Tafsir Ahkam I
Soal:
1Sebutkannbeberapa baris Al-Fatihah Basmala menurut pendapat ulama ?
2.Sebutkan beberapa nas tentang Al-Fatihah ?
3.Sebutkan ayat tentang makanan dan minman dalam Surah Al- Baqarah 172, Al- An’am 118-119 ?
4.Bagaimana penjelasan tentang memelihara pandangan dan kehormatan An’nur ayat :30,31,58 ?
5.Tulis ayat-ayat dan barisi ,terjemahkan An-Nur 30,31,58 ?
Jawab
1. Pertama kali yang harus kita ketahui adalah bahwa para ulama telah bersepakat bahwa basmalah adalah satu ayat yang tercantum di dalam
Para ulama qira’ah Makkah dan Kufah menegaskan bahwa basmalah adalah bagian dari
Namun ulama Qiraah Madinah, Bashrah dan Syam, menegaskan bahwa basmalah tidak termasuk ayat, baik pada surat Al-Fatihah maupun surat-surat lainnya, mereka mengatakan bahwa basmalah ditulis untuk mendapatkan keberkahan dan sebagai pembatas antara satu surat dengan surat lainnya.
Mereka bersandarkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang shahih, dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW adalah tidak mengetahui pembatas
Basmalah di baca jahar?
Telah kami sebutkan di atas, bahwa telah terjadi perbedaan pendapat antara para ulama tentang basmalah, apakah dia termasuk ayat di setiap
Sebagaimana terjadi perbedaan tersebut, terjadi pula perbedaan pendapat mereka, apakah basmalah dibaca jahr (keras) atau sir (Pelan)
Bagi mereka yang mengatak bahwa basmalah adalah ayat di setiap
Pertama : Pendapat untuk tidak dijaharkan (dibaca pelan) ketika membaca
Mereka bersandarkan diantaranya dengan beberapa hadits berikut :
1- Dari Abu Hurairah, bahwasanya di shalat dan menjaharkan bacaan basmalah. Setelah selesai shalat dia pun berkata : “sesungguhnya shalatku lebih mirip dengan shalat Rasulullah SAW bila dibandingkan dengan shalat kalian”. (HR. Nasa’I dalam Sunannya, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam shahihnya, dan Hakim dalam Al-Mustadrak. Di shaihkan oleh Al-Daraquthnu, Al-Baihaqi dan lainya)
2- Dari Ibnu Abbas, adalah Rasulullah SAW menjaharkan bacaan “bismillahirrahmanirrahim” (HR. Hakim dalam Al-Mustadrak, dan dia berkata : Shahih)
Kedua : Pendapat untuk menjaharkan ketika membaca Al-fatihah. Pendapat ini didukung oleh sebagian ulama madinah diantara Ibnu Umar, Ibnu Syihab juga di dukung oleh Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin Hanbal.
Mereka bersandarkan diantaranya dengan beberapa hadits berikut :
1- Aisyah berkata : “adalah Rasulullah SAW membuka shalatnya dengan bertakbir dan bacaan “alhamdulillahi Rabbil ‘alamin” (HR. Muslim)
2- Anas berkata : “ Aku pernah shalat (menjadi makmum) di belakang Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar dan Utsman. Mereka memulainya dengan “Alhamdulillahi Rabbil ‘lamin”. (HR. Bukhari dan Muslim)
3- Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Anas berkata : “ Aku shalat bersama Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman. Dan aku tidak mendengar seorang pun dari mereka membaca bismillahirrahmanirrahim”.
Sebenarnya masalah ini adalah masalah ijtihadiyah bukan masalah yang qath’iyah (yang pasti kebenarannya), sebagaimana yang dikira oleh banyak orang yang tidak memiliki kedalaman masalah fikih ikhtilaf, sehingga membuat mereka sampai pada tingkat mengkafirkan kaum muslimin lainnya yang tidak sejalan dengan pendapat para imam madzhabnya.
Menurut hemat kami, hendaknya sebagai seorang muslim, apalagi dia seorang aktifis dakwah, maka yang harus dikedepankan adalah sikap toleransi terhadap perbedaan yang terjadi ditengah masyarakat. Dalam menjalankan ibadah yang masih bersifat furu’iyah, jangan sampai yang dikedepankan hanya ingin tampil beda dan ingin menunjukkan seakan dia lebih nyunnah dalam beribadah dan meresa lebih tahu, padahal di
Maka hendaknya kita juga harus bersikap lebih dewasa lagi. Dan menurut kami tidak ada salahnya kalau ada seseorang yang cenderung kepada pendapat tidak menjaharkan bacaan basmalah untuk menjaharkannya ketika dia menjadi iman shalat yang makmumnya mayoritas menjaharkan bacaan basmalah atau mungkin sebaliknya. Semoga sikap dewasa toleransi antar kaum muslimin dapat mempererat ukhuwah Islamiyah. Aamiin
2.Beberapa nas tentang Al-Fatihah
Berdasarkan Al-Qur’an:
1. "Maka bacalah olehmu apa yang mudah bagimu dari Alquran." ( Al-Muzzammil: 20).
2.Artinya: "Dan Sesungguhnya kami Telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung" (QS. Al-Hijir ayat 87)
Berdasarkan Haduts:
sabda Rasulullah saw:
1.Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Demi diriku yang berada dalam kekuasaanNya, tidak ada yang seperti surat ini yang diturunkan dalam kitab Taurat, Injil, Zabur, dan juga tidak terdapat dalam kitab al-Furqan. Sesungguhnya surat ini adalah surat as-Sab'ul Matsani dan al-Qur'an yang agung" (HR. Bukhari).
2.Artinya: "Ubadah bin ash-Shamit berkata, Rasulullah saw bersabda: "Ummul Qur'an (surat al-Fatihah) itu pengganti bagi yang lainnya, namun yang lainnya bukanlah pengganti dari Ummul Qur'an" (HR. Imam Dailami).
3.Artinya: "Dari Abu Sa'id al-Khudry berkata, Rasulullah saw bersabda: "Surat al-Fatihah itu adalah obat dari segala racun" (HR. Bukhari).
4.Artinya: "Rasulullah saw bersabda surat al-Fatihah itu adalah induknya al-Qur'an, dan surat al-Fatihah juga merupakan obat dari segala penyakit" (HR. Bukhari).
5.Artinya: "Rasulullah saw bersabda: Allah berfirman: "Ash-Shalat (maksudnya surat al-Fatihah) dibagi di antara Aku dengan hambaKu menjadi dua bagian" (HR. Muslim). Dan lail-lain
3. Tafsir Depag RI : QS 002 - Al Baqarah 172
Tafsir Departemen Agama RI - QS 002 : Al Baqarah Ditulis oleh Tim Depag RI Rabu, 25 November 2009 05:03
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya saja kamu menyembah.(QS. 2:172)
Di dalam ayat ini ditegaskan pula supaya seorang mukmin memakan makanan yang baik-baik yang diberikan Allah, dan rezeki yang diberikan-Nya itu haruslah disyukuri. Dalam ayat 168 perintah memakan makanan yang baik-baik ditujukan kepada manusia umumnya. Karenanya perintah itu diiringi dengan larangan mengikuti ajaran setan. Sedangkan dalam ayat ini perintah ditujukan kepada orang mukmin saja supaya mereka memakan rezeki Allah yang baik-baik. Sebab itu perintah ini diiringi dengan perintah mensyukurinya.
MAKANAN HARAM
Karena asal hukum makanan adalah halal, maka Allah tidak merinci dalam Al-Qur'an satu persatu, demikian juga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits-haditsnya. Lain halnya dengan makanan haram, Allah telah memerinci secara detail dalam Al-Qur'an atau melalui lisan rasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallamyang mulia. Allah berfirman.
Karena asal hukum makanan adalah halal, maka Allah tidak merinci dalam Al-Qur'an satu persatu, demikian juga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits-haditsnya. Lain halnya dengan makanan haram, Allah telah memerinci secara detail dalam Al-Qur'an atau melalui lisan rasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallamyang mulia. Allah berfirman.
“Artinya:Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatNya”. [Al-An'am : 118]
"Artinya : Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya" [Al-An'am : 119]
Perincian penjelasan tentang makanan haram, dapat kita temukan dalam surat Al-Maidah ayat 3 sebagai berikut ;
"Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya" [Al-Maidah : 3]
Dari ayat di atas dapat kita ketahui beberapa jenis makanan haram yaitu :
[1]. BANGKAI
Yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu. Hukumnya jelas haram dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Bangkai ada beberapa macam sebagai berikut.
[a].Al-Munkhaniqoh yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara sengaja atau tidak.
[b].Al-Mauqudhah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda keras hingga mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik.
[c]. Al-Mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi atau jatuh ke dalam sumur sehingga mati
[d]. An-Nathihah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya [Lihat Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim 3/22 oleh Imam Ibnu Katsir]
Sekalipun bangkai haram hukumnya tetapi ada yang dikecualikan yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits.
"Artinya : Dari Ibnu Umar berkata: " Dihalalkan untuk dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah yaitu hati dan limpa." [Shahih. Lihat takhrijnya dalam Al-Furqan hal 27 edisi 4/Th.11]
Rasululah juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau bersabda.
"Artinya : Laut itu suci airnya dan halal bangkainya".: [Shahih. Lihat takhrijnya dalam Al-Furqan 26 edisi 3/Th 11]
Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani berkata dalam Silsilah As-Shahihah (no. 480): "Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu halalnya setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air (laut)? Beliau menjawab: "Sesungguhnya yang terapung itu termasuk bangkainya sedangkan Rasulullah bersabda: "Laut itu seci airnya danhalal bangkainya" [Hadits Riwayat. Daraqutni: 538]
Adapun hadits tentang larangan memakan sesuatu yang terapung di atas laut tidaklah shahih. [Lihat pula Al-Muhalla (6/60-65) oleh Ibnu Hazm dan Syarh Shahih Muslim (13/76) oleh An-Nawawi]
[2]. DARAH
Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya :
"Artinya : Atau darah yang mengalir" [Al-An'Am : 145]
Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair. Diceritakan bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan yang kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/23-24]
Sekalipun darah adalah haram, tetapi ada pengecualian yaitu hati dan limpa berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas tadi. Demikian pula sisa-sisa darah yang menempel pada daging atau leher setelah disembelih. Semuanya itu hukumnyahalal. Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: " Pendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir. Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak ada satupundari kalangan
ulama' yang mengharamkannya". [Dinukil dari Al-Mulakhas Al-Fiqhi 2/461 oleh Syaikh Dr. Shahih Al-Fauzan)]
[3]. DAGING BABI
Babi, baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina. Dan mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qur'an, hadits dan ijma' ulama.
Hikmah pengharamannya karena babi adalah hewan yang sangat menjijikan dangan mengandung penyakit yang sangat berbahaya. Oleh karena itu,makanan kesukaan hewan ini adalah barang-barang yang najis dan kotor. Daging babi sangat berbahaya dalam setiap iklim, lebih-lebih pada iklim panas sebagaimana terbukti dalam percobaan. Makan daging babi dapat menyebabkan timbulnya satu virus tunggal yang dapat mematikan. Penelitian telah menyibak bahwa babi mempunyai pengaruh dan dampak negatif dalam masalah iffah (kehormatan) dan kecemburuan sebagaimana kenyataan penduduk negeri yang biasa makan babi. Ilmu modern juga telah menyingkap akan adanya penyakit ganas yang sulit pengobatannya bagi pemakan daging babi. [Dari penjelasan Syaikh Abdul Aziz bin Baz sebagaimana dalam Fatawa Islamiyyah 3/394-395]
[4]. SEMBELIHAN UNTUK SELAIN ALLAH
Yakni setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah hukumnya haram, karena Allah mewajibkan agar setiap makhlukNya disembelih dengan nama-Nya yang mulia. Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, taghut, berhala dan lain sebagainya , maka hukum sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama.
[5]. HEWAN YANG DITERKAM BINATANG BUAS
Yakni hewan yang diterkam oleh harimau, serigala atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudia mati karenanya, maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena. Semua itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Orang-orang jahiliyah dulu biasa memakan hewan yang diterkam oleh binatang buas baik kambing, unta, sapi dan lain sebagainya, maka Allah mengharamkan hal itu bagi kaum mukminin.
Al-Mauqudhah, Al-Munkhaniqoh, Al-Mutaraddiyah, An-Nathihah dan hewan yang diterkam binatang buas apabila dijumpai masih hidup (bernyawa) seperti kalau tangan dan kakinya masih bergerak atau masih bernafas kemudian disembelih secara syar'i, maka hewan tersebut adalah halal karena telah disembelih secara halal.
"Artinya : Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya" [Al-An'am : 119]
Perincian penjelasan tentang makanan haram, dapat kita temukan dalam surat Al-Maidah ayat 3 sebagai berikut ;
"Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya" [Al-Maidah : 3]
Dari ayat di atas dapat kita ketahui beberapa jenis makanan haram yaitu :
[1]. BANGKAI
Yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu. Hukumnya jelas haram dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Bangkai ada beberapa macam sebagai berikut.
[a].Al-Munkhaniqoh yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara sengaja atau tidak.
[b].Al-Mauqudhah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda keras hingga mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik.
[c]. Al-Mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi atau jatuh ke dalam sumur sehingga mati
[d]. An-Nathihah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya [Lihat Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim 3/22 oleh Imam Ibnu Katsir]
Sekalipun bangkai haram hukumnya tetapi ada yang dikecualikan yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits.
"Artinya : Dari Ibnu Umar berkata: " Dihalalkan untuk dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah yaitu hati dan limpa." [Shahih. Lihat takhrijnya dalam Al-Furqan hal 27 edisi 4/Th.11]
Rasululah juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau bersabda.
"Artinya : Laut itu suci airnya dan halal bangkainya".: [Shahih. Lihat takhrijnya dalam Al-Furqan 26 edisi 3/Th 11]
Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani berkata dalam Silsilah As-Shahihah (no. 480): "Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu halalnya setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air (laut)? Beliau menjawab: "Sesungguhnya yang terapung itu termasuk bangkainya sedangkan Rasulullah bersabda: "Laut itu seci airnya danhalal bangkainya" [Hadits Riwayat. Daraqutni: 538]
Adapun hadits tentang larangan memakan sesuatu yang terapung di atas laut tidaklah shahih. [Lihat pula Al-Muhalla (6/60-65) oleh Ibnu Hazm dan Syarh Shahih Muslim (13/76) oleh An-Nawawi]
[2]. DARAH
Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya :
"Artinya : Atau darah yang mengalir" [Al-An'Am : 145]
Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair. Diceritakan bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan yang kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/23-24]
Sekalipun darah adalah haram, tetapi ada pengecualian yaitu hati dan limpa berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas tadi. Demikian pula sisa-sisa darah yang menempel pada daging atau leher setelah disembelih. Semuanya itu hukumnyahalal. Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: " Pendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir. Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak ada satupundari kalangan
ulama' yang mengharamkannya". [Dinukil dari Al-Mulakhas Al-Fiqhi 2/461 oleh Syaikh Dr. Shahih Al-Fauzan)]
[3]. DAGING BABI
Babi, baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina. Dan mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qur'an, hadits dan ijma' ulama.
Hikmah pengharamannya karena babi adalah hewan yang sangat menjijikan dangan mengandung penyakit yang sangat berbahaya. Oleh karena itu,makanan kesukaan hewan ini adalah barang-barang yang najis dan kotor. Daging babi sangat berbahaya dalam setiap iklim, lebih-lebih pada iklim panas sebagaimana terbukti dalam percobaan. Makan daging babi dapat menyebabkan timbulnya satu virus tunggal yang dapat mematikan. Penelitian telah menyibak bahwa babi mempunyai pengaruh dan dampak negatif dalam masalah iffah (kehormatan) dan kecemburuan sebagaimana kenyataan penduduk negeri yang biasa makan babi. Ilmu modern juga telah menyingkap akan adanya penyakit ganas yang sulit pengobatannya bagi pemakan daging babi. [Dari penjelasan Syaikh Abdul Aziz bin Baz sebagaimana dalam Fatawa Islamiyyah 3/394-395]
[4]. SEMBELIHAN UNTUK SELAIN ALLAH
Yakni setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah hukumnya haram, karena Allah mewajibkan agar setiap makhlukNya disembelih dengan nama-Nya yang mulia. Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, taghut, berhala dan lain sebagainya , maka hukum sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama.
[5]. HEWAN YANG DITERKAM BINATANG BUAS
Yakni hewan yang diterkam oleh harimau, serigala atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudia mati karenanya, maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena. Semua itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Orang-orang jahiliyah dulu biasa memakan hewan yang diterkam oleh binatang buas baik kambing, unta, sapi dan lain sebagainya, maka Allah mengharamkan hal itu bagi kaum mukminin.
Al-Mauqudhah, Al-Munkhaniqoh, Al-Mutaraddiyah, An-Nathihah dan hewan yang diterkam binatang buas apabila dijumpai masih hidup (bernyawa) seperti kalau tangan dan kakinya masih bergerak atau masih bernafas kemudian disembelih secara syar'i, maka hewan tersebut adalah halal karena telah disembelih secara halal.
[6]. BINATANG BUAS BERTARING
Hal ini berdasarkan hadits :
"Artinya : Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram dimakan" [Hadits Riwayat. Muslim no. 1933]
Perlu diketahui bahwa hadits ini mutawatir sebagaimana ditegaskan Imam Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (1/125) dan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam I'lamul Muwaqqi'in (2/118-119).
Maksudnya "dziinaab" yakni binatang yang memiliki taring atau kuku tajam untuk melawan manusia seperti serigala, singa, anjing, macan tutul, harimau, beruang, kera dan sejenisnya. Semua itu haram dimakan". [Lihat Syarh Sunnah (11/234) oleh Imam Al-Baghawi]
Hadits ini secara jelas menunjukkan haramnya memakan binatang buas yang bertaring bukan hanya makruh saja. Pendapat yang menyatakan makruh saja adalah pendapat yang salah. [Lihat At-Tamhid (1/111) oleh Ibnu Abdil Barr, I'lamul Muwaqqi'in (4-356) oleh Ibnu Qayyim dan As-Shahihah no. 476 oleh Al-Alban]
Imam Ibnu Abdil Barr juga mengatakan dalam At-Tamhid (1/127): "Saya tidak mengetahui persilangan pendapat di kalangan ulama kaum muslimin bahwa kera tidak boleh dimakan dan tidak boleh dijual karena tidak ada manfaatnya. Dan kami tidak mengetahui seorang ulama pun yang membolehkan untuk memakannya. Demikian pula anjing, gajah dan seluruh binatang buas yang bertaring. Semuanya sama saja bagiku (keharamannya) . Dan hujjah adalah sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bukan pendapat orang....".
"Artinya : Dari Ibnu Abi Ammar berkata: Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang musang, apakah ia termasuk hewan buruan ? Jawabnya: "Ya". Lalu aku bertanya: apakah boleh dimakan ? Beliau menjawab: Ya. Aku bertanya lagi: Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah ? Jawabnya: Ya. [Shahih. Hadits Riwayat Abu Daud (3801), Tirmidzi (851), Nasa'i (5/191) dan dishahihkan Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al- Baihaqi, Ibnu
Qoyyim serta Ibnu Hajar dalam At-Talkhis Habir (1/1507)]
Lantas apakah hadits Jabir ini bertentangan dengan hadits larangan di atas? ! Imam Ibnu Qoyyim menjelaskan dalam I'lamul Muwaqqi'in (2/120) bahwa tidak ada kontradiksi antara dua hadits di atas. Sebab musang tidaklah termasuk kategori binatang buas, baik ditinjau dari segi bahasa maupun segi urf (kebiasaan) manusia. Penjelasan ini disetujui oleh Al-Allamah Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (5/411) dan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani
dalam At-Ta'liqat Ar-Radhiyyah (3-28)
[7]. BURUNG YANG BERKUKU TAJAM
Hal ini berdasarkan hadits.
"Artinya : Dari Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam" [Hadits Riwayat Muslim no. 1934]
Imam Al-Baghawi berkata dalam Syarh Sunnah (11/234) "Demikian juga setiap burung yang berkuku tajam seperti burung garuda, elang dan sejenisnya". Imam Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim 13/72-73: "Dalam hadits ini terdapat dalil bagi madzab Syafi'i, Abu Hanifah, Ahmad, Daud dan mayoritas ulama tentang haramnya memakan binatang buas yang bertaring dan burung
yang berkuku tajam."
[8]. KHIMAR AHLIYYAH (KELEDAI JINAK)
Hal ini berdasarkan hadits
"Artinya : Dari Jabir berkata: "Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melarang pada perang khaibar dari (makan) daging khimar dan memperbolehkan daging kuda". [Hadits Riwayat Bukhori no. 4219 dan Muslim no. 1941]
Dalam riwayat lain disebutkan begini.
"Artinya : Pada perang Khaibar, mereka meneyembelih kuda, bighal dan khimar. Lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melarang dari bighal dan khimar dan tidak melarang dari kuda" [Shahih. HR Abu Daud (3789), Nasa'i (7/201), Ahmad (3/356), Ibnu Hibban (5272), Baihaqi (9/327), Daraqutni (4/288-289) dan Al-Baghawi dalam Syarhu Sunnah no. 2811]
Dalam hadits di atas terdapat dua masalah :
Pertama : Haramnya keledai jinak. Ini merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabi'in dan ulama setelah mereka berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas seperti di atas. Adapaun keledai liar, maka hukumnya halal dengan kesepakatan ulama. [Lihat Sailul Jarrar (4/99) oleh Imam Syaukani]
Kedua : Halalnya daging kuda. Ini merupakan pendapat Zaid bin Ali, Syafi'i, Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan mayoritass ulama salaf berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas di atas. Ibnu Abi Syaiban meriwayatkan dengan sanadnya yang sesuai syarat Bukhari Muslim dari Atha' bahwa beliau berkata kepada Ibnu Juraij: " Salafmu biasa memakannya (daging kuda)". Ibnu Juraij
berkata: "Apakah sahabat Rasulullah ? Jawabnya : Ya. (Lihat Subulus Salam (4/146-147) oleh Imam As-Shan'ani]
[9]. AL-JALLALAH
Hal ini berdasarkan hadits.
"Artinya : Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah melarang dari jalalah unta untuk dinaiki". [Hadits Riwayat. Abu Daud no. 2558 dengan sanad shahih]
Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang dari memakan jallalah dan susunya." [Hadits Riwayat. Abu Daud : 3785, Tirmidzi: 1823 dan Ibnu Majah: 3189]
Dari Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang dari keledai jinak dan jalalah, menaiki dan memakan dagingnya " [Hadits Riwayat Ahmad (2/219) dan dihasankan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648]
Maksud Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun berkaki dua yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran manusia/hewan dan sejenisnya. (Fahul Bari 9/648). Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf (5/147/24598) meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau mengurung ayam yang makan kotoran selama tiga hari. [Sanadnya shahih sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648]
Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (11/254) juga berkata: "Kemudian menghukumi suatu hewan yang memakan kotoran sebagai jalalah perlu diteliti. Apabila hewan tersebut memakan kotoran hanya bersifat kadang-kadang, maka ini tidak termasuk kategori jalalah dan tidak haram dimakan seperti ayam dan sejenisnya.. ."
Hukum jalalah adalah haram dimakan sebagaimana pendapat mayoritas Syafi'iyyah dan Hanabilah. Pendapat ini juga ditegaskan oleh Ibnu Daqiq Al-'Ied dari para fuqaha' serta dishahihkan oleh Abu Ishaq Al-Marwazi, Al-Qoffal, Al-Juwaini, Al-Baghawi dan Al-Ghozali. [Lihat Fathul
Sebab diharamkannya jalalah adalah perubahan bau dan rasa daging dan susunya. Apabila pengaruh kotoran pada daging hewan yang membuat keharamannya itu hilang, maka tidak lagi haram hukumnya, bahkan hukumnya hahal secara yakin dan tidak ada batas waktu tertentu. Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan (9/648): "Ukuran waktu boelhnya memakan hewan jalalah yaitu apabila bau kotoran pada hewan tersebut hilang dengan diganti oleh sesuatu yang suci menurut pendapat yang benar.". Pendapat ini dikuatkan oleh imam Syaukani dalam Nailul Authar (7/464) dan Al-Albani dan At-Ta'liqat Ar-
Radhiyyah (3/32).
[10]. AD-DHAB (HEWAN SEJENIS BIAWAK) BAGI YANG MERASA JIJIK DARINYA
Berdasarkan hadits .
"Artinya : Dari Abdur Rahman bin Syibl berkata: Rasulullah melarang dari makan dhab (hewan sejenis biawak). [Hasan. HR Abu Daud (3796), Al-Fasawi dalam Al-Ma'rifah wa Tarikh (2/318), Baihaqi (9/326) dan dihasankan Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam FathulBari (9/665) serta disetujui oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 2390)]
Benar terdapat beberapa hadits yang banyak sekali dalam Bukhari Muslim dan selainnya yang menjelaskan bolehnya makan dhab baik secara tegas berupa sabda Nabi maupun taqrir (persetujuan Nabi). Diantaranya , Hadits Abdullah bin Umar secara marfu' (sampai pada nabi).
"Artinya : Dhab, saya tidak memakannya dan saya juga tidak mengharamkannya." [Hadits Riwayat Bukhari no.5536 dan Muslim no. 1943]
Demikian pula hadits Ibnu Abbas dari Khalid bin Walid bahwa beliau pernah masuk bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ke rumah Maimunah. Di
Dua hadit ini serta banyak lagi lainnya –sekalipun lebih shahih dan lebih jelas- tidak bertentangan dengan hadits Abdur Rahman bin Syibl di atas atau melazimkan lemahnya, karena masih dapat dikompromikan diantara keduanya.Al- Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9/666) menyatukannya bahwa larangan dalam hadits Abdur Rahman Syibl tadi menunjukkan makruh bagi orang yang merasa jijik untuk memakan dhab. Adapun hadits-hadits yang menjelaskan bolehnya dhab, maka ini bagi mereka yang tidak merasa jijik untuk memakannya. Dengan demikian, maka tidak melazimkan bahwa dhab hukumnya makruh secara mutlak. [Lihat pula As-Shahihah (5/506) oleh Al-Albani dan Al-Mausu'ah Al-Manahi As-Syar'iyyah (3/118) oleh Syaikh Salim Al-Hilali]
[11]. HEWAN YANG DIPERINTAHKAN AGAMA SUPAYA DIBUNUH
"Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda:
Imam ibnu Hazm mengatakan dalam Al-Muhalla (6/73-74): "Setiap binatang yang diperintahkan oleh Rasulullah supaya dibunuh maka tidak ada sembelihan baginya, karena Rasulullah melarang dari menyia-nyiakan harta dan tidak halal membunuh binatang yang dimakan" [Lihat pula Al-Mughni (13/323) oleh Ibnu Qudamah dan Al-Majmu' Syarh Muhadzab (9/23) oleh Nawawi]
"Artinya : Dari Ummu Syarik berkata bahwa Nabi memerintahkan supaya membunuh tokek/cecak" [Hadits Riwayat. Bukhari no. 3359 dan Muslim 2237). Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid (6/129) : "Tokek/cecak telah
disepakati keharaman memakannya".
[12]. HEWAN YANG DILARANG UNTUK DIBUNUH
"Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah melarang membunuh 4 hewan : semut, tawon, burung hud-hud dan burung surad " [Hadits Riwayat Ahmad (1/332,347), Abu Daud (5267), Ibnu Majah (3224), Ibnu Hibban (7/463) dan dishahihkan Baihaqi dan Ibnu Hajar dalam At-Talkhis 4/916]
Imam syafi'i dan para sahabatnya mengatakan: "Setiap hewan yang dilarang dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh dimakan, tentu tidak akan dilarang membunuhnya." [Lihat Al-Majmu' (9/23) oleh Nawawi]
Haramnya hewan-hewan di atas merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu sekalipun ada perselisihan di dalamnya kecuali semut, nampaknya disepakati keharamannya. [Lihat Subul Salam 4/156, Nailul Authar 8/465-468, Faaidhul Qadir 6/414 oleh Al-Munawi]
"Artinya : Dari Abdur Rahman bin Utsman Al-Qurasyi bahwasanya seorang tabib pernah bertanya kepada Rasulullah tentang kodok/katak dijadikan obat, lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang membunuhnya" [Hadits Riwayat Ahmad (3/453), Abu Daud (5269), Nasa'i (4355), Al-Hakim (4/410-411), Baihaqi (9/258,318) dan dishahihkan Ibnu Hajar dan Al-Albani]
Haramnya katak secara mutlak merupakan pendapat Imam Ahmad dan beberapa ulama lainnya serta pendapat yang shahih dari madzab Syafi'i. Al-Abdari menukil dari Abu Bakar As-Shidiq, Umar, Utsman dan Ibnu Abbas bahwa seluruh bangkai laut hukumnya halal kecuali katak. [Lihat pula Al-Majmu' (9/35), Al-Mughni (13/345), Adhwaul Bayan (1/59) oleh Syaikh As-Syanqithi, Aunul Ma'bud (14/121) oleh Adzim Abadi dan Taudhihul Ahkam (6/26) oleh Al-Bassam]
[13]. BINATANG YANG HIDUP DI DUA ALAM
Sebagai penutup pembahasan ini, ada sebuah pertanyaan : "Adakah ayat Qur'an atau Hadits shahih yang menyatakan bahwa binatang yang hidup di dua alam haram hukum memakannya seperti kepiting, kura-kura, anjing laut dan kodok?".
Jawab secara umum : Perlu kita ingat lagi kaidah penting tentang makanan yaitu asal segala jenis makanan adalah halal kecuali apabila ada dalil yang mengharamkannya. Dan sepanjang pengetahuan kami tiddak ada dalil dari Al-Qur'an dan hadits yang shahih yang menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat). Dengan demikian binatang yang hidup di dua alam dasar hukumnya "asal hukumnya adalah halal kecuali ada dalil yangmengharamkannya . [Lihat pula "Soal jawab" Juz. 2 hal. 658 oleh Ustadz A Hassan dkk]
Adapun jawaban secara terperinci :
Kepiting - hukumnya halal sebagaimana pendapat Atha' dan Imam Ahmad. [Lihat Al-Mughni 13/344 oleh Ibnu Qudamah dan Al-Muhalla 6/84 oleh Ibnu Hazm]
Kura-kura dan Penyu - juga halal sebagaimana madzab Abu Hurairah, Thawus, Muhammad bin Ali, Atha', Hasan Al-Bashri dan fuqaha' Madinah. [Lihat Al-Mushannaf (5/146) Ibnu Abi Syaibah dan Al-Muhalla (6/84]
Anjing laut - juga halal sebagaimana pendapat imam Malik, Syafi'i, Laits, Sya'bi dan Al-Auza'i [Lihat Al-Mughni 13/346]
Katak/kodok - hukumnya haram secara mutlak menurut pendapat yang rajih karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh sebagaimana penjelasan di atas. Wallahu A'lam
Demikianlah pembahasan yang dapat kami sampaikan. Apabila benar, maka itu dari Allah dan apabila salah, maka hal itu karena kemiskinan penulis dari perbendaharaan ilmu yang mulia ini dan penulis menerima nasehat dan kritik pembaca semua.
4.Tentang memelihara pandangan dan kehormatan di dalam Tafsir Suroh An-Nuur ayat 58 - 61 dan Tafsir Suroh An-Nuur ayat 30 – 31
Tafsir Suroh An-Nuur ayat 30 - 31
3O Katakanlah kepada 0rang-0rang beriman (laki-laki) itu, supaya mereka menekurkan sebahagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian adalah lebih bersih bagi mereka, Sesungguhnya Tuhan Allah lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan. 31 Dan katakan pula kepada 0rang- orang yang beriman (perempuan) supaya mereka pun , menekurkan pula sebahagian pandang mereka dan memelihara kemaluan mereka. Dan janganlan mereka perlihatkan perhiasan mereka kecuali kepada yang zahir saja. Dan hendaklah mereka menutup dada mereka dengan selendang. Dan janganlah mereka nampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka sendiri atau kepada ayah mereka , atau bapa dari suami mereka, atau anak mereka sendiri, atau anak-anak dan suami mereka (anak tin) atau saudara laki-laki mereka , atau anak dari saudara laki-laki mereka , atau anak dan saudara perempuan mereka, atau sesama mereka perempuan atau siapa-siapa yang dimiliki oleh tangan mereka, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan atau anak-anak yang belum melihat aurat perempuan. Dan janganlah mereka hentak Laki-Iaki Dan Wanita Tujuan Islam ialah membangunkan masyarakat Islam yang bersih sesudah terbangun rumah tangga yang bersih. Manusia laki-laki dan perempuan diberi syahwat kelamin (sex) agar supaya mereka jangan punah dan musnah dari muka bumi ini. Laki-laki memerlukan perempuan dan perempuan memerlukan laki-laki. Jantan memerlukan betina dan betina memerlukan jantan. Tetapi masyarakat dlberi akal, dan akal sendiri menghendaki hubungan-hubungan yang teratur dan bersih. Syahwat adalah keperluan hidup. Tetapi kalau syahwat tidak terkendali maka kebobrokan dan kekotoranlah yang akan timbul . Ke- kotoran dan kebobrokan yang amat sukar diselesaikan . Untuk itu maka kepada laki-laki yang beriman, diberi ingat agar matanya jangan liar bila melihat wanita cantik , atau meman- dang bentuk badannya yang menggiurkan syahwat. Dan hendaklah pula dia memelihara kemaluannya , ataupun memelihara tenaga kelaki-lakiannya supaya jangan diboroskan . Pandangan mata yang tidak terkendali memberansang syahwat buat memiliki . Apabila syahwat telah menguasai diri , sehing- ga tidak terkendali lagi maka kelamin menghendaki kepuasaannya pula. Dan syahwat selamanya tidakkan puas. Apabila sekali syahwat yang tidak terkendali itu telah menguasai kelamin , sukarlah bagi seseorang melepaskan din daripada kungkungannya. Sehingga lama-kelamaan segenap ingatannya sudah dikuasai belaka oleh syahwat itu . Dia akan berzina , dan zina sekali adalah permulaan dari zina terus. Kata orang , syahwat nafsu kepada seorang wanita, hanyalah semata-mata sebelum disetubuhi dan setelah nafsu itu dipuaskan , dia meminta lagi dan meminta lagi . Memuaskan kehendak syahwat sekali, artinya ialah permulaan dari penyakit tidak akan puas Selama-lamanya, sampai hancur peribadi dan hilang kendali atas diri. Menjadilah kita orahg yang kotdr. Kadang-kadang terperosok lagi kepada penyaki penyakit lain yang bertemu gejalanya dalam zaman moden ini. Sehingga 0rang-0rang yang berkedudukan tinggi dalam masyarakat ditimpa penyakit “homo sexuil ", laki-laki menyetubuhi laki-laki atau perempuan menyetubuhi perempuan (lesbian) atau memainkan alat kelamin dengan tangan sendiri (onanie). Nlaka dalam ayat 30 itu diterangkan bahwa usaha yang pertama ialah menjaga penglihatan mata. Jangan mata diperliar ! Pandang pertama tidaklah disengaja. Namun orang yang beriman tidaklah menuruti pandang pertama dengan pandang kedua. Kedua talah memelihara kemaluan atau kehormatan diri . Karena alat kelamin adalah amanat Allah yang disadari oleh manusia yang berakal apa akan gunanya . Menahan penglihatan mata itu adalah menjamin kebersihan dan ketenteraman jiwa. Pada ayat yang seterusnya disuruh pula Nabi menerangkan kepada kaum perempuan supaya dia pun terlebih-lebih lagi hendaklah memelihara penglihatan matanya , jangan pula pandangannya diperliarnya. Tunjukkanlah slkap sopanmu pada pandangan matamu, sebab pandangan mata wanita itu ialah : Rama-rama terbang di dusun, anak Keling bermain kaca; Bukan hamba mati diracun, mati ditikam si sudut mata. Hal ini disuruh Tuhan memperingatkan kepada orang yang beriman , artinya yang ini mempunyai dasar kepercayaan kepada Tuhan Allah dan kepercayaan kepada nilai kemanusiaan , baik laki-laki atau perempuan. Orang yang beriman tidaklah dikendalikan oleh syahwat nafsunya. Jika sekiranya berbahaya pandangan laki-laki , niscaya sepuluh kali lebih berbahaya lagi ditikam sudut mata perempuan :Ke pekan ke Payakumbuh , membeli ikan tenggiri . Kalau tak nampak tanda sungguh , takutlah laki-laki menghampiri .Peringatan kepada perempuan , selain menjaga penglihatan mata dan memelihara kemaluan, ditambah lagi, yaitu janganlah dipertontonkan perhiasan mereka kecuali yang nyata saja. Cincin di jari , muka dan tangan , itulah perhiasan yang nyata. Artinya yang sederhana dan tidak menyolok dan menganjurkan. Kemudian diterangkan pula bahwa hendaklah selendang (kudung) yang telah memang tersedia ada di kepala itu ditutupkan kepada dada. Memang amatlah payah menerima anjuran ini bagi orang yang lebih tenggelam kepada pergaulan moden sekarang ini. Kehidupan moden adalah pergaulan yang amat bebas di antara laki-laki dan pérempuanlah permulaan dan penyakit yang tidak akan sembuh selama-lamanya, sampai hancur peribadi dan hilang kendali atas din. Menjadllah kita orang yang kotor , orang dipaksa mesti sopan dan berpekerti halus terhadap wanita, tetapi pintu-pintu buat mengganggu syahwat dibuka selebar-lebamya. Mode·mode pakaian wanita terlepas sama sekali dari kendali agama, lalu masuk ke dalam kekuasaan "diktator" ahli mode di Paris, Kaum wanita adalah dibawah cengkeraman ahli mode “Chnstian Dior". Tempat-tempat permandian umum terbuka dan dikerumuni oleh pakaian·pakaian yang benar-benar mempertontonkan tubuh wanita dan pria. Ahli-ahli film membuat bentuk pakian yang mendebarkan seluruh tubuh dengan nama “You can see” (Engkau boleh lihat). Dan rok mini yang memperlihat Dalam ayat ini disuruh menutupkan selendang kepada ’juyub” artinya “lobang" yang membukakan dada sehingga kelihatan pangkal susu. Kadang-kadang pun tertutup tetapi pengguntingnya menjadikannya seakan terbuka juga. Dalam ayat ini sudah diisyaratkan bagaimana hebatnya peranan yang diambil oleh buah dada wanita dalam menimbulkan syahwat, Wanita yang beriman akan membawa ujung selendangnya ke dadanya supaya jangan terbuka , karena ini akan menimbulkan minat laki-laki dan menyebabkan kehilangan kendali mereka atas diri mereka. Dalam “filsafat” pandangan hidup modem dikatakan bahwasanya hubungan yang amat dibatasi di antara laki-laki dengan perempuan akan menimbulkan semacam “tekanan batin" pada seseorang. Oleh sebab itu dalam pergaulan yang bebas, sekedar pandang-memandang , bercakap bebas , bergaul dan bersenda-gurau yang tak keterlaluan di antara laki-laki dan perempuan hendaklah dibiarkan. Supaya tekanan syahwat terpendam itu dapat dilepaskan sedikit. Filsafat yang begini dimulai oleh pendapa-pendapat yang dikeluarkan oleh Sigmund Freud, ahli ilmu jiwa yang terkenal dari Teori-teori ajaran agama yang selalu membatasi dan mengekang hubungan laki-laki dengan perempuan adalah menjadi sebab “penyakit” dalam jiwa itu sendiri. Malahan menurut beliau, agama itu pun asalnya ialah karena manusia merasa berdosa.Sebab pada mulanya dahulu kala , entah apabila "beliau sendiri tidak tahu”, karena timbul dari beliau sendiri, yang dikatakan "ilmiah" sebab beliau "Professor”. Katanya dahulu kala manusia laki-laki setelah lahir dari perut ibunya, dia kian lama kian besar dan dewasa, lalu dia jatuh cinta kepada ibunya itu. Karena saking cintanya kepada ibunya, lalu dibunuhnya ayahnya dan disetubuhinyalah ibunya. Akhirnya dia menyesal lalu taubat dan dibuatnyalah agama. Jadi agama itu kata ilmiah Professor Yahudi Freud ialah karena manusia hendak taubat dari setubuh! lnilah yang dinamai teori Oedipus. Dengan demikian Freud hendak menelanjangi manusia daripada peri kemanusiaan nya yang telah diagung agungkan beribu tahun lamanya. Sebagai kawannya Marx (sama-sama Yahudinya) berfilsafat bahwa asal-usul segala pertentangan hidup ini adalah dari perut, maka Freud menjawabnya turun kebawah sedikit dari perut, yaitu alat kelamin. Menurut ajaran Freud ini, te-kanan pada batin karena aturan agama , terutama karena ajaran "dosa waris” dalam agama Kristen hendaklah dihabiskan dengan memberikan kebebasan pergaulan laki-laki dengan perempuan. Karena menurut penyelidikan beliau , demi setelah menyelidiki penyakit-penyakit dari orang-orang yang abnormal, dengan mengadakan Psykhoanarlisa , lebih daripada 70% adalah karena sex (syahwat). Sebab itu hendaklah dilatih diri itu supaya jangan ditekan oleh urusan-urusan demikian. Bebaskanlah ..... ! Sekarang apa jadinya? Benarkah dalam pergaulan yang telah mentaati teori Freud itu, dengan pergaulan bebas, manusia telah terlepas cengkeramannya ? Orang mandi di kali Ciliwung yang masih secara primitif, atau perempuan-perempuan Punggung terbuka , dada terbuka , paha terbuka , dengan maksud apa ? orang disuruh sopan, tetapi dia “diperintahkan" melihat. Laki-laki pun menjadi nakal. Segala sikap, lenggang dan lenggok, seakan-akan meminta lawan, seakan-akan meminta dipegang. Diadakan berbagai etiket supaya laki-laki berlaku sopan terhadap kenyataan yang ada di hadapan matanya itu. Orang tidak akan dapat mengendalikan din lagi, jatuhlah kepada penyakit jiwa. Freud menyatakan soal penyakit jiwa dari sebab “sex”, padahal setelah mempertututkan teorinya , penyakit sex meningkat berlipat-ganda dari pada dahulu. Memang positifnya laki-laki dan negatifnya perempuan adalah Undang-undang dan alam itu sendiri , Fithrinya ialah ingin bertemu karena keduanya mempunyai tugas, yaitu melahirkan manusia untuk menyambung turunan. Manusia tidak boleh punah dan musnah, sebab manusia tidakkah khalifah Allah dalam dunia ini. Kecenderungan laki-laki kepada perempuan dan sebaliknya , tidaklah dapat dibunuh·oleh karena tugas suci itu, tidaklah boleh dia dilepaskan dari kekangnya, melainkan dipelihara dan diatur. Kalau peraturannya tidak ada, payahlah mengendali Sungguh, gelak ramai perempuan menimbulkan syahwat, gerak lenggang-lenggoknya menimbulkan syahwat, pandang matanya menikam syahwat , tidaklah pantas kalau hal itu dibatasi ? Sehingga kecenderungan syahwat itu dapat disalurkan menurut jalannya_yang wajar ? Kemudian itu diterangkan pula kepada siapa perempuan hanya boleh memperlihatkan perhiasannya. Dia hanya boleh memperlihatkan perhiasaan-nya hanya kepada: (1) Suaminya sendin. (2) Kepada ayahnya. (3) Kepada bapa suaminya (mertua laki—laki). · (4) Kepada anaknya sendiri. (5) Kepada anak suaminya (anak tiri dan perempuan itu). (6) Kepada saudara laki-laki mereka. (7) Anak laki-laki dari saudara laki-laki (8) Anak laki-laki dan saudara perempuan (keponakan). (9) Sesama wanita. (10) Hambasahaya budak (semasih dunia mengakui perbudakan). (11) Pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan. (12) Anak-anak yang belum melihat tegasnya, belum tahu apa bagian yang menggiurkan syahwat dari tubuh perempuan. Dengan suami pergaulan memang telah bebas , dan hati kedua belah pihak pun sama terbuka apabila beperhiasan. Ayah , mertua laki-laki, cucu, keponakan, memang sudah tidak halal nikah. Sama-sama wanita tidak apa-apa. Budak-budak yang ada dalam rumah, ke luar ke dalam, sudah dengan sendirinya si wanita merasa jiwanya lebih tinggi, sehingga tidak akan menimbulkan apa-apa, karena dari pangkal sudah nyata tadi, dia adalah perempuan yang beriman. Demikian juga peIayan-pelayan rumah tangga, orang-orang gajian. Apatah lagi kanak-kanak yang masih kecil, yang belum kenal bagian-bagian tubuh wanita yang sakit. Ini pun hanya semata-mata kebolehan memperlihatkan perhiasan tetapi membuka aurat atau kemaluan tetap terlarang juga. Dengan ayat teranglah bahwa berhias tidak dilarang bagi wanita. Kalau dia wanita, dia mesti ingin berhias. Agama tidaklah menghambat “instink” atau naluri. Setiap wanita cantik, dan kelihatan cantik , Perhiasan pun tidak sama dahulu dengan sekarang, tetapi dasar keinginan berhias tidak berbeda dahulu dengan sekarang. Kadang-kadang perhiasan itu berputar-putar laksana menghesta kain sarung. Setelah digali orang kuburan Fir‘aun di Mesir, bertemulah perhiasan yang dipakai 4,000 tahun yang lalu, lalu ditiru dan dijadikan mode, dia pun baru kembali. Islam tidak menghalanginya, hanya mengaturnya. Untuk siapa perhiasan itu ? Tujukanlah kepada orang satu , yaitu suami , teman hidup. Berhiaslah terus untuk menambat hatinya jangan menjalar kepada orang Iain.Berpuluh tahun pun pergaulan suami isteri, setiap han akan dirasai baru terus, asal saja keduanya berhias untuk yang lain. Jangan sampai di rumah bersikotor-kotor saja, tetapi kalau sudah akan keluar melagak, berhias sepuas-puas hati. Untuk menarik mata siapa ? Mata perhiasan yang zahir itu ? Nabi kita Muhammad s.a.w. telah mengatakan kepada Asma binti Abu Bakar as-Shiddiq demikian: “Hai Asma ! Sesungguhnya perempuan kalau sudah sampai masanya berhaidh, tidaklah dipandang dari dirinya kecuali ini. (Lalu- beliau isyaratkan mukanya dan kedua telapak tangunnya) ! Bagaimana yang lain ? Tutuplah baik-baik dan hiduplah terhormat. Islam pun mengakui estetika (keindahan) dan kesenian . Tetapi hendaklah keindahan dan kesenian yang timbul dari kehalusan perikemanusiaan , bukan dari kehendak kehewanan yang ada dalam din manusia itu . Keindahan bukan untuk mempertontonkan diri dan bertelanjang, atau menggiurkan seakan-akan sikap dan isyarat berkata: "Pegang aku." Di tegah lagi, jangan dihentakkan kaki ke tanah agar jangan diketahui oleh orang perhiasanya yang tersembunyi. Alangkah mendalamnya maksud ayat ini jika dikaji dengan ukuran ilmu jiwa. Diketahui benar bahwa khayal dalam soal kelamin ini kadang·kadang lebih tajam dari kenyataan. Syahwat seorang pengkhayal bisa timbul hanya karena melihat tumit wanita, lebih dari melihat tubuhnya sendiri , Hal ini dibincangkan oleh ahli-ahli jiwa moden panjang lebar. Jangan dihentakkan kaki agar perhiasan tersembunyi jangan kelihatan. Alangkah dalam maksudnya , Artinya ialah bahwa segala sikap yang mengandung "daya tarik" untuk laki-laki yang "mabuk kepayang" hendaklah dibatasi, kalau engkau mengakui seorang perempuan yang beriman . Akhirnya Tuhan tutup périntah itu dengan seruan ; “Dan taubatlah kamu sekaliannya kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beroleh kejayaan." Disuruh taubat, karena selama laki-laki masih laki-laki dan perempuan masih perempuan, selama burung di dahan dan binatang di hutan masih berkelamin jantan dan betina, selamanya itu pula manusia tidak akan terlepas dan rayuannya. Jaranglah hati laki-Iaki yang tidak tergetar melihat perempuan cantik. Jaranglah perempuan yang tidak terpesona melihat laki-laki gagah tampan (ganteng kata orang Kesopanan Iman Sekarang timbullah pertanyaan: " Tidakkah al-Quran memberi petuniuk bagaimana hendaknya gunting pakaian ? Apakah pakaian yang dipakai diwaktu sekarang oleh wanita Makkah itu telah menuruti petunjuk al-Quran ? Yaitu yang hanya matanya saja kelihatan ? Al-Quran tidaklah masuk sampai kepada soal detail itu, al-Quran bukan buku model Al-Quran tidak menutup rasa keindahan (estetika) manusia dan rasa seninya . Islam adalah anutan manusia di Barat dan di Timur. Di Pakistan atau di Skandinavia. Bentuk dan gunting pakaian terserahlah kepada ummat manusia menurut ruang dan waktunya. Yang ditekankan oleh Islam ialah pedoman iman yang ada dalam dada dan sikap hidup yang diatur oleh kesopanan iman. Bentuk pakaian sudah termasuk dalam ruang kebudayaan , dan kebudayaan ditentukan oleh ruang dan waktu ditambahi dengan kecerdasan. Sehingga kalau misalnya wanita Barangkali larangan dari kesadaran kebangsaan dan peribadi bangsa akan lebih keras daripada Iarangan Islam sendiri. Karena kalau suatu bangsa telah mudah saja meniru-niru pakaian bangsa Iain, tandanya bahwa pertahanan jiwa bangsa itu mulai goyah. Yang diperingatkan oleh Islam kepada ummatnya yang beriman, baik Iaki-laki maupun perempuan ialah supaya mata jangan diperliar, kehormatan diri dan kemaluan hendaklah dipelihara, jangan menonjolkan perhiasan yang seharusnya tersembunyi, jangan membiarkan bagian dada terbuka, tetapi tutuplah baik-baik. Di samping pakaian-pakaian menyolok mata yang dipakai bintang-bintang film, atau pakaian mandi bikini yang ditolak oleh rasa susila, wanita Barat pun mempunyai pakaian yang sangat sopan, baik di Amerika ataupun di Eropa. Banyak mode pakaian mereka yang sesuai dengan kehendak al-Quran. Apabila keluar rumahnya mereka memakai pakaian luar (coat) menutupi pakaian dan perhiasan dalam, tangan dan kaki diberi kaus, kepala ditutup dengan topi , dada tertutup rapat , dan rasa keindahan dan berhias tidak hilang. Bila sampai di rumah kembali , barulah coat Iuar itu ditanggalkannya, sehingga perhiasan dalam hanya dilihat oleh suami dan anak-anak dan orang-orang gajiannya. Kalau gelombang dan harus pakaian Barat itu sudah tak dapat ditolak Iagi mengapa tidak pakaian yang sesuai dengan kehendak agama kita yang hendak kita tiru ? Mengapa tidak kita memilih yang sesuai dengan keperibadian kita ? Tidaklah seluruh pakaian Barat itu ditolak oleh Islam , dan tidak pula seluruh pakaian negeri kita dapat menerimanya. Kebaya model Jawa yang sebagian dadanya terbuka, tidak dilindungi oleh selendang, dalam pandangan Islam adalah termasuk pakaian "You can see" juga. Baju kurung cara-cara Minang yang guntingnya sengaja disempitkan sehingga jelas segala bentuk badan laksana ular melilit, pun ditolak oleh Islaml Dalam mode pakaian Barat pun ada selendang. Alangkah manisnya jika "Babosca" cara Italia dililitkan di kepala diikatkan ke leher sebagai pasangan gaun ? Mengapa meniru pakaian Barat tanggung-tanggung , dan dipilih hanya yang sesuai dengan selera sendiri saja, padahal ditegur oleh agama kita ? Alhasil, dari merenungi kedua ayat di atas nampaklah bahwa kehendak agama Islam ialah ketenteraman dalam pergaulan , kebebasan yang dibatasi oleh aturan syara‘ , penjagaan yang mulia terhadap setiap peribadi, baik Iaki-Iaki rnaupun perempuan. Membawa manusia naik ke atas puncak kemanusiaan. Bukan membawanya turun ke bawah, menghilangkan ciri-cirinya sebagai insan, lalu turun menjadi binatang, sesudah mendapat Psychoanalisa dari paduka tuan Professor Freud. Hasil yang lain pula yang didapat dari kedua ayat ini ialah pertanggunganjawab memelihara iman yang sama diperintahkan Tuhan kepada laki-laki dan perempuan, tidak ada perbedaan. Sebagai laki-laki disuruh memelihara penglihatan dan memelihara kemaluan , maka perempuan beriman pun dapat peringatan demikian. Tegasnya, jiwa perempuan beriman disuruh berkembang sendiri dengan tuntunan ilahi, sebagai juga jiwa laki-laki. Kalau terdapat dalam beberapa negeri Islam perempuan dikurung dalam rumah (purdah) dan disuruh menutupi seluruh badannya, sehingga hanya yang sesuai dengan selera sendiri bukanlah hal itu peraturan Islam. Hal itu timbul ialah setelah kaum laki-laki membukut segala kekuasaan dan menutup keras perempuan, supaya jangan buka mulut. Karena si laki-laki ingin berkuasa sendiri. Dia dinding dengan serba macam dinding, sehingga lama-lama perempuan itu sendiri pun tidak percaya lagi atas dirinya sendiri. Segala pintu hubungan ke luar rumah ditutup rapat, sehingga iman itu sendiri pun tidak dapat masuk ke dalam rumah. Lantaran itu maka yang menjadi pembicaraan perempuan sesamanya lain tidak hanya bergunjing, bersolek, takhyul mengintip-intip dari belakang tabir, ingin bebas berlari ke luar. Bebas melihat segala laki-laki dan lalu-lintas, dan haram dilihat oleh orang lain. Kalau di Barat wanita bebas lepas sesuka dengan tidak ada kontrole, maka di negeri-negeri Islam yang jumud wanita dikurung oleh laki-laki. Keduanya kehilangan pedoman hidup. Maka jalan yang baik ialah kembali kepada jalan tengah yang diwariskan Nabi s.a.w. Kaum wanita tidak dikurung dan ditindas, dan tidak pula dibiarkan mengacaukan masyarakat dengan kerling matanya. Tetapi dipupuk rasa tanggung jawabnya atas dirinya, dengan bimbingan lakilaki , dalam rangka membangun masyarakat yang beriman! |
Tafsir Suroh An-Nuur ayat 58 - 61
(58) Wahai sekalian orang yang beriman. Hendaklah meminta izin hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu dan kanak‑kanak yang belum dewasa tiga kali; yaitu sebelum sembahyang fajar, dan seketika kamu menanggali pakaian kamu selepas Zuhur, dan sesudah sembahyang 'Isya'. itulah tiga masa aurat bagi kamu. Tidaklah ada salahnya bagi kamu dan tidak pula salah bagi mereka selain waktu yang tersebut itu untuk layan-melayani satu dengan yang lain. Demikianlah Tuhan Allah menjelaskan peraturan-peraturanNya untuk kamu dan Tuhan Allah adalah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. (59) Dan apabila anak-anakmu telah dewasa maka hendaklah mereka meminta izin jua sebagaimana meminta izinnya orang-orang telah terdahulu tadi. Bukankah Tuhan Allah menjelaskan ayat-ayatNya untuk kamu; dan Allah adalah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. (60) Dan perempuan-perempuan yang sudah duduk dari kegiatannya, dan tidak diharapkan nikahnya lagi, tidaklah mengapa jika mereka menanggalkan pakaian dengan tidak melagak dengan perhiasannya. Jika mereka menahan diri adalah baik. Dan Tuhan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. (61) Tidaklah ada salahnya bagi orang buta, tidak ada pula salahnya bagi orang pincang dan tidak ada salahnya pula bagi orang sakit dan juga bagi kamu sendiri, untuk makan di rumah kamu sendiri, atau di rumah bapakmu, dan di rumah ibumu, atau di rumah saudaramu yang laki-laki, atau di rumah saudaramu yang perempuan, atau di rumah saudara-saudara ayahmu yang laki-laki (paman), atau di rumah saudara bapakmu yang perempuan (bibi) atau di rumah saudara ibumu yang laki-laki (mamak), atau di rumah-rumah yang anak kuncinya kamu kuasai, ataupun di rumah teman karibmu. Tidaklah ada salahnya jika kamu makan bersama atau sendiri-sendiri. Maka jika kamu masuk ke dalam rumah-rumah ucapkanlah salam atas dirimu, sebagai anugerah penghormatan dari Tuhan Allah yang penuh berkat dan kebajikan. Demikianlah Tuhan Allah menjelaskan ayat-ayatNya, agar kamu semuanya dapat memperhatikannya Peraturan Dalam Rumah (Etiket Islam) Telah selesai kita dibawa kepada cita-cita tinggi menegakkan iman dan amal shalih, membentuk masyarakat Islam dan menegakkan hukum, sehingga seorang Mu'min dengan sendirinya mempunyai cita-cita besar. Ingin menjadi Khalifah di atas bumi, menegakkan keadilan dan kemakmuran, aman dan damai dan hukum berdiri. Masyarakat yang mendirikan sembahyang, mengeluarkan zakat dan tunduk kepada peraturan Rasul. Dengan sembahyang perhubungan dengan Tuhan selalu direguhkan dan dengan berzakat perhubungan dengan masyarakat selalu diperkuat, sehingga rasa dendam tidak tumbuh di antara si kaya dengan si miskin. Dengan demikian seorang Mu'min adalah seorang yang mempunyai ideologi, yang kian lama bukan kian samar, melainkan kian terang-benderang. Dan di antara yang satu dengan yang lain, di antara sembahyang, iman dan amal shalih dengan zakat dan dengan menegakkan hukum tidaklah dapat terpisah. Hal itu sudah dijelaskan panjang lebar pada ayat-ayat yang sebelumnya. Tetapi ayat-ayat yang seterusnya ini memberi penjelasan lagi bahwasanya orang-orang yang beriman itu bukanlah orang yang berjalan menengadah puncak gunung padahal butir-butir batu kerikil yang kecil-kecil yang dapat menarung kakinya tidak diperdulikannya. Ayat 58 ini memanggil lagi orang-orang yang mengakui percaya kepada Allah, ALLAZI NA AAMANU supaya menoleh lagi kepada sopan-santun dalam rumah tangganya sendiri. Rumah tangga seorang Mu'min adalah tempat dia istirahat, bahkan tempat dia menggembleng kehidupan beragama , kehidupan yang beriman. Sebab itu dia mesti teratur menurut aturan Nabi Muhammad. Rumahtangga adalah benteng tempat mempertahankan budi dan harga din. Rumahtangganya orang yang beriman bukanlah rumahtangga yang kucarkacir. Sekali lintas orang sudah dapat melihat cahaya iman memancar dari dalam rumah itu. Di Adalah tiga waktu, yaitu sebelum sembahyang Subuh, dan slang sehabis tergelincir matahari waktu Zuhur dan selesai sembahyang Isya', tiga waktu yang wajib disaktikan, demi kehormatan ibu-bapak atau anggota rumahtangga yang lain. Pada waktu sedemikian itu maka setiap hambasahaya (masa negeri berbudak) atau khadam, bujang-bujang, orang-orang gajian atau pesuruh rumahtangga dan anak-anak yang belum dewasa dalam rumah itu sendiri, baik anak tuan rumah atau cucunya atau anak-anak lain yang dipelihara di dalam rumah itu meminta izin terlebih dahulu jika hendak menemui tuan dan nyonya rumah. Apa sebab? Sebab ketiga waktu itu adalah aurat, artinya pada waktu itu peribadi orang-orang yang.dihormati itu sedang bebas daripada ikatan berpakaian yang dimestikan di dalam pergaulan hidup yang sopan. Bertambah teratur hidup manusia bertambah banyaklah peraturan sopan santun yang harus dihargainya. Waktu yang begitu ialah tiga kali, yaitu sebelum sembahyang Subuh bangun tidur, tengah hari ketika pulang dari pekerjaan istirahat melepaskan lelah dan sehabis sembahyang Isya'. Pada waktu demikian pemhantu-pembantu rumah tangga haruslah diberi ingat dan diatur agar jangan berhubu ngan langsung dengan tuan rumah sebelum meminta izin. Anak-anak yang masih kecil pun harus diatur dan di didik agar mereka menghargai waktu istirahat ayah-bunda atau pengaruhnya itu. Niscaya orang yang marnpu rnempunyai rumah tangga berbilik-bilik dan kamar, bilik ibu dan bilk ayah, maka bujang-bujang dan pembantu rumah tangga, bahkan anak kandung sendiri yang masih kecil, tidaklah boleh dekat ke bilik itu kalau tidak meminta izin terlebih dahulu Dengan adanya peraturan agama meminta izin, jelaslah kesaktian tempat khas tuan dan nyonya rumah pada saat-saat demikian. Dengan itu pula nampak bahwa lebih baik di saat itu mereka jangan diganggu. Barangkali ada pertanyaan, bukankah anak-anak itu belum mukallaf? Mengapa kepada mereka diwajibkan minta izin masuk kamar ayahnya? . Jawabnya tentu jelas. Yaitu orang tuanya diwajibkan mendidik anaknva menjunjung tinggi kehormatan orang tuanya. Dan dapat diambil lagi kesimpulan, sedangkan anak kandungnya sendiri wajib dididik rnenghargai waktu yang aurat itu, konon lagi bagi orang-orang lain, kuranq layak bertetamu ke rumah orang di waktu-waktu begitu . Menjadi kagumlah kita dengan ayat ini, demi kita mempelajari perkembangan penyelidikan ilmu jiwa moden, anak-anak kecil yang belum dewasa haruslah dijaga penglihatan dan pengalamannya di waktu kecil itu. Penyelidikan ilmu jiwa modern terhadap perkembangan jiwa anak-anak mengatakan sesuatu yang bernama "buhul jiwa", yaitu sesuatu yang ganjil yang dilihatnya di waktu masih kecil belum dewasa itu berkesan pada jiwanya itu dan berbekas selama hidupnya, sehingga menjadi tekanan yang payah buat menghilangkannya yang kadang-kadang menjadi pangkal penyakit yang mengganggu rohani dan jasmani, sampai pun dia dewasa; yang ahli-ahli spesialis ilmu jiwa harus mencari penvakit itu bertahun-tahun, baru dapat oleh sebab itu sesuai benarlah penyelidikan, ini dengan apa yang dikehendaki oleh ayat . Dan menurut ilmu jiwa sebagai pendidikan juga, bagi kanak-kanak di bawah umur itu ayahnya adalah seorang yang dijunjung tinggi, puncak penghormatan dan cita, dan yang tidak pernah bersalah, yang dicintai dan dikagumi. Padahal ada saat-saat yang demikian ayah itu tidak tahu diikat oleh kemestian yang menjadi kekaguman anak-anaknya itu. Jangan sampai karena hal yang kecil itu pengharapan anak kepada ayah atau bundanya akan berkurang .Bahkan tersebut juga di dalam ilmu pergaulan rumah tangga suami-isteri bahwa seketika. seorang isteri berhias, sebaiknya suaminya jangan melihat tubuh isterinya, sampai dia selesai berpakaian. Terhadap bujang-bujang atau pembantu rumah tangga dan hamba sahaya, seketika dunia masih mengakui adanya perbudakan, kehormatan saat yang aurat itu pun harus diperhatikan. Seorang tuan atau nyonya rurnah harus menjaga kehormatan diri peribadinya, dan menentukan saat-saat mereka tidak boleh langsung leluasa saja berhubungan dengan majikannya. Dan terhadap tamu-tamu yang datang dart luar, dapatlah ayat ini dikiaskan. Sedangkan anak kandungnya lagi wajib permisi lebih dahulu akan berhubungan dengan ayah kandungnya sendiri di saat yang tiga itu, apatah lagi bagi orang lain yang hendak bertetamu. Kuranglah layak menamu di saat saat aurat itu, karena kita sebagai tetamu dapat merepotkan tuan atau nyonya rumah. Kalau siang, nantikanlah petang hari setelah selesai mereka mengenakan pakaiannya yang layak buat menerima tetamu kembali. Adapun di luar ketiga saat itu (sesaat sebelum Subuh, waktu "qailulah", yaitu istirahat siang dan sehabis waktu isya'), maka kanak-kanak di bawah umur dan pembantu rumah tangga tidaklah dimestikan meminta izin tetapi dalam ayat 59 dijelaskan, bahwa anak-anak yang telah dewasa, meskipun anak-anak kita sendiri misalnya yang telah kawin dan berumahtangga sendiri pula, hendak jugalah dia merninta izin sebagaimana meminta izinya orang-orang yang lain, apabila dia akan menemui pengemudi-pengemudi rumahtangga itu , Berlakulah kepada mereka sebagai yang tersebut pada ayat 22 yang telah terdahulu. Meminta izin itu telah ditunjukkan pula caranya pada ayat 22, yaitu rnengucapkan salam dan bermuka jernih. Di Aceh, Mandahiling dan Minangkabau ayat ini telah menjadi kebudayaan dan masuk ke dalam adat-istiadat ummat Islam. Anak-anak muda tidak tidur di rumah ibu-bapaknya. Mereka pergi he Meunasah atau surau dan langgar. Pulangnya pagi-pagi untuk menolong ibu-bapaknya ke sawah dan ke ladang. Pemuda yang masih duduk-duduk di rumah pada waktu yang tidak patut {terutama tergelek Lohor, ketika istirahat) amat tercela dalam pandangan rnasyarakat kampungnya. Seorang saudara laki-laki atau mamak yang akan datang he rumah saudara perempuan atau kemenakan, dari jauh-jauh sudah bersorak memanggil anak-anak kecil yang ada bermain-main di halaman rumah itu, supaya seisi rumah tahu dia datang, dan yang sedang tidak memakai bajunya segera dia berpakaian yang pantas. Sedangkan kepada saudara dan mamak atau paman lagi begitu, apatah lagi terhadap orang luar. Kemudian itu pada ayat 60 dijelaskan lagi tentang perempuan yang tidak diharap nikah lagi, yang disebut Qawa'id, perempuan yang telah duduk, tidak haidh 1agi, artinya tidak ada lagi tarikan kelamin (sex) karena telah padam nyalanya. Tidak tergiur lagi nafsu syahwat laki-laki memandangnya dan dia sendiri pun tidak ingat lagi akan hal itu, maka mereka tidaklah mengapa jika tidak berpakaian lengkap, artinya tidak mengapa jika ditanggali pakaian luarnya untuk menutupi tarikan tubuhnva. Setengah ulama rnengatakan bahwa seluruh tubuh itu aurat, artinya seluruhnya membawa daya tarik. Sebab itu hendaklah dia berpakaian yang dapat menutupi nafsu syahwat orang yang memandangnya, artinya yang sopan. Peringatan ini amat penting bagi wanita yang telah menuju gerbang tua itu. "Dan Tuhan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui akan tingkah lakumu, gerak-gerikmu." Maka di dalam ayat ini dijelaskan bahwa soal pakaian teratur sebagai keluar rumah, atau mantel (baju luar) sebagai yang terpakai di Eropa, atau Tanah Arab, selendang penutup kepala atau baju-baju lain tidak perlu lagi memberati kepada wanita apabila dia telah memasuki gerbang tua, tidak ada harapan beranak lagi ataupun berhaidh, yang penting baginya untuk masa demikian ialah menjaga sikap hidup, kewibawaan dan menjaga sikap diri dan jiwa supaya tetap terhormat, menjadi contoh teladan yang disegani oleh anak cucunya dalam rumahtangga apatah lagi bagi orang lain. Kemudian pada ayat 61 dijelaskan pula hubungan kekeluargaan orang yang beriman dan soal makan dan minum di rumah keluarga itu. Sudah menjadi adat manusia di seluruh dunia ini, urusan jamuan makan dan minum adalah urusan sopan-santun dan pergaulan yang mulia , Sudah menjadi adat-istiadat orang Timur, terutama dalam nege:i-negeri yang agraris (pertanian) tidak merasa senang kalau tetamu, baik karib ataupun jauh, datang ke rumah kita tidak diberi makan. Sekurangnya air agak seteguk. Bertambah budi masyarakat, terutama budi lslarn, bertambah diperhatikan perkara memberi makan dan minum ini. Sehingga misalnya seorang musafir yang memulai perjalanannya dari Pulau Lombok melalui Bali, Jawa, Sumatra sampai Sabang, tidaklah dia akan lapar dalam perjalanan, tidaklah akan membeli nasi selama dia pandai membawakan dirinya sebagai Muslim di negeri-negeri yang disinggahinya. Tetapi sungguhpun makan dan minum menjadi puncak perbasaan, tidak boleh kita lancang saja masuk rumah orang lalu makan. Islam menyuruh seseorang menghormati tetamunya, tetapi si tetamu wajib pula menghormati dirinya. Tetamu yang tidak menghormati diri dan tidak menghormati ahli rumah yang ditamuinya, bukanlah orang yang patut dihormati. Bukan perkara kecil menyelenggarakan orang lain yang bukan keluarga. Kemudian itu dalam al-Quran dijelaskan lagi suatu ayat melarang makan harta orang lain dengan batil: لا تأكلواَموالكم بينكم بالبا طل "Janganlah kamu makan hartabenda kamu di antara kamu dengan jalan yang batil." Ketika ayat itu diturunkan, orang-orang yang beriman selalu mawas diri. Tidak mau singgah-singgah saja ke rumah orang dan makan-makan saja kalau tidak dengan janji tertentu terlebih dahulu. Karena urusan makan bukan urusan kecil. Apatah lagi ada pula Hadits Nabi: لا يحلّ مال امرئ مسلم إلاّ عن طيب نفس منه "Tidaklah halal harta benda seorang Muslim (kamu ambil saja atau kamu makan saja), kecuali jika timbul dari batinnya yang bersih." (Hadits diriwayatkan oleh Imam Syafi'i) Lantaran teguhnya orang Mu''min memegang Firman Wahyu dan Hadits itu Sehingga di rumah karib kerabatnya sendiri pun dia tidak mau makan lagi. Maka datanglah ayat 61 Surat an-Nur ini, menyatakan bahwa di beberapa rumah tertentu, yaitu di rumahmu sendiri, rumah ayahmu, rumah ibumu, rumah saudara laki-lakimu, di rumah saudara perempuanmu, di rumah saudara laki-laki ayahmu (paman), di rumah saudara perempuan ayah (bibi), di rumah saudara laki-laki ibu (mamak), di rumah bendaharanya, artinya diberikan kekuasaan oleh yang empunya rumah memegang kuncinya, atau di rumah sahabat kita yang karib, tidaklah berlaku peraturan yang keras itu. Di rumahrumah tersebut adalah sama dengan di rumah kita sendiri. Baik makan sehidangan bersama-sama, (asytatan) atau tersendiri saja yang makan, karena misalnya terlambat tiba. Bukankah di rumah ayah atau paman, kita kadang-kadang menyingkap sendiri lemari makan ? Dalam ayat ini jelas bahwa di rumah keluarga yang bertali darah itu sama dengan di rumah kita sendiri, sebab "rumahmu sendiri" terletak pada yang pertama, dan rumah sahabat yang karib (shadiqikum) sama dengan rumah keluarga, karena "intim"nya. Lihatlah pula, bahwa rumah anak kandung tidaklah tersebut dalam ayat ini. Sebab rumah anak kita adalah rumah kita sendiri juga Menurut Hadis Nabi s.a.w.: أنت ومالك لإبيك "Engkau dan hartabendamu adniah milik ayahmu." Artinya bahwa seorang ayah tidaklah diikat oleh protokol jika ia makan di rumah anaknya. Dia leluasa ke muka he belakang, kecuali masuk bilik/kamar jua .Dan dalam ayat ini juga diterangkan bahwasanya jika kita diberi kuasa oleh seorang yang punya rumah, buat memegang kunci rumahnya, maka makan dalam rumah yang kita pelihara itu sama juga dengan rumah sendiri. Dan orang buta , orang pincang dan orang sakit, boleh kita bawa makan di rumah-rumah itu. Di akhimya dijelaskan lagi bahwasanya apabila kita masuk he dalam sekalian rumah, terutama rumah-rumah yang kita sebutkan di atas tadi, rumah sendiri, rumah keluarga dan rumah sahabat, hendak jugalah kita mengucapkan salam seketika hendak masuk. Perhatikanlah dengan seksama jiwa iman yang terkandung dalam ayat ini. Dan sebagai orang Mu'min haruslah kita berbangga betapa kita diasah dan dididik Agama memperhalus perasaan. Jangankan di rumah orang lain, jangankan he rumah keluarga yang terdekat, rumah ayah dan rumah paman, sedangkan pulang ke rumah kita sendiri, kita pun hendaklah mengucapkan salarn: "Assalamu`alaikum" (bahagia atas kamu sekalian). Untuk siapa salam ini? Ayat itu menjelaskan bahwa salam ini adalah untuk dirimu sendiri, untuk setiap jiwa yang ada di dalamnya pun.Kita pulang dari mana-mana dan kunci kita bawa. Pintu kita bukakan dengan ucapan: "Assalamu'alaikum". Tidak ada orang lain mendengarnya, tetapi kita mengucapkan dalam diri untuk diri. Ucapan itu pada hakikatnya, meskipun engkau yang menyebut, namun dia adalah ucapan "tahiyyah", artinya ucapan selamat dari Tuhan sendiri kepadamu dicampuri lagi oleh berkat yang baik yang dilimpah kurniakan Tuhan. Seakan-akan seketika engkau mengucapkan salam dan diri didengar oleh diri. Tuhan sendiri pun mengucapkan selamat datang kepadamu, selamat kembali dari mengerjakan tugas, moga-moga mendapatkan engkau rezeki yang halal dan berkat. Diliputilah kiranya rumahtanggamu dengan berkat yang balk dari Tuhan. Senantiasalah dia menjadi syurgamu di dalam hidup, tempat engkau sakinah dan tenteram, menikmati anugerah dan rahmat llahi.Dan menurut penyelidikan dan pengalaman orang-orang yang beriman, selain diri kita manusia kasarini, di dalam rumah-rumah kita kadang-kadang ada juga penghuni lain yang tidak kelihatan tetapi kadang-kadang terbukti. Dengan ucapan "salam" mereka dan musuh dijadikan teman. Apatah lagi jika kita datang ke rumah keluarga, ke rumah ayah dan ibu, ke rumah paman dan bibi, marnak dan uncu, dan ke rumah sahabat, dari luar telah terdengar ucapan "Assalamu`alaikum", moga-moga selamat dan sentosa untuk sekalian. Suararnu itu telah membawa damai, dan yang menvambut di dalamnya terbuka hatinya dengan demikian maka kekeluargaan bertambah mendalam dan suasana iman meliputi rwnahtangga. Inilah setengah dari adab dan sopan-santun Islam, atau ethika Islam. Bukan semata-mata hasil pemikiran, melainkan Wahyu llahi untuk kebahagiaan masyarakat. Sungguhpun demikian di akhir ayat dijelaskan lagi, "Demikianlah Allah Ta'ala menjelaskan ayat-ayatNya supaya kamu pergunakan akalmu " Maka dari peraturan berkecil-kecil seperti itulah ditegakkan kerukunan masyarakat yang dibangun oieh iman dan Islam. |
"APABILA ANDA MENGAMBIL BAHAN INI ".
"TANYAKANLAH KEMBALI BAHAN INI KEPADA YANG LEBIH AHLI DALAM BIDANGNYA APAKAH SUDAH BENAR".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar