Pedoman Berproduksi Halal Di Industri, Rumah Potong Hewan (Rph) Dan Restoran
Masalah kehalalan produk yang
diedarkan dan dipasarkan di Indonesia merupakan masalah serius yang perlu
mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, khususnya dari kalangan industri
pangan yang memproduksi pangan halal. Secara internal perusahaan perlu
menerapkan aturan-aturan yang dapat menjamin kehalalan produk yang
dihasilkannya, melalui sebuah pedoman umum yang baku, serta pedoman teknis yang
disesuaikan dengan tingkat permasalahan yang dimiliki masing-masing perusahaan.
Pedoman berproduksi halal ini
cukup penting sebagai landasan bagi pelaksanaan kegiatan berproduksi, sehingga
kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi sebagaimana kasus-kasus yang pernah
terjadi di Indonesia (misalnya kasus MSG, Soft Drink dll) tidak pernah terulang
lagi. Untuk itu pihak pemerintah bersama dengan lembaga non pemerintah yang
terlibat dalam regulasi halal ini perlu memberikan pedoman tersebut sebagai
sebuah acuan teknis yang dapat diterapkan pada masing-masing industri pangan.
Pedoman berproduksi halal yang
bersifat baku ini juga dapat memberikan kepastian usaha bagi industri pangan,
sehingga jika benar-benar mengikuti pedoman tersebut secara konsekuen, maka
perusahaan akan lebih mendapatkan kepastian hukum dalam berproduksi, khususnya
menyangkut kehalalan. Konsumen yang semakin kritis menuntut produk yang
dikonsumsinya benar-benar bersih dari bahan-bahan haram, sehingga kehalalan ini
juga harus bersifat transparan dan dapat diuji (auditable).
1. Pedoman Umum Berproduksi Halal
Dalam pedoman umum ini akan
disajikan ketentuan umum perusahaan dalam menghasilkan produk halal. Dalam hal
ini perusahaan perlu memiliki persyaratan-persyaratan minimal untuk dapat
menjamin bahwa produk-produk yang dihasilkannya adalah halal, baik untuk waktu
yang lalu, sekarang maupun yang akan datang. Oleh karena itu secara internal
perusahaan perlu memiliki perangkat-perangkat untuk menjamin keberlangsungan
produksinya secara halal, baik dalam bentuk kebijakan perusahaan, sistem
administrasi, perangkat keras, maupun sumberdaya manusia yang memadai guna
terselenggaranya sistem produksi halal tersebut.
1.1. Kebijakan Perusahaan dalam Kaitan
dengan Kehalalan
Perusahaan perlu memiliki
sebuah komitmen yang kuat untuk menghasilkan produk halal. Komitmen perusahaan
ini perlu dijabarkan dalam bentuk kebijakan umum perusahaan. Memang tidak ada
keharusan bagi perusahaan, baik di dalam negeri (Indonesia) maupun di luar
Indonesia untuk menghasilkan produk-produk yang halal saja. Dalam negara yang
penduduknya heterogen dari segi keyakinan dan agama ini, keberadaan pangan non
halal untuk kalangan non muslim masih tetap dihormati dan diakui keberadaannya.
Namun begitu komitmen perusahaan sudah menghendaki untuk memproduksi pangan
halal, maka ia terikat dengan ketentuan dan peraturan mengenai kehalalan sesuai
dengan aturan yang berlaku dalam Islam.
Kebijakan perusahaan untuk
memproduksi pangan halal menuntut konsekuensi-konsekuensi yang harus dipenuhi.
Selain itu keputusan tersebut juga mengandung sanksi-sanksi yang akan diterima
jika di kemudian hari ditemukan adanya penyimpangan dari aturan main yang telah
ditetapkan, sebagaimana telah diatur dalam hukum positif di Indonesia, baik
dalam Undang-undang Pangan, Undang-undang Perlindungan Konsumen, maupun dalam
peraturan-peraturan di bawahnya (PP dan Kepmen).
Dalam kebijakan perusahaan inipun
masih diberikan kebebasan kepada manajemen perusahaan untuk memilih apakah
komitmen kehalalan itu menyangkut seluruh produk yang dihasilkan atau hanya
sebagian produk saja yang akan diproduksi secara halal.
1.2. Kebijakan untuk Hanya Berproduksi Halal
Sebenarnya kebijakan inilah
yang lebih dikehendaki, karena akan lebih aman bagi konsumen dan lebih
sederhana penanganannya bagi produsen. Dalam kebijakan tersebut berarti
perusahaan hanya akan memproduksi pangan halal saja. Oleh karena itu seluruh
bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong yang digunakan adalah halal. Oleh
karena itu tidak perlu lagi adanya pemisahan bahan baku, pemisahan lini
produksi, pemisahan gudang, pemisahan distribusi dan pemisahan administrasi.
1.3. Kebijakan untuk Berproduksi Halal
dan Non Halal
Jika pihak perusahaan memang
memiliki pangsa pasar khusus untuk produk-produk non halal, hal itu masih
dimungkinkan dengan syarat-syarat tertentu. Pengertian non halal ini ada dua,
yaitu :
- Produk-produk yang benar-benar haram (seperti daging babi, hewan yang tidak disembelih sesuai aturan Islam, minuman keras dll.)
- Produk-produk non halal yang tidak jelas kehalalannya, apakah dia benar-benar haram atau syubhat, tetapi tidak didaftarkan atau diklaim sebagai produk halal. Misalnya produk flavor (perasa) untuk rokok, produsen tidak mendaftar dan mengklaim sebagai produk halal, meskipun kenyataannya bisa halal atau haram. Atau produk yang diekspor ke negara-negara non muslim, dimana konsumennya tidak memerlukan kehalalan, perusahaan bisa menjualnya tanpa klaim halal. Pada kenyataannya produk tersebut bisa halal, bisa haram atau syubhat, tetapi tidak ada kejelasan mengenai hal tersebut.
Untuk pengertian non halal
yang pertama, maka pihak produsen harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Merek produk yang halal dan non halal harus berbeda sama sekali
- Bangunan tempat berproduksi, gudang bahan baku, gudang produk jadi dan sarana transportasi baik untuk bahan baku atau produk jadi harus terpisah
- Mesin yang digunakan untuk berproduksi harus terpisah
- Sistem administrasi dan pembelian bahan harus terpisah
- Harus ada barrier atau daerah pembatas antara pabrik yang digunakan untuk produksi halal dan non halal
- Karyawan yang bekerja untuk produk halal harus berbeda dengan karyawan yang bekerja untuk produk non halal
Sedangkan jika yang dimaksud
produk non halal adalah jenis kedua, maka pihak perusahaan harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
- Merek produk yang halal dan non halal boleh sama, tetapi harus ada ciri khusus yang menunjukkan kehalalannya (logo halal dan/atau logo non halal), yang mudah diketahui oleh konsumen
- Memiliki daftar seluruh bahan baku, baik untuk produk halal maupun non halal
- Bahan yang digunakan untuk produk non halal tidak boleh berasal dari bahan-bahan yang jelas haram (babi, minuman keras, dsb)
- Gudang boleh dalam satu bangunan, tetapi harus terpisah secara fisik dan administrasi dengan tanda-tanda yang mudah dibaca karyawan
- Tempat produksi sebaiknya terpisah, tetapi jika terpaksa jadi satu harus terjadwal dengan baik dan ada proses pembersihan yang sempurna antara batch halal dan non halal
- Perusahaan memiliki laporan produksi yang menunjukkan kronologi proses produksi, mulai dari penyiapan bahan, penimbangan, pemrosesan sampai pengemasan produk jadi, yang terpisah antara produk halal dan non halal
Masing-masing kebijakan
perusahaan tersebut memiliki konsekuensi dan persyaratan yang berbeda. Setiap
kesalahan dan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat membawa dampak yang
besar, baik bagi konsumen maupun bagi produsen sendiri. Oleh karena itu sangat
dianjurkan kepada perusahaan di dalam negeri (Indonesia) untuk hanya
memproduksi produk-produk yang halal saja, karena resiko kesalahan dan
persyaratannya lebih mudah. Selain itu dari segi pasar, konsumen non muslim
dapat menerima produk-produk halal, tetapi tidak untuk sebaliknya.
2. Pedoman Berproduksi Halal Bagi
Industri
2.1.
Sistem Administrasi Perusahaan dalam Mendukung Produksi Halal
Untuk menghasilkan produk
pangan yang halal diperlukan persyaratan administrasi yang memadai guna
menjamin kehalalan produk yang dihasilkan. Sistem administrasi ini diperlukan
karena proses produksi berlangsung terus menerus sepanjang tahun, sementara
inspeksi dan pemeriksaan halal secara eksternal hanya dilakukan sesekali waktu
saja. Oleh karena itu diperlukan konsistensi dalam pembelian bahan baku, bahan
tambahan dan bahan penolong, serta konsistensi dalam sistem berproduksi.
Secara administrasi perusahaan
harus dapat membuktikan bahwa semua bahan yang masuk ke dalam lingkungan
industri itu adalah halal, dengan didukung oleh dokumen-dokumen yang dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu perusahaan harus
memiliki
- Daftar bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong yang digunakan.
Dalam pembuatan daftar bahan
ini harus dituliskan semua, tidak boleh ada yang disembunyikan atau
ditutup-tutupi.
Bahan baku adalah
bahan utama yang digunakan dalam proses produksi. Misalnya untuk industri roti,
maka bahan bakunya adalah tepung terigu, lemak (shortening) dll.
Bahan tambahan adalah
bahan yang ditambahkan dalam proses produksi, yang jumlahnya sedikit. Misalnya
untuk industri roti ada ragi (yeast)
untuk mengembangkan roti, bahan perasa (flavor) dll.
Bahan penolong adalah
bahan-bahan yang tidak masuk dalam ingredient produk, tetapi digunakan dalam
proses produksi. Misalnya dalam industri air minum dalam kemasan digunakan
bahan penyaring karbon aktif sebagai bahan penolong dalam proses penghilangan
bau (deodorizing).
Daftar bahan baku, bahan
tambahan dan penolong harus dibuat per produk disamping daftar lengkap untuk
keseluruhannya.
- Daftar pemasok yang menjual bahan-bahan tersebut
Perusahaan harus memiliki
daftar pemasok (supplier) untuk masing-masing barang yang dibeli. Dalam hal ini
perusahaan harus memasukkan semua pemasok yang ada untuk masing-masing bahan
baku, termasuk untuk alternatif pemasok (second supplier).
- Daftar produsen barang, jika pemasok berbeda dengan produsennya
Kadang-kadang bahan baku yang
dipakai dibeli bukan dari produsennya langsung, melainkan kepada perusahaan
lain yang bertindak sebagai distributor atau agen. Oleh karena itu selain nama
perusahaan pemasok, perusahaan harus memiliki nama produsen yang memproduksi
bahan tersebut.
- Dokumen kehalalan untuk semua bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong
Setiap barang yang digunakan,
baik bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong, harus dilampiri dengan
dokumen kehalalan yang valid dan masih berlaku. Dokumen tersebut dapat berupa
sertifikat halal dari lembaga yang kredibel dan diakui, atau berupa spesifikasi
dan alur proses dari produsen yang menunjukkan bahan baku, asal usul dan cara
pembuatannya.
Sertifikat Halal,
adalah sertifikat yang menyatakan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh
lembaga yang diakui dan kredibel. Khusus untuk Indonesia, lembaga sertifikasi yang diakui adalah Majelis
Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Sedangkan untuk produk-produk dari luar negeri,
lembaga sertifikasi yang kredibel dan diakui adalah lembaga yang telah membina
hubungan kerja sama dengan pihak Indonesia (MUI). Produk-produk yang mengandung
unsur hewani (sapi, ayam, kambing dsb) mutlak harus memiliki sertifikat halal. Demikian juga untuk produk-produk yang
kriti dan berasal dari turunan hewan, seperti lemak, gelatin, flavor (perasa)
juga harus memiliki sertifikat halal. Sertifikat halal ini memiliki tanggal
batas berlakunya. Oleh karena itu perusahaan harus segera meminta sertifikat
halal yang baru kepada pihak pemasok atau produsen, ketika masa berlakunya
sudah habis.
Spesifikasi produk,
adalah keterangan dari pihak produsen (bukan pemasok) yang menerangkan mengenai
produk tersebut, asal-usulnya (bahan baku) cara pembuatan (alur proses) dan
segala hal yang menyangkut produk tersebut. Spesifikasi produk berbeda dengan
certificate of analysis (COA) yang menunjukkan kandungan bahan yang dianalisa
melalui uji laboratorium, seperti kadar air, kadar protein, kadar lemak, dsb.
COA ini tidak dapat menunjukkan asal usul bahan tersebut. Produk-produk olahan
yang berasal dari tanaman atau bahan kimia perlu memiliki spesifikasi produk,
jika tidak ada sertifikat halalnya, untuk mengetahui apakah ada penambahan
bahan lain selama proses pembuatannya.
- Purchase order (PO) atau permintaan barang dari perusahaan kepada pemasok
Setiap kali akan membeli bahan, perusahaan mengeluarkan
purchase order/PO (surat pemesanan barang) kepada pemasok. PO ini harus didokumentasi dan disimpan
dalam arsip yang mudah ditelusuri. Dengan demikian akan dapat diketahui setiap
pemesanan barang dari waktu ke waktu.
- Bon pembelian barang dari pemasok kepada perusahaan
Ketika barang yang dipesan
dari pemasok sudah dating, maka ada bon pembelian barang atau surat pengiriman
barang (Delivery Order/DO) untuk setiap pembeliab bahan. DO atau bon pembelian
barang ini juga harus disimpan dan diarsip, sehingga dapat diketahui setiap
pembelian dan pemasukan barang ke dalam perusahaan. DO ini juga harus cocok
dengan PO, baik jenis barang, nama pemasok, merek maupun spesifikasinya.
- Stok barang di gudang
Setelah barang diperiksa dan dinyatakan lolos oleh
bagian Quality Control, maka barang tersebut akan masuk ke dalam gudang. Pihak gudang harus memiliki kartu stok
yang memuat daftar stok dan keluar masuknya barang di gudang.
- Dokumen pengeluaran barang
Setiap pengambilan barang dari
gudang ke tempat prosuksi harus dilampiri dengan dokumen pengeluaran barang.
Perusahaan harus memiliki dokumen pengeluaran barang tersebut, yang ditanda
tangani oleh pihak yang memiliki otoritas untuk mengeluarkan barang tersebut.
Artinya semua bahan yang masuk ke ruang proses harus diketahui jenis dan
jumlahnya serta tercatat dari waktu ke waktu.
2.2. Bangunan fisik dan mesin
produksi
Bangunan fisik yang digunakan dalam proses
produksi pangan halal perlu mendapatkan perhatian agar tidak mempengaruhi
kehalalan produk yang dihasilkan. Pada prinsipnya bangunan fisik ini dirancang
sedemikian rupa agar dapat terhindar dari kontaminasi dan masuknya
barang-barang najis atau haram ke dalam produk yang diproduksi.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam
bangunan fisik ini adalah:
- Bangunan harus terletak di lokasi yang cukup jauh dari peternakan babi atau hewan yang tidak halal yang dapat mengkontaminasi proses produksi halal
- Bangunan harus memiliki sistem sanitasi dan fasilitas pembuangan yang dapat menjamin kebersihan produk dari barang yang haram atau najis
- Bangunan harus memiliki sistem pengamanan dari masuknya binatang haram dan najis di lingkungan pabrik
- Lingkungan pabrik harus memiliki sumber air yang sehat dan tidak tercemar oleh barang-barang najis dan kotor
Sedangkan mesin dan alat yang digunakan untuk
berproduksi haruslah dapat menjamin kehalalan produk yang dihasilkan. Artinya
bahwa mesin produksi tersebut harus dapat menghindari terjadinya kontaminasi
produk dari bahan-bahan haram atau najis. Persyaratan
bagi mesin dan alat produksi tersebut adalah:
- Mesin dan alat produksi hanya digunakan untuk memproduksi barang-barang yang halal saja
- Mesin dan alat produksi harus memiliki sistem yang dapat menjaga produk yang dihasilkan dari bahan-bahan yang najis dan/atau haram
- Mesin dan alat produksi harus mudah dibersihkan dari kotoran dan najis yang melekat
- Mesin dan alat produksi harus berasal dari bahan-bahan yang tidak diharamkan (seperti tulang binatang, bulu babi dsb.)
2.3. Sumberdaya Manusia Berkaitan dengan Kehalalan
Selain bangunan, peralatan dan sistem administrasi yang baik, untuk
dapat berproduksi halal, perusahaan juga harus didukung oleh sumberdaya manusia
yang baik dan mampu menjalankan sistem tersebut. Sumberdaya manusia yang
dimaksud adalah orang dari dalam perusahaan itu sendiri yang mengetahui tentang
permasalahan halal, mampu menjalankannya dalam pelaksanaan produksi sehari-hari
serta bertanggung jawab kepada pimpinan, masyarakat konsumen dan Allah.
Dalam pelaksanaan pedoman berproduksi halal ini dilakukan oleh
sebuah tim yang terdiri dari semua level manajemen dalam perusahaan tersebut,
mulai dari level tertinggi (pimpinan) sampai kepada level terendah
(buruh/karyawan) yang secara bersama-sama menjalankan fungsinya masing-masing
untuk mempertahankan kehalalan produk yang dihasilkan. Selain itu pedoman berproduksi
halal ini juga melibatkan berbagai departemen, mulai dari bagian penelitian dan
pengembangan (R and D), bagian
pembelian (purchasing), bagian
produksi, bagian gudang, bagian pengawasan mutu (quality control) sampai dengan bagian ekspedisi yang mengantarkan
produk ke pelanggan.
Untuk menjalankan pedoman berproduksi halal secara efektif, semua
bagian tersebut dikoordinasikan oleh seorang internal halal auditor yang
ditunjuk dan diangkat secara resmi oleh manajemen perusahaan melalui surat
pengangkatan resmi. Syarat-syarat internal auditor adalah:
- Merupakan karyawan perusahaan yang bersangkutan
- Beragama Islam
- Memiliki posisi yang memungkinkan untuk melakukan koordinasi pada berbagai bidang (bagian produksi/quality assurance)
- Mengetahui proses produksi dari awal hingga akhir
- Memahami aturan-aturan dasar mengenai halal dan haram
- Mampu dan sanggup menjalankan tugas-tugas sebagai seorang internal halal auditor
Tugas-tugas yang harus dilaksanakan internal halal
auditor adalah:
- Mengkoordinasikan pelaksanaan pedoman berproduksi halal di perusahaan yang bersangkutan
- Menyusun matriks produk-produk yang dihasilkan, bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan daftar pemasoknya
- Bersama dengan bagian lain yang terkait menyusun sistem jaminan halal perusahaan
- Mensosialisasikan sistem jaminan halal kepada semua bagian yang terkait dengan pelaksanaan berproduksi halal
- Menjalin komunikasi kepada pihak pemberi sertifikat halal (LPPOM MUI) dalam hal penggantian bahan baku, perubahan proses, penambahan daftar pemasok dan lain-lain)
- Membuat laporan berkala yang berisi laporan pelaksanaan produksi halal
- Bersama dengan bagian lain yang terlibat melakukan monitoring secara internal dalam hal pelaksanaan produksi halal
Selain internal halal auditor, bagian-bagian lain yang terlibat
adalah bagin penelitian dan pengembangan (R
and D), bagian pembelian (purchasing),
bagian produksi, bagian gudang dan bagian pengawasan mutu (quality control). Tugas dan tanggung jawab untuk masing –masing
bagian adalah:
- Bagian penelitian dan pengembangan
-
Memiliki
daftar bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong yang telah memiliki
dokumen halal
-
Memiliki
daftar pemasok dan produsen yang menghasilkan produk-produk halal
-
Menggunakan
bahan-bahan yang telah halal (bersertifikat halal atau memiliki spesifikasi
yang dapat diterima) dalam setiap pengembangan produk yang dilakukan
-
Melaporkan
dan meminta persetujuan kepada internal halal auditor sebelum melakukan
pengembangan produk dengan menggunakan bahan di luar daftar yang telah ada
-
Membuat laporan berkala kepada
internal halal auditor
- Bagian pembelian
-
Memiliki
daftar pemasok dan produsen yang menghasilkan produk-produk halal
-
Melakukan
pembelian dengan mengacu kepada daftar pemasok dan produsen yang telah ada
-
Melaporkan
dan meminta persetujuan kepada internal halal auditor sebelum melakukan
pembelian dari pemasok di luar daftar yang telah ada
-
Menolak
dan mengembalikan kepada pemasok untuk barang-barang yang tidak halal (tidak
sesuai antara dokumen dan fisiknya atau tidak memiliki logo halal untuk barang
yang seharusnya ada logo halalnya) yang ditolak oleh bagian quality control
-
Membuat laporan berkala kepada
internal halal auditor
- Bagian produksi
-
Melaksanakan
penyelenggaraan produksi sesuai dengan standard
operating procedure (SOP)
-
Menjaga
proses produksi agar tidak tercemar oleh bahan-bahan haram/najis
-
Menjaga
para karyawan produksi agar tidak membawa kontaminasi barang haram/najis
-
Membuat laporan berkala kepada
internal halal auditor
- Bagian gudang
-
Memiliki
daftar bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong yang telah memiliki
dokumen halal
-
Mencatat
setiap pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari gudang
-
Membuat
daftar barang-barang yang disimpan di dalam gudang
-
Menjaga
dan mengawasi gudang agar tidak tercemar oleh barang-barang yang haram/najis
-
Membuat laporan berkala kepada
internal halal auditor
- Bagian pengawasan mutu
-
Memiliki
daftar bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong yang telah memiliki
dokumen halal
-
Melakukan
pengawasan pada setiap barang yang masuk ke perusahaan, termasuk mengawasi
kehalalannya melalui kesesuaian antara dokumen dan kemasan serta meneliti
tanda-tanda halal (logo halal) pada kemasan jika harus ada logo halal
-
Membuat
tanda lolos uji pada barang-barang yang telah diperiksa dan tidak ada
penyimpangan kehalalan
-
Membuat
tanda ditolak pada barang-barang yang telah diperiksa dan ditemukan adanya
penyimpangan kehalalan
-
Membuat laporan berkala kepada
internal halal auditor
3. Pedoman Berproduksi Halal untuk Pemotongan Hewan
Rumah pemotongan hewan (RPH) merupakan salah satu
unit usaha yang sangat penting dalam menjaga kehalalan pangan yang beredar di
masyarakat. Di dalam RPH itu terdapat salah satu tahap yang cukup kritis
ditinjau dari segi kehalalan, yaitu proses penyembelihan hewan. Proses tersebut
sangat menentukan halal atau tidaknya daging atau bagian lain dari hewan
(lemak, tulang, bulu, jeroan dsb.) yang dihasilkan.
3.1. Kebijakan Perusahaan
Perusahaan perlu memiliki sebuah komitmen yang kuat untuk
menghasilkan sembelihan yang halal. Komitmen perusahaan ini perlu dijabarkan
dalam bentuk kebijakan umum perusahaan. Kebijakan perusahaan untuk memproduksi
sembelihan halal menuntut konsekuensi-konsekuensi yang harus dipenuhi. Selain
itu keputusan tersebut juga mengandung sanksi-sanksi yang akan diterima jika di
kemudian hari ditemukan adanya penyimpangan dari aturan main yang telah
ditetapkan, sebagaimana telah diatur dalam hukum positif di Indonesia.
Ketika pihak manajemen telah memutuskan bahwa sembelihan yang
dihasilkannya adalah halal, maka seluruh proses yang terjadi, mulai dari
pemilihan hewan, proses penyembelihan sampai pengiriman produk kepada pelanggan
haruslah sesuai dengan aturan halal. Rumah potong hewan (RPH) halal hanya diperuntukkan bagi hewan halal. RPH
tersebut tidak boleh menyelenggarakan penyembelihan atau penanganan hewan yang
tidak halal, seperti babi, anjing dan sebagainya. RPH halal juga harus terletak
di lokasi yang terpisah sama sekali dengan tempat pemrosesan hewan yang tidak
halal.
3.2. Pemilihan Hewan Halal
Rumah potong hewan halal hanya boleh menyelenggarakan pemotongan dan
pemrosesan hewan yang halal menurut syariat Islam. Pada dasarnya semua hewan
yang ada di bumi ini adalah halal, kecuali yang jelas-jelas diharamkan dalam Al
Qur’an (kitab suci umat Islam yang menjadi sumber utama hukum Islam) dan Al
Hadits (Perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad yang dijadikan sumber hukum
Islam). Hewan-hewan yang diharamkan dalam Islam adalah:
- Babi dan babi hutan
- Anjing
- Binatang buas (singa, harimau, serigala dsb.)
- Binatang bertaring dan berkuku tajam (kucing, elang, dsb.)
- Kodok
- Binatang yang dilarang membunuhnya (semut, lebah)
- Binatang yang disuruh membunuhnya (tikus, kala jengking, dsb.)
- Binatang yang menjijikkan (ulat, belatung, dsb.)
Selain yang disebutkan secara spesifik dalam
Qur’an dan Hadits tersebut, maka binatang itu adalah halal untuk dimakan dengan
melalui tahap penyembelihan yang juga diatur dalan hukum Islam. Binatang yang
harus disembelih menurut aturan Islam antra lain sapi, kambing, domba,
biri-biri, unta, ayam, bebek, burung dara, kalkun dan sebagainya. Sedangkan
hewan yang tidak memerlukan proses penyembelihan adalah semua jenis ikan dan
belalang.
3.2. Sarana dan Fasilitas Pemotongan Hewan
Sarana dan fasilitas penyembelihan perlu dirancang agar menghasilkan
hewan sembelihan yang halal dan tidak tercampur dengan barang haram dan najis.
Salah satu alat yang sangat penting dan harus tersedia dalam RPH adalah adanya
alat pemotong (pisau) yang tajam yang dapat memotong leher (saluran pencernaan,
saluran pernafasan dan pembuluh darah nadi) binatang dengan sempurna.
Jenis-jenis sarana dan fasilitas yang
dibutuhkan disesuaikan dengan hewan yang akan disembelih, serta jumlah hewan
yang akan disembelih per hari (skala produksi). Berdasarkan
skala produksi tersebut biasanya dibedakan antara sistem penyembelihan secara
manual dan mekanik. Penyembelihan secara manual adalah cara penyembelihan yang
hanya menggunakan tenaga manusia dalam proses penanganan pra sembelih dan
metode penyembelihan. Sedangkan penyembelihan mekanik dilakukan dengan
menggunakan bantuan mesin dalam penanganan pra penyembelihan, proses pemotongan
dan pasca penyembelihan. Tetapi ada juga cara penyembelihan mekanik yang tetap
menggunakan manusia sebagai tenaga pemotongnya, hanya penanganan pra dan pasca
penyembelihan yang menggunakan mesin.
- Penyembelihan sapi dan binatang besar lainnya
Jenis-jenis hewan yang
termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah kerbau, kambing dan domba.
Proses pemotongan memerlukan penanganan awal untuk menjaga binatang agar tidak
meronta selama proses pemotongan. Dalam proses ini ada beberapa metoda yang
sering dilakukan, yaitu:
-
Pemingsanan
Dalam hal ini digunakan pistol
bolt untuk membuat sapi atau binatang besar lainnya pingsan
-
Penjepitan secara mekanis
Dalam hal ini binatang ternak
dimasukkan ke dalam alat penjepit mekanis yang menyebabkan sapi tidak dapat
bergerak lagi
-
Manual
Di Indonesia masih banyak RPH yang menggunakan cara
manual, yaitu sapi diikat kakinya dengan tambang, kemudian dijatuhkan dan siap
disembelih
- Penyembelihan ayam dan jenis unggas lainnya
Penyembelihan ayam atau unggas biasanya tidak memerlukan
tenaga yang kuat untuk menangani pra penyembelihan, sebagaimana yang terjadi
pada sapi dan binatang besar lainnya. Akan tetapi permasalahannya adalah jumlah
ayam yang akan dipotong cukup banyak, sehingga memerlukan peralatan pendukung
yang dapat membantu proses penyembelihan. Secara industri ayam yang akan dipotong biasanya
digantung dalam konveyor pada bagian kakinya. Dengan demikian ayam tidak dapat
bergerak leluasa, dan petugas pemotong dapat melakukan proses penyembelihan
dengan leluasa. Sedangkan secara manual pemotongan ayam ini dapat dilakukan
dengan memegang kepala dan kakinya, sehingga proses penyembelihan dapat
berlangsung dengan sempurna.
3.3. Proses Penyembelihan Hewan
Dalam proses penyembelihan secara halal ada syarat-syarat yang harus
dipenuhi sesuai dengan ketentuan Islam, yaitu:
- Binatang yang akan disembelih haruslah binatang yang dihalalkan dalam Islam
- Binatang halal yang akan disembelih harus dalam keadaan hidup, sehat dan segar
- Orang yang menyembelih (jagal) harus beragama Islam
- Jagal tersebut harus tahu hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan dalam menyembelih hewan
Penyembelihan hewan dilakukan dengan proses
sebagai berikut:
- Penyembelihan dilakukan pada saat binatang yang akan disembelih masih hidup dan sehat
- Sebaiknya binatang yang akan disembelih disenang-senangkan dulu, tidak stress dan ditempatkan di tempat penampungan dalam waktu beberapa jam (tidak langsung turun dari kendaraan)
- Proses penyembelihan hewan dilakukan dengan memotong tiga saluran, yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan pembuluh darah nadi.
- Pada saat menyembelih hewan dibacakan Asma Allah, yaitu dengan melafadzkan Bismillahi Allahu Akbar
- Sebaiknya pemotong melakukan proses penyembelihan dengan menghadap kiblat
- Proses pemotongan hanya dilakukan dalam satu kali pengerjaan, tidak bisa diulang-ulang jika salah satu saluran tersebut belum terputus
- Binatang harus benar-benar sudah dalam keadaan mati sebelum dilakukan proses lanjutan (pemberian air panas, penghilangan bulu, pembongkaran karkas, dll)
Untuk membantu proses penyembelihan kadang-kadang
RPH menggunakan proses pemingsanan (stunning) terhadap hewan yang akan
disembelih. Proses pemingsanan itu antara lain dengan
menggunakan metoda:
- Menggunakan pistol (captive bolt pistol)
- Menggunakan aliran listrik
- Menggunakan alat pemukul (hammer)
Penggunaan metode pemingsanan tersebut masih
diizinkan dalam proses penyembelihan halal dengan syarat sebagai berikut:
- Hewan yang akan distunning harus dalam keadaan hidup dan sehat
- Proses pemingsanan tersebut tidak menyebabkan binatang mati. Hal ini harus dapat dibuktikan dengan proses pemingsanan dan tidak dilanjutkan dengan penyembelihan. Jika binatang itu dapat bangkit kembali, maka proses pemingsanan sudah benar. Tetapi jika binatang itu tidak bangkit lagi dan terus mati, maka proses pemingsanan tidak dapat diterima dan harus diturunkan kadarnya (voltasenya atau kekuatan pistolnya)
- Proses pemingsanan tersebut tidak menyebabkan kerusakan yang permanen pada kepala dan otak binatang. Kerusakan permanen tersebut antara lain ditandai dengan pecahnya tulang tengkorak atau rusaknya jaringan otak
- Proses penyembelihan binatang dilakukan sesaat setelah proses pemingsanan terjadi
3.4. Pasca Penyembelihan Hewan
Setelah proses penyembelihan hewan akan mengalami penanganan
lanjutan dengan tujuan untuk mendapatkan daging yang baik dan menghilangkan
bagian yang tidak diinginkan. Daging binatang tersebut akan dibagi dan dipisah-pisahkan sesuai dengan
peruntukannya masing-masing. Untuk daging sapi biasanya juga dilakukan proses
pelayuan (aging) untuk mendapatkan daging yang lebih empuk. Beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam proses penanganan lanjut ini adalah:
- Proses penanganan lanjutan itu harus dalam keadaan bersih dan bebas dari kontaminasi barang-barang najis atau haram
- Tempat pelayuan harus benar-benar rapat agar terhindar dari masuknya barang-barang yang haram atau najis
- Harus tersedia air bersih yang cukup untuk membersihkan daging dari sisa-sisa darah dan kotoran
- Produsen perlu membuat berita acara penyembelihan, berupa kapan disembelih, dari mana asal ternak tersebut, berapa jumlahnya dan siapa pemotongnya. Berita acara ini diperlukan untuk melakukan kontrol dan pengecekan di lapang.
Khusus untuk menangani darah dan limbah, perlu
dilakukan sistem monitoring yang menjamin bahwa darah hasil penyembelihan hewan
tersebut tidak dimanfaatkan untuk keperluan pangan.
3.5. Aspek Administrasi
Proses penyembelihan hewan yang berlangsung secara terus-menerus
setiap hari memerlukan pencatatan dan sistem administrasi yang baik. Aspek
administrasi ini harus dapat mencatat setiap kejadian yang berlangsung,
khususnya yang terkait dengan masalah kehalalan. Beberapa hal yang tercakup
dalam aspek ini adalah:
- Harus ada catatan jumlah hewan yang disembelih setiap harinya
- Harus ada catatan mengenai hewan yang mati sebelum disembelih (bangkai)
- Harus ada berita acara mengenai bangkai tersebut, dikemanakan dan dibuat apa. Secara hukum harus ada kepastian bahwa bangkai tersebut tidak dimanfaatkan untuk keperluan pangan
4. Pedoman Berproduksi Halal untuk Rumah Makan
Rumah makan merupakan unit usaha yang menyediakan
makanan masak yang siap dikonsumsi. Bentuk-bentuk rumah makan ini cukup
bervariasi, ada rumah makan siap saji (fast
food), rumah makan dengan corak etnis tertentu, rumah makan yang tidak
menyediakan tempat duduk (take home)
dan sebagainya.
Dalam hal kehalalan, rumah makan memiliki aturan
tersendiri untuk dapat disebut sebagai rumah makan halal (halal restaurant), yaitu semua menu yang disajikan di dalam rumah
makan itu harus halal semua, baik menu utama, menu selingan maupun minuman yang
dijualnya.
4.1. Kebijakan Perusahaan
Komitmen untuk menjadikan rumah makan sebagai
rumah makan halal harus menjadi kebijakan manajemen perusahaan. Komitmen ini
dituangkan dalam bentuk kebijakan dan prosedur pelaksanaannya, serta siap
dengan konsekuensi dan akibat yang harus diterimanya jika melanggar ketentuan
mengenai kehalalan.
Secara umum jika manajemen sebuah rumah makan
menghendaki untuk menjadi rumah makan halal, maka harus ada ketentuan bahwa
semua yang dijual di restoran itu adalah halal, dan tidak mengizinkan para
tamunya untuk membawa makanan atau minuman haram ke dalam restoran itu.
Jika restoran tersebut merupakan restoran wara
laba, maka harus ada ketentuan dari manajemen bahwa seluruh menu yang dijual di
setiap restoran cabang harus sama dengan menu standar yang ada. Adanya menu di
luar menu standar harus sepengetahuan manajemen dan mendapat persetujuan dari
lembaga sertifikasi halal.
Rumah makan yang memiliki cabang di beberapa
tempat dengan menu yang sama harus diperiksa dan dinyatakan halal oleh lembaga
sertifikasi halal. Tidak boleh ada rumah makan dengan nama yang sama (satu
group) dimana sebagian halal dan sebagian yang lain tidak halal. Menu yang
dijual di setiap rumah makan cabang juga harus sama dengan menu standar. Yang
ada di pusat.
4.2. Sistem Administrasi dalam Mewujudkan Rumah
Makan Halal
Untuk menghasilkan menu yang
halal diperlukan persyaratan administrasi yang memadai guna menjamin kehalalan
produk yang dihasilkan. Sistem administrasi ini diperlukan karena penjualan
menu di rumah makan berlangsung terus menerus sepanjang tahun, sementara
inspeksi dan pemeriksaan halal secara eksternal hanya dilakukan sesekali waktu
saja. Oleh karena itu diperlukan konsistensi dalam pembelian bahan-bahan untuk
keperluan rumah makan serta konsistensi dalam sistem penjualan menu di rumah
makan tersebut.
Secara administrasi perusahaan harus dapat
membuktikan bahwa semua bahan yang digunakan di rumah makan itu adalah halal,
dengan didukung oleh dokumen-dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu perusahaan harus memiliki
- Daftar semua menu yang dijual di restoran tersebut, baik menu utama, menu tambahan, maupun minuman yang disajikan
- Daftar bahan-bahan yang digunakan di rumah makan. Dalam pembuatan daftar bahan ini harus dituliskan semua, tidak boleh ada yang disembunyikan atau ditutup-tutupi.
- Daftar pemasok yang menjual bahan-bahan tersebut. Perusahaan harus memiliki daftar pemasok (supplier) untuk masing-masing barang yang dibeli. Dalam hal ini perusahaan harus memasukkan semua pemasok yang ada untuk masing-masing bahan, termasuk untuk alternatif pemasok (second supplier).
- Daftar produsen barang, jika pemasok berbeda dengan produsennya. Kadang-kadang bahan baku yang dipakai dibeli bukan dari produsennya langsung, melainkan kepada perusahaan lain yang bertindak sebagai distributor atau agen. Oleh karena itu selain nama perusahaan pemasok, perusahaan harus memiliki nama produsen yang memproduksi bahan tersebut.
- Dokumen kehalalan untuk semua bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong. Setiap barang yang digunakan, harus dilampiri dengan dokumen kehalalan yang valid dan masih berlaku. Dokumen tersebut dapat berupa sertifikat halal dari lembaga yang kredibel dan diakui, atau berupa spesifikasi dan alur proses dari produsen yang menunjukkan bahan baku, asal usul dan cara pembuatannya.
- Purchase order (PO) atau permintaan barang dari perusahaan kepada pemasok. Setiap kali akan membeli bahan, perusahaan mengeluarkan purchase order/PO (surat pemesanan barang) kepada pemasok. PO ini harus didokumentasi dan disimpan dalam arsip yang mudah ditelusuri. Dengan demikian akan dapat diketahui setiap pemesanan barang dari waktu ke waktu.
- Bon pembelian barang dari pemasok kepada perusahaan. Ketika barang yang dipesan dari pemasok sudah dating, maka ada bon pembelian barang atau surat pengiriman barang (Delivery Order/DO) untuk setiap pembeliab bahan. DO atau bon pembelian barang ini juga harus disimpan dan diarsip, sehingga dapat diketahui setiap pembelian dan pemasukan barang ke dalam perusahaan. DO ini juga harus cocok dengan PO, baik jenis barang, nama pemasok, merek maupun spesifikasinya.
- Konsistensi menu dan pemasok. Menu yang dijual harus konsisten, tidak boleh berubah sewaktu-waktu. Jika ada perubahan menu harus dilaporkan dan mendapatkan izin dari lembaga sertifikasi halal
4.3. Bangunan Fisik Restoran
Bangunan fisik yang digunakan dalam penjualan
makanan perlu mendapatkan perhatian agar tidak mempengaruhi kehalalan produk
yang dijual. Pada prinsipnya bangunan fisik ini dirancang sedemikian rupa agar
dapat terhindar dari kontaminasi dan masuknya barang-barang najis atau haram ke
dalam menu yang disajikan.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam
bangunan fisik ini adalah:
- Bangunan restoran harus terpisah dari rumah makan lain yang menjual menu-menu yang tidak halal
- Bangunan harus memiliki sistem sanitasi dan fasilitas pembuangan yang dapat menjamin kebersihan menu yang dijual dari barang yang haram atau najis
- Bangunan harus memiliki sistem pengamanan dari masuknya binatang haram dan najis di lingkungan rumah makan
- Lingkungan pabrik harus memiliki sumber air yang sehat dan tidak tercemar oleh barang-barang najis dan kotor
Sedangkan dapur yang digunakan untuk memasak
makanan haruslah dapat menjamin kehalalan produk yang dihasilkan. Artinya bahwa
dapur tersebut harus dapat menghindari terjadinya kontaminasi dari bahan-bahan
haram atau najis. Persyaratan bagi dapur tersebut
adalah:
- Alat yang digunakan untuk memasak hanya digunakan untuk masakan yang halal saja
- Alat yang digunakan untuk memasak harus memiliki sistem yang dapat menjaga produk yang dihasilkan dari bahan-bahan yang najis dan/atau haram
- Alat yang digunakan untuk memasak harus mudah dibersihkan dari kotoran dan najis yang melekat
- Alat yang digunakan untuk memasak di rumah makan halal hanya digunakan untuk keperluan rumah makan tersebut, tidak boleh digunakan oleh pihak lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar