin
maka akan tersisa globin yang masih berwarna merah muda. Konsentrat globin memiliki sifat aktivitas
permukaan yang tinggi dan memiliki sifat pembentukan busa yang baik. Globin komersial telah digunakan untuk
menggantikan sebagian daging bebas lemak pada produk patty. Globin dalam produk
ini memiliki sifat fungsional yang serupa dengan protein kedele dan protein
susu.
Fibrinogen
Fibrinogen dapat
diubah menjadi fibrin dengan bantuan enzim trombin sehingga terbentuk gel. Proses ini tidak memerlukan panas. Untuk membuat reformed meat (daging dengan sifat-sifat tekstur yang baik),
potongan daging dicampur dengan larutan fibrinogen yang telah ditambahkan
trombin sesaat sebelum dicampurkan dengan potongan daging. Campuran daging kemudian ditempatkan kedalam
cetakan dan dibiarkan sampai terbentuk daging dengan sifat-sifat yang
diinginkan. Pembentukan gel pada daging
ini terjadi pada suhu rendah (2–10oC adalah suhu optimumnya), hal
ini menguntungkan karena proses pembuatan produk ini dapat dilakukan pada suhu
rendah sehingga kerusakan daging akibat pertumbuhan mikroorganisme dapat
dihambat. Setelah jadi, daging diangkat
dari cetakan dan dipotong-potong.
Dengan menggunakan
cara diatas, reformed steaks dapat
dibuat tanpa pembekuan dan penambahan garam atau fosfat. Selain itu tidak diperlukan tahap pemasakan
sehingga steak dapat dipasarkan dalam
bentuk segar. Di Inggris produk steak yang dibuat dengan menggunakan gel
fibrin dipasarkan dengan nama superglue
steaks.
Sebagai tambahan,
selain unsur-unsur yang terdapat dalam darah, darah sendiri dalam bentuk
tepungnya juga dapat digunakan sebagai pewarna dan suplemen untuk meningkatkan
gizi (sebagai sumber yang kaya Fe dan protein).
11. Perisa (Flavourings)
Pada waktu kita
minum sirup, pernahkah kita berpikir bahan bahan apa saja sebenarnya yang kita
minum, demikian juga pada waktu kita minum minuman ringan semacam coca
cola. Ada tersedia berbagai rasa sirup, ada rasa
jeruk, rasa cocopandan, rasa melon, dll.
Tidakkah terbersit pertanyaan dalam diri kita, terbuat dari apa sirup
dan coca cola ini? Sirup ternyata
terbuat dari larutan gula ditambah perisa (flavourings)
atau disebut juga essens dan pewarna, mungkin pula ada bahan aditif lain
seperti pengasam atau penstabil. Coca
cola juga dibuat seperti sirup yaitu gula ditambah perisa, bahan bahan lain
lalu ditambah lagi gas karbon dioksida (ini yang membuat coca cola jika dibuka
tutup botolnya akan keluar gas).
Masalahnya, bagaimana status kehalalan sirup dan coca cola ini? Salah satu titik kritis kehalalan minuman
jenis ini adalah terletak pada perisa yang ditambahkan yang seringkali tidak
disadari karena banyak yang belum mengetahui cara pembuatannya.
Perisa, yang dalam
bahasa Inggris disebut flavourings,
adalah bahan tambahan pangan (food additives)
yang digunakan untuk memberikan flavor (aroma dan rasa) yang menyenangkan pada
makanan atau minuman, sering juga disebut flavor. Dalam bahasa sehari-hari sering pula disebut
sebagai essens, hanya saja istilah essens hanya ditujukan bagi flavor dalam
bentuk cair. Akan tetapi sebenarnya
bentuk perisa atau flavor bukan hanya cair, bisa dalam bentuk padat (dalam
bentuk tepung atau butiran) dan emulsi (perisa atau essens jeruk biasanya dalam
emulsi yang biasanya terlihat keruh).
Bentuk perisa yang padat sering digunakan untuk membuat bumbu rasa
daging dagingan seperti bumbu berbagai rasa daging pada mie instan (daging
sapi, daging ayam goreng, ayam bawang, bakso, dll). Untuk membuat bumbu mie instan ini biasanya
perisa dalam bentuk tepung ditambah dengan garam, MSG dan rempah rempah agar
memiliki rasa yang enak. Banyak produk
pangan lain juga menggunakan perisa agar memiliki flavor yang diinginkan seperti
produk ekstrusi semacam Chiki, produk-produk susu seperti susu rasa strawberry,
yoghurt rasa moka, dll. Dengan demikian penggunaan perisa ini sudah sangat
meluas dan umum dalam pembuatan produk pangan.
Bagaimana perisa dibuat?
Secara umum perisa dibuat melalui dua cara yaitu:
a. Pencampuran bahan-bahan kimia yang disebut dengan aroma
chemicals yang biasanya terdiri dari character impact odorant, middle
notes dan base notes
(penggolongan ketiga kelompok bahan kimia tersebut didasarkan atas sumbangsih
bahan kimia tersebut terhadap aroma perisa yang dibuat dan kecepatan bahan
kimia tersebut tercium), kemudian bahan-bahan kimia ini dilarutkan dalam
suatu pelarut yang sesuai. Untuk perisa yang nantinya akan digunakan dalam
bahan pangan aqueous (banyak mengandung air) maka pelarut yang biasa dipakai
adalah propilen glikol dan alkohol, kadang kadang gliserol dan triasetin. Untuk
perisa yang akan digunakan dalam bahan pangan berlemak maka pelarutnya biasanya
minyak nabati atau mygliol (trigliserida dengan asam lemak rantai sedang). Ada pula perisa emulsi
yang biasanya tersusun dari bahan-bahan kimia yang kurang larut air sehingga
harus dibuat menjadi emulsi agar bisa larut air, untuk itu diperlukan bahan
pengemulsi (emulsifier). Bahan lain seperti pewarna, pengawet, antioksidan bisa
ditambahkan jika diperlukan.
Ada pula perisa yang dibuat melalui pencampuran flavor alami (minyak
atsiri, oleoresin, dll) dengan aroma chemicals. Ini biasanya dilakukan
untuk membuat perisa jeruk-jerukan karena aroma jeruk sulit diperoleh jika
hanya mengandalkan aroma chemicals saja. Karena minyak atsiri tidak
larut dalam air, maka perisa yang dibuat biasanya dalam bentuk perisa emulsi
(supaya bisa digunakan untuk bahan pangan aqueous) dimana untuk ini
diperlukan bahan pengemulsi.
b. Pembuatan senyawa-senyawa flavor melalui suatu reaksi, biasanya
dibuat dengan cara enzimatis atau reaksi kimia menggunakan pemanasan. Flavor
yang dihasilkan sering disebut process flavour. Dengan cara inilah base
flavor daging dibuat yaitu dengan cara mereaksikan asam amino (diantaranya L-sistein
yang terpenting) dengan gula (xilosa, glukosa, dll) atau senyawa karbonil.
Perisa daging kemudian dibuat dengan cara menambahkan aroma chemicals
kedalam base, dan bahan-bahan pembantu lainnya seperti garam,
rempah-rempah dan MSG. Untuk membuat flavor keju maka lemak susu dipecah-pecah
dengan menggunakan enzim seperti enzim protease dan lipase sehingga terbentuk
berbagai senyawa diantaranya kelompok 2-alkanon yang terpenting yang berperan
dalam pembentukan flavor keju.
Titik kritis kehalalan
perisa
Kekhawatiran
ketidakhalalan perisa (flavor) dapat disebabkan oleh karena tiga hal, yaitu: 1)
pelarut, 2) bahan dasar, dan 3) bahan aditif yang digunakan dalam pembuatan
perisa.
Etanol tidak
diperkenankan digunakan sebagai pelarut akhir komponen-komponen flavor, akan
tetapi masih memungkinkan dibolehkan ada dalam formulasi akhir perisa dengan
kadar kurang dari 1%. Penggunaan etanol
kadang diperlukan untuk melarutkan beberapa komponen tertentu yang hanya bisa
larut dengan baik didalam etanol.
Sebagai ganti etanol sebagai pelarut akhir dapat digunakan propilen
glikol, walaupun toksisitas propilen glikol tidak lebih baik dari alkohol. Gliserol yang digunakan sebagai pelarut tidak
boleh berasal dari hasil hidrolisis lemak hewani (kecuali berasal dari hewan yang
halal, akan tetapi mengingat kebanyakan gliserol adalah produk impor maka besar
kemungkinan jika berasal dari hewan maka hewannya adalah hewan yang tidak
halal), untungnya secara komersial kebanyakan gliserol merupakan hasil sintesis
organik dengan menggunakan bahan dasar yang berasal dari minyak bumi. Mygliol yang digunakan untuk pelarut komponen
flavor yang larut lemak bisa natural atau hasil sintesis dengan menggunakan
asam lemak. Tentu saja mygliol yang
berasal dari hewan atau dibuat dari bahan yang berasal dari hewan harus
dihindari dengan alasan yang sudah dikemukakan sebelumnya, untungnya kebanyakan
berasal dari nabati (tanaman).
Beberapa bahan flavor diperoleh dari hewan, contohnya
adalah civet (dari kucing civet yang banyak hidup di pegunungan Himalaya, diambil dari mamary gland kucing civet pada waktu hewan ini masih hidup), musk oil (dari rusa hidup) dan castoreum
(dari hewan berang-berang). Dengan
demikian, perisa tidak boleh mengandung civet, musk oil atau castoreum. Walaupun
sudah jarang ditemukan dalam formulasi flavor, akan tetapi kadang-kadang
penggunaan bahan flavor dari hewani ini masih ditemukan pada flavor yang dibuat
dengan menggunakan formula lama.
Untuk menghasilkan flavor daging diperlukan base yang dibuat dari hasil reaksi asam
amino atau protein hidrolisat, gula dan kadang-kadang lemak atau turunannya
(bahan bahan pembuat perisa daging ini sering disebut pula dengan
prekursor). Oleh karena itu asam amino
dan lemak yang digunakan harus yang halal karena keduanya dapat tidak halal
seperti akan dijelaskan kemudian. Dalam
pembuatan flavor daging kadang digunakan pula ekstrak daging sehingga harus
jelas pula jenis daging (tidak boleh babi) dan cara penyembelihan hewannya
(harus penyembelihan Islami untuk daging sapi dan kambing).
Salah satu prekursor yang dapat digunakan dalam
pembuatan perisa daging adalah lemak, baik itu lemak ayam, sapi atau lemak
babi. Untuk membuat perisa daging ayam (sering digunakan untuk mie instan, sup
ayam, kaldu ayam, produk ekstrusi, dll), seringkali digunakan lemak ayam,
khususnya untuk memberi flavor daging ayam rebus yang aromanya banyak
ditentukan oleh komponen-komponen yang berasal dari hasil degradasi (pemecahan)
lemak. Disamping lemak, ada pula perisa yang dibuat dengan menggunakan ekstrak
dagingnya sendiri, yang dapat dibuat dengan memanfaatkan daging sisa hasil
pengolahan daging dimana daging tersebut biasanya dihidrolisa dulu agar
menghasilkan rasa daging yang sesuai.
Dari segi kehalalan, seperti dijelaskan pada cara pembuatannya diatas,
perisa daging termasuk kedalam bahan yang harus dicermati karena dapat
mengandung lemak hewani, bahkan lemak babi dan ekstrak daging. Seperti
diketahui sebagian perisa adalah produk impor dimana bahan-bahan yang digunakan
dalam pembuatannya diperoleh dari negara-negara maju. Di negara maju banyak
lemak dan sisa-sisa daging babi yang digunakan untuk pembuatan perisa.
Disamping itu, daging dan lemak sapi, kambing atau ayam diperoleh dari hewan
yang kebanyakan tidak disembelih secara Islami. Oleh karena itu, perlu pemeriksaan
yang teliti terhadap perisa daging ini karena kemungkinan tidak halalnya
tinggi. Masalahnya, perisa daging dalam label hanya ditulis perisa daging
seperti perisa daging ayam, daging sapi, bakso, dll tanpa diketahui bahan
pembuatnya apa. Dengan demikian, untuk menentukan kehalalan perisa daging tidak
dapat dilakukan hanya dengan membaca komposisi pada label saja, harus
ditelusuri bagaimana perisa itu dibuat, sebuah pekerjaan yang tidak mudah.
Salah satu asam amino yang banyak digunakan dalam pembuatan
dan campuran perisa daging adalah L-sistein.
L-sistein yang murah yang banyak tersedia di pasaran adalah L-sistein
yang dibuat (diekstrak) dari rambut manusia, khususnya yang diproduksi di Cina. Tentu saja karena berasal dari bagian tubuh
manusia maka L-sistein yang ini haram sehingga perisa daging yang menggunakan
L-sistein dari rambut manusia haram hukumnya bagi umat Islam. Walaupun demikian perlu diketahui bahwa
L-sistein selain dari rambut manusia, bisa juga diperoleh dari bulu
unggas. Seperti diketahui rambut dan
bulu banyak mengandung L-sistein.
L-sistein dari bulu unggas pun masih dipertanyakan kehalalannya karena
bila diperoleh pada waktu hewan masih hidup maka bisa jadi tidak diperbolehkan,
jika diperoleh dari hewan yang sudah mati, maka akan dipertanyakan apakah
matinya disembelih secara Islami?
Untungnya sekarang sudah ada L-sistein yang diproduksi secara fermentasi
dan boleh digunakan, hanya saja harganya memang lebih mahal.
Dalam flavor dairy
(produk susu dan turunannya seperti susu segar, mentega, keju, dll) diperlukan
bukan hanya bahan-bahan kimia tunggal pembentuk aroma, tetapi juga asam-asam
lemak untuk membentuk rasa dan mouthfeel
(rasa yang diantaranya berhubungan dengan keberadaan lemak seperti pada waktu
merasakan beda antara es krim yang mengandung banyak lemak dengan yang kurang
lemak, pada yang kurang lemak terasa ringan rasanya dan sebaliknya), tentu saja
perlu jelas dari mana asam lemaknya.
Selain itu, banyak komponen-komponen pembentuk aroma produk dairy ini dibuat dengan cara enzimatis
dengan menggunakan lemak sebagai substrat.
Dengan demikian baik substrat (lemak) maupun enzimnya harus jelas
sumbernya, tidak diperkenankan berasal dari babi atau hewan yang disembelih
tidak secara Islami.
Yang sering menjadi masalah adalah fusel oil dan turunannya. Fusel oil diperoleh terutama sebagai
hasil samping industri pembuatan minuman beralkohol, khususnya distilled beverages (minuman keras yang
dihasilkan dari proses distilasi produk fermentasi alkohol), yaitu diperoleh
sebagai salah satu fraksi dalam distilasi hasil fermentasi alkohol. Karena diperoleh dengan memanfaatkan hasil
samping minuman beralkohol (khamar) maka jelas fusel oil tidak diperkenankan digunakan oleh umat Islam. Komponen utama fusel oil diantaranya adalah isoamil alkohol, isobutil alkohol,
propanol dan etanol. Isoamil akohol yang
banyak digunakan dalam pembuatan perisa buah-buahan, banyak yang berasal dari fusel oil ini. Celakanya lagi, fusel oil ini sering digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan
beberapa senyawa aroma lain seperti berbagai jenis ester, diantaranya adalah
isoamil asetat. Isoamil asetat juga
banyak digunakan dalam pembuatan flavor buah-buahan. Ada
yang mengklaim bahwa fusel oil yang
digunakan berasal dari hasil samping pembuatan etanol, akan tetapi informasi
ini masih perlu dikonfirmasi lebih lanjut.
Bahan lain yang menjadi masalah dari segi kehalalannya
adalah cognac oil. Cognac oil sering digunakan di industri flavor
sebagai salah satu ingredien dalam pembuatan perisa. Cognac oil dikenal pula dengan nama Wine Lees Oil atau Weinhefeoel (Jerman) dan merupakan produk samping dari distilasi Cognac
(Brandy), salah satu jenis minuman
beralkohol. Oil ini terdapat di cognac
dengan kadar sekitar 2 mg%.
Dari uraian diatas terlihat bahwa perisa atau flavor
atau essens ternyata rawan kehalalannya, padahal pada daftar ingredien produk
pangan yang tertera di label komposisi perisa tidak pernah dilaporkan. Padahal pula, perisa banyak digunakan dalam
produk pangan, sebagian besar produk pangan menggunakan perisa. Hal ini menjadi salah satu alasan kuat
mengapa pemeriksaan kehalalan suatu produk pangan menjadi suatu keharusan agar
status kehalalan produk pangan menjadi jelas.
Untuk itu, peran MUI menjadi sangat vital dalam pemeriksaan kehalalan
produk pangan ini. Pencantuman label
halal pada produk yang telah diperiksa kehalalannya oleh MUI menjadi sangat
penting untuk membedakan mana produk yang telah dijamin kehalalannya dan mana
yang belum.
Perisa Babi Sintetik
Seperti telah
dijelaskan diatas perisa daging termasuk kedalam kelompok process flavour yaitu perisa yang utamanya dibuat dengan reaksi
kimia dari bahan-bahan prekursornya.
Salah satu prekursor yang dapat digunakan adalah lemak, baik itu lemak
ayam, sapi atau lemak babi. Untuk
membuat perisa daging ayam sering digunakan lemak ayam, khususnya untuk memberi
flavor daging ayam rebus yang aromanya banyak ditentukan oleh komponen-komponen
yang berasal dari hasil degradasi lemak.
Disamping lemak, ada pula perisa yang dibuat dengan menggunakan ekstrak
dagingnya sendiri, yang dapat dibuat dengan memanfaatkan daging sisa hasil
pengolahan daging dimana daging tersebut biasanya dihidrolisa dulu agar
menghasilkan rasa daging yang sesuai.
Dari segi
kehalalan, seperti dijelaskan pada cara pembuatannya diatas, perisa daging
termasuk kedalam bahan yang harus dicermati karena dapat mengandung lemak
hewani, bahkan lemak babi dan ekstrak daging.
Seperti diketahui sebagian perisa adalah produk impor dimana bahan-bahan
yang digunakan dalam pembuatannya diperoleh dari negara-negara maju. Di negara maju banyak lemak dan sisa-sisa
daging babi yang digunakan untuk pembuatan perisa. Disamping itu, kebanyakan daging dan lemak
sapi, kambing atau ayam diperoleh dari hewan yang kebanyakan tidak disembelih
secara Islami. Oleh karena itu, perlu
pemeriksaan yang teliti terhadap perisa daging ini karena kemungkinan tidak
halalnya tinggi. Masalahnya, perisa
daging dalam label hanya ditulis perisa daging seperti perisa daging ayam,
daging sapi, bakso, dll tanpa diketahui bahan pembuatnya apa. Dengan demikian, untuk menentukan kehalalan
perisa daging tidak dapat dilakukan hanya dengan membaca komposisi pada label
saja, harus ditelusuri bagaimana perisa itu dibuat, sebuah pekerjaan yang tidak
mudah. Apabila dari hasil pemeriksaan
perisa daging terbuat dari bahan-bahan yang halal maka halallah dia dan
sebaliknya.
Perisa daging babi
dibuat sama seperti dengan yang dijelaskan diatas. Dengan demikian, perisa babi bisa dibuat
dengan tanpa menggunakan unsur-unsur dari babi itu sendiri apakah lemaknya atau
ekstrak dagingnya. Dengan kata lain
hanya menggunakan bahan-bahan kimia saja, atau kalaupun ada dapat ditambahkan
lemak sapi atau ekstrak daging sapi dari sapi yang disembelih secara
Islami. Jika dibuat dari bahan-bahan yang
halal seperti ini apakah perisa daging babi boleh digunakan? Untuk menjawab pertanyaan ini maka kita harus
ingat bahwa kehalalan suatu bahan tidak hanya tergantung pada bahannya saja,
ada prinsip-prinsip atau kaidah lain yang harus pula diterapkan. Salah satu kaidah yang harus diterapkan
adalah Islam menutup lubang-lubang ke arah haram. Jadi, apa saja yang akan membawa kepada yang
haram adalah haram (Yusuf Qardhawi dalam bukunya Halal dan Haram dalam Islam). Walaupun perisa daging babi dibuat dengan
tidak menggunakan bahan yang haram sekalipun maka perisa daging babi jenis ini
seharusnya tidak boleh digunakan sama sekali (haram) karena jika dibolehkan
maka akan membawa kita menyukai apa-apa yang Allah haramkan. Secara awam saja kita tidak dapat membedakan
perisa daging ayam yang halal dengan yang tidak halal (menggunakan bahan yang
tidak halal dalam pembuatannya), apalagi perisa daging babi yang kemungkinan
menggunakan bahan yang tidak halalnya lebih tinggi lagi. Disamping itu, jika kita telah terbiasa
mengkonsumsi bahan pangan berflavor daging babi sintetik (walaupun dibuat dari
bahan-bahan yang halal), maka kita akan cenderung untuk menyukainya dan suatu
saat tidak dapat lagi membedakan mana yang sintetik dan mana yang alami serta
mana yang dibuat dengan bahan yang tidak halal.
Dengan prinsip mencegah ke arah haram maka penggunaan perisa babi,
bagaimanapun dibuatnya, tidak diperkenankan sama sekali.
Permasalahan lain
juga timbul yaitu dalam pembuatan perisa daging sering dilakukan dengan
pencampuran berbagai perisa yang sebelumnya sudah dibuat disamping base.
Untuk membuat perisa daging sapi misalnya, dapat digunakan perisa daging
babi sebagai salah satu bahan dasarnya disamping base dan bahan-bahan lain.
Dengan menggunakan prinsip mencegah ke arah haram maka penggunaan perisa
daging babi untuk pembuatan perisa daging (ayam, sapi, dll), walaupun dibuat
dari bahan-bahan yang halal, tetap tidak diperkenankan.
12. Bahan Haram Dalam Obat
Masyarakat muslim saat ini
sangat membutuhkan adanya jaminan kehalalan produk yang biasa mereka
konsumsi. Kesadaran masyarakat muslim
terhadap wajibnya mengkonsumsi produk yang halal sudah tidak perlu
dipertanyakan lagi, karena sudah merupakan bagian dari keyakinan agama yang tidak
bisa ditawar-tawar lagi.
Sebagai negara yang mayoritas muslim, tentu saja
kepastian halal suatu produk wajib dipenuhi.
Adalah ironis sekali
bila masyarakat mayoritas tidak mampu berbuat untuk kebaikan dirinya sendiri.
Salah satu produk yang hingga
sekarang belum menjadi perhatian masyarakat muslim tentang kehalalannya adalah
produk obat-obatan, khususnya obat yang dipakai dengan cara memasukannya lewat
pintu rongga mulut.
Bagaimanapun juga obat adalah
bagian dari makanan. Sebagaimana yang
dikatakan oleh para perintis ilmu kedokteran seperti Hipokrates ataupun Ibnu
Sina (Avisena), bahwa obat adalah makanan dan makanan adalah obat. Oleh karena antara obat dan makanan tidak
bisa dipsahkan, maka status kehalalan obat-obatan mutlak dan wajib adanya.
Sepertinya masyarakat kita
sampai saat ini masih sangat-sangat permisif terhadap status halal obat-obatan,
meskipun di dalamnya terdapat bahan-bahan yang berasal dari barang yang haram,
misalnya babi. Sikap permisif ini
barangkali akibat pemahaman tentang Hukum Darurot yang kurang terkontrol. Padahal dalam ajaran Islam, darurot itu ada
batasannya. Barangkali pemahaman yang
berasumsi bahwa apapun bendanya akan halal dikonsumsi bila untuk obat, haruslah
segera ditinggalkan jauh-jauh.
Memang benar, bahwa barang
yang haram bisa menjadi halal bila dalam keadaan darurat, sebagaimana halnya bangkai hewan yang bisa halal dimakan
bila dalam keadaan darurat (Qur’an Surat Al-Baqarah : 173). Namun dalam kasus obat-obatan sepertinya
hukum darurat ini kesannya terlalu diperlebar dan berlebihan. Sehingga, bahan obat apapun dipandang halal
tanpa kecuali karena berlindung di balik tameng darurat.
Kalau kita menyimak hukum
darurot yang digambarkan dalam Al-Qur’an, hukum darurat itu diterapkan hanya
bila dalam keadaan terpaksa. Sebagaimana
juga dalam hal dihalalkannya bangkai hewan, yaitu bilamana minimal dalam sehari
semalam (misalnya di tengah gurun pasir) tidak menemukan makanan apapun,
kecuali hanya bangkai binatang itu satu-satunya.
Adapun dalam hal obat-obatan,
dengan semakin majunya bidang farmasi, maka banyak sekali variasi dan jenis
obat-obatan yang bisa digunakan dalam dunia kedokteran dan umumnya berasal dari
bahan yang halal dimakan. Oleh karena
itu para dokter mempunyai pilihan atau alternatif yang banyak dalam menentukan
jenis obat yang tepat dan rasional untuk
diresepkan bagi pasiennya.
Beberapa bahan haram atau
syubhat yang mungkin terdapat dalam obat adalah sebagai berikut:
1. Unsur Babi (Porcine)
Bila kita menyimak komposisi
atau bahan baku obat, maka kita akan mendapatkan bahwa ada merek-merek obat
tertentu yang menggunakan bahan baku yang diharamkan di dalam ajaran
Islam. Misalnya, bahan yang berasal dari
binatang babi, ataupun bahan yang berpotensi memabukkan.
Sebagai contoh, ada obat
suntikan untuk mengobati penyakit Diabetes Mellitus atau kencing manis yang
berasal dari babi (porcine). Sementara
itu banyak juga obat suntik yang khasiat dan fungsinya sama untuk kecing manis,
tetapi tidak berasal dari porcine atau babi.
Lantas apakah kita masih berkeyakinan bahwa obat yang berasal dari babi
itu halal digunakan, dengan alasan darurot, semetara ada obat lainnya yang
halal dimakan ?
Kalau kita benar-benar
memahami dengan benar tentang hukum darurot, maka pasti kita tidak akan
menghalalkan obat yang berasal dari babi ini, karena dasar untuk hukum
darurotnya tidak terpenuhi. Hal ini
karena memang masih banyak pilihan obat lainnya yang tidak mengandung unsur
babi.
2. Alkohol (Etanol)
Bahan obat lainnya yang
mungkin masih dianggap darurot adalah alkohol (etanol) yang biasa dicampurkan pada
obat-obatan jenis syrup. Masalah alkohol
ini tentu saja banyak sekali perdedaan pendapat tentang status halal-haramnya
di dalam obat, terutama dalam penggunaan untuk campuran obat yang diminum atau
obat syrup.
Berdasarkan hasil rapat Komisi
Fatwa MUI tahun 2001, disimpulkan bahwa minuman keras adalah minuman yang
mengandung alkohol minimal 1 (satu) %.
Dari hasil pengamatan para pakar, memang bahwa larutan yang mengandung
konsentrasi alkohol sama dengan atau lebih besar dari 1 % sangat berpotensi
memabukkan, sesuai dengan keterangan sebuah hadis Rasulullah Saw.
Dengan adanya patokan 1 % ini,
maka akan mudahlah bagi kita untuk memilih dan menentukan apakah suatu produk
obat itu termasuk minuman keras atau bukan.
Pembatasan kadar alkohol ini sangat perlu dan dimaksudkan untuk
mencegah, karena prinsip Islam itu adalah mencegah ke arah yang haram.
Dalam Muzakarah tentang
Alkohol dalam minuman yang diselenggrakan MUI pada tahun 1993, dr. Kartono
Muhammad, MPH selaku ketua umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) saat itu,
mengatakan bahwa fungsi alkohol dalam obat yang diminum, sudah dapat digantikan
dengan bahan lain, sehingga disarankan untuk mencari alternatif pengganti
alkohol dengan jenis pelarut lainnya yang lebih aman secara Syariah.
Dari kenyataan yang ada di
masyarakat, tidak sedikit obat-obat syrup yang mengandung kadar alkohol yang
lebih dari batas 1 %. Akan tetapi
ternyata obat syrup yang tanpa alkohol ataupun yang alkoholnya kurang dari 1%
(lihat Tabel berikut mengenai kadar alkohol yang ada didalam obat batuk sirup),
jumlahnya jauh lebih banyak dari pada obat syrup yang berkadar alkohol lebih
dari 1%. Lantas apakah kita masih bisa
menghalalkan obat syrup yang kadar alkoholnya lebih dari 1 % dengan alasan
darurat ?
Tabel 4. Daftar obat batuk yang mengandung alkohol (etanol)
No.
|
Nama Paten Pabrik Farmasi
|
Kadar Etanol
|
1
|
Alpara syrup Molex Ayus
|
8 %
|
2
|
Alphadryl syrup Pharmax Apex
|
5 %
|
3
|
Alphamol syrup Molex Ayus
|
6 %
|
4
|
Benadryl CM syr Parke Davis
|
5 %
|
5
|
Benadryl DMP syr Parke Davis
|
3 %
|
6
|
Bufugan Syrup Bufa Aneka
|
0.45 %
|
7
|
Cendonadryl syr Cendo
|
5 %
|
8
|
Decadryl syrup harsen
|
5 %
|
9
|
Eksedryl syrup Ethica
|
5 %
|
10
|
Farinflu syrup Ifars
|
5 %
|
11
|
Fevrin drops Ponco
|
10 %
|
12
|
Fevrin syrup Ponco
|
10 %
|
13
|
Hufadryl syrup Gratia
|
1 %
|
14
|
Inadryl syrup Interbat
|
5 %
|
15
|
Kemodryl syrup Phytokemo Agung
|
5 %
|
16
|
Koffex syrup Dumex Alpharma
|
5 %
|
17
|
Nipe drops Asta Medica
|
10 %
|
18
|
Niriton syrup Phapros
|
5 %
|
19
|
Niteflu syrup Pharpros
|
5 %
|
20
|
OBB syrup Temposcan Pasific
|
10 %
|
21
|
Ometridryl syrup Mutifa
|
5 %
|
22
|
Panadrop syrup IPI
|
9.26 %
|
23
|
Paradryl syrup Prafa
|
5 %
|
24
|
Ramadryl At syrup Rama Farma
|
3 %
|
25
|
Ramadryl Eks syr Rama Farma
|
5 %
|
26
|
Rhinodin syrup Therafarma M
|
10 %
|
27
|
Sakadryl syrup Saka Farma
|
5 %
|
28
|
Sanadryl syrup Sanbe Farma
|
3 %
|
29
|
Sanadryl Plus syrup Sanbe Farma
|
3 %
|
30
|
Sanaflu syrup Sanbe Farma
|
10 %
|
31
|
Sanmol syrup Sanbe Farma
|
7 %
|
32
|
Suwaryl syrup Kaliroto
|
5 %
|
33
|
Tuxyl syrup Eks. Kaliroto
|
5 %
|
34
|
Yekadryl syrup Yekatria Farma
|
5 %
|
Sumber data: ISO-Indonesia,
edisi farmakoterapi, Volume XXXIII-2000
Bila komponen alkohol ini
berada pada obat-obatan antiseptik untuk penggunaan luar atau permukaan kulit
(bukan syrup untuk diminum) barang kali kita bisa memakluminya. Hal ini tidak
begitu perlu dipermasalahkan, karena tidak dimakan disamping itu sebagai bahan kimia
sama statusnya dengan bahan kimia lainnya dalam hal kenajisannya yaitu tidak
najis. Alkohol sebagai salah satu jenis
bahan kimia yang tidak bisa dikonsumsi langsung (karena bisa mengakibatkan
kematian, sama seperti jika kita minum aseton, salah satu jenis bahan kimia
lainnya) tidak bisa disamakan dengan khamr yang merupakan sesuatu yang diminum
dan terdiri dari ratusan senyawa kimia.
Lantas bagaimanakah penggunaan
minuman keras (khamar) untuk pengobatan menurut pandangan Fuqoha. Di dalam kitab Fikih Sunnah Sayyid Sabiq
dikatakan bahwa dahulu pada zaman Jahiliyah, manusia meminum arak dengan dalih
untuk pengobatan. Setelah datang Islam,
mereka dilarang menggunakannya meskipun untuk tujuan obat dan sekaligus juga
diharamkan.
Imam Ahmad, Muslim, Abu Daud dan At-Tirmidzi meriwayatkan
dari Thariq bin Suaid Al Ju’fie, bahwasanya ia menanyakan kepada Rasulullah Saw
mengenai khamar, kemudian Rasulullah Saw melarangnya, dan kemudian ia (Suaid)
menjelaskannya kepada Rasulullah bahwa
aku (Suaid) membuatnya untuk obat, lalu beliau bersabda : “Sesungguhnya khamar
itu bukan obat, tapi justru penyakit”.
Dalam hal obat yang berpotensi
memabukkan, barangkali hanya obat bius saja yang bisa dikategorikan
darurat. Bagaimanapun juga, sesungguhnya
orang yang dibius di kamar operasi bedah itu, pada dasarnya adalah orang yang
sengaja dibuat mabuk hingga tak sadarkan diri, hanya saja mabuknya terkendali. Namun, status darurat bagi obat bius pun ada
batasannya. Tentu saja batasannya adalah
: siapa yang memakainya dan untuk tujuan apa.
Jadi status darurot obat bius ini hanyalah berlaku bila penggunaannya
oleh ahlinya serta untuk pengobatan, bukan untuk “drug abuse” atau
penyalahgunaan obat, seperti untuk mabuk-mabukan atau “teler”. Jadi
hukum darurot obat bius hanya berlaku, bila pemakaiannya bukan untuk
perilaku yang yang bertentangan dengan
aturan Allah Swt.
3. Plasenta dan Air Seni.
Akhir-akhir ini, organ tubuh yang disebut
plasenta sedang “trend” digunakan dalam produk kosmetika maupun obat. Plasenta atau disebut juga ari-ari adalah
jaringan penghubung antara janin yang dikandung dengan ibu yang
mengandungnya. Plasenta ini merupakan
saluran untuk mengalirakan zat-zat makanan, air dan oksigen dari ibu ke janin. Juga untuk membuang CO2 serta sisa
metabolisme (sampah) dari janin ke ibu.
Menurut laporan dari www.bangsaku.com,
sebuah situs warta online di internet, bahwa sekarang MUI sedang
menyoroti salah satu penggunaan organ tubuh manusia yaitu plasenta untuk obat
dan kosmetika yang kini dijumpai pada berbagai produk di tanah air.
Sebagaimana diketahui, bahwa di layar televisi sering kita jumpai iklan
produk kecantikan atau kesehatan yang tanpa kita sadari menggunakan plasenta
sebagai bahan baku utamanya. Plasenta
dalam pemakaian “topical” atau
permukaan kulit diyakini dapat berfungsi untuk regenerasi sel-sel tubuh
sehingga dapat mempertahankan kulit agar tetap sehat, segar muda dan cantik. Tak hanya itu, plasenta juga mampu
mengembalikan kemulusan kulit akibat luka atau penyakit kulit. Tetapi darimanakah plasenta ini berasal?
Plasenta atau ari-ari ini ada pada semua mahluk hidup yang hamil (mamalia),
dan akan dibuang ketika melahirkan, bersamaan dengan keluarnya bayi. Plasenta yang sering digunakan untuk
kosmetika atau produk kesehatan tersebut dapat berasal dari plasenta hewan
(kambing, sapi dan lain-lain) atau dari plasenta manusia.
Bangsaku.com menambahkan bahwa yang
paling banyak digunakan justru plasenta manusia yang banyak terdapat di rumah
sakit atau rumah bersalin. Penggunaan
organ tubuh manusia ini bukan hanya terjadi di luar negeri, tapi juga sudah
dikembangkan di tanah air.
Meski kebanyakan bukan untuk produk pangan, akan tetapi penggunaan organ
tubuh atau setidaknya bagian dari kehidupan manusia ini menimbulkan pro dan
kontra. Selain itu, dari segi peradaban,
dan yang lebih penting bagi umat Islam adalah halal atau tidaknya penggunaan
plasenta atau organ tubuh lain dari manusia.
Untuk memberi kejelasan pada masyarakat luas dan menghindari kesalah pahaman,
secara khusus MUI dalam Munas yang lalu telah membahas masalah ini secara
khusus. Hal ini menurut MUI karena
banyaknya desakan yang timbul dari masyarakat akibat pro dan kotra penggunaan
organ tubuh manusia tersebut, termasuk penggunaan air seni untuk pengobatan.
Melalui Keputusan Fatwa MUI no.
2/Munas /VI/ MUI/ 2000 ditetapkan bahwa :
1.Yang dimaksud dengan (a) Penggunaan
obat-obatan adalah mengkonsumsinya sebagai pengobatan, dan bukan menggunakan
obat pada bagian luar tubuh (b) Penggunaan air seni adalah meminumnya sebagai
obat (c) Penggunaan kosmetika adalah memakai alat kosmetika pada bagian luar
tubuh dengan tujuan perawatan tubuh dan kulit, agar tetap atau menjadi baik dan
indah (d) Al-Istihalah adalah perubahan suatu benda menjadi benda lain yang
berbeda dalam semua sifat-sifatnya dan menimbulkan akibat hukum : dari benda
najis atau mutanajis menjadi benda suci dan dari benda yang diharamkan menjadi
benda yang dibolehkan (mubah).
2. Penggunaan obat-obatan yang mengandung
atau berasal dari bagian organ tubuh manusia, hukumnya adalah haram. Kecuali dalam keadaan darurat dan diduga kuat
dapat menyembuhkan menurut keterangan dokter ahli terpercaya.
3. Pengguanaan air seni manusia hukumnya adalah HARAM. Kecuali dalam keadaan darurat dan diduga kuat dapat menyembuhkan menurut
keterangan dokter ahli terpercaya.
4. Pengguanaan kosmetika yang mengandung
atau berasal dari bagian organ manusia hukumnya adalah HARAM.
Kecuali setelah masuk ke dalam proses Istihalah.
5. Menghimbau kepada semua pihak agar
sedapat mungkin tidak memproduksi dan menggunakan obat-obatan atau kosmetika
yang mengandung unsur bagian organ manusia
atau berobat dengan air seni manusia.
Bagi kaum muslimin, tentunya harus berhati hati dalam membeli produk-produk
yang kemungkinan mengandung plasenta, ataupun yang menggunakan bagian organ
manusia lainnya, minimal dengan membaca komposisi bahannya yang tercantum dalam
kemasannya. Tentunya hal ini akan membuat kita untuk lebih waspada.
Sementara itu ada juga obat paten resep dokter yang mengandung ekstrak
plasenta. Obat tersebut yaitu yang
bermerek paten BIOPLACENTON produksi Kalbe Farma, dengan kandungan ekstrak
plasenta 10%. Obat ini berupa jeli atau salep
untuk obat oles pada berbagai jenis luka.
Kemudian yang lainnya yaitu obat paten merek MOLOCO+B 12, obat ini berbentuk pil atau tablet untuk
diminum, tidak seperti Bioplacenton yang hanya untuk obat oles di permukaan
kulit. Tiap tablet Moloco+B12, mengandung
ekstrak plasenta 15 mg. Penggunaan obat
pil ini adalah untuk menstimulasi aktifitas kelenjar Air Susu Ibu (ASI), agar
setelah melahirkan produksi ASI-nya meningkat.
Namun sayangnya, asal-usul
plasentanya tidak jelas, apakah dari plasenta manusia ataukah dari plasenta
binatang. Oleh karena itu diperlukan
penjelasan rinci dari produsen obat yang bersangkutan. Dengan demikian konsumen bisa mengetahui dan
bisa meminta kepada dokter yang meresepkannya untuk memilih obat jenis lainnya
yang tidak meragukan.
Perlu juga diungkapkan di sini, bahwa sesungguhnya obat-obatan itu banyak
sekali jenis dan variasinya. Sehingga,
banyak alternatif yang bisa dipilih oleh dokter dalam menuliskan resepnya,
termasuk juga obat yang fungsi dan khasiatnya sama dengan Bioplasenton maupun
Moloco, banyak sekali pilihannya. Oleh
karena itu, bila seandainya dikemudian hari diketahui bahwa kedua merek ini
mengandung bahan yang haram, maka tidak ada alasan bagi umat Islam untuk tetap
menggunakannya dengan dasar hukum darurat, karena masih banyak pilihan obat
lainnya yang tidak mengandung plasenta.
Obat Berlabel Halal
Mengingat banyaknya obat-obatan yang diragukan kehalalannya, maka sudah
waktunya sekarang, Departemen Agama, Departemen Kesehatan RI dan MUI untuk
membahas mengenai status halal bagi obat.
Berhubung sekarang ini populasi berbagai jenis obat cukup banyak seiring
dengan semakin majunya bidang farmasi dan hampir setiap tahun selalu hadir
berbagai merek obat-obatan yang baru.
Dengan semakin banyaknya variasi dan jenis obat, menjadikan obat-obatan
yang berasal dari bahan yang haram atau memabukkan (kecuali obat bius) sudah
wajib untuk ditinggalkan. Hal ini karena hampir dipastikan, alasan darurot
tidak bisa digunakan lagi bagi obat-obatan yang mengandung bahan haram.
Kalaulah produk makanan bisa diberikan label halal, mengapa obat-obatan
(yang diminum/ditelan) tidak bisa?
Padahal, pada hakekatnya obat itu adalah makanan dan makanan itu adalah
obat. Obat dan makanan adalah dua hal
yang tidak bisa dipisahkan.
Penulis sebagai muslim sangat mengharapkan sekali dan menantikan hadirnya
obat-obatan yang berlabel halal atau ada jaminan kehalalannya. Sehingga, tidak ada keraguan lagi dalam hati
bila menuliskan resep obat apapun.
Semoga saja sertifikasi halal pada pada obat-obatan, khususnya jenis
obat yang diminum/ditelan, akan menjadi kenyataan di kelak kemudian hari,
amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar